Senin, 5 Juni 23

Hukum Mati Gembong Narkoba, Gerindra Acungi Jempol Jokowi

Hukum Mati Gembong Narkoba, Gerindra Acungi Jempol Jokowi

Jakarta – Partai Gerindra menganggap langkah Jaksa Agung melakukan eksekusi hukumam mati terhadap enam narapidana kasus narkoba adalah sudah tepat. Karena itu, Partai pimpinan Prabowo Subianto ini menyatakan mendukung hukuman mati bagi pengedar narkoba kelas kakap yang sedang dilakukan oleh pemerintah Jokowi sekarang ini.

“Dieksekusinya enam narapidana vonis mati dalam kasus bandar narkoba yang dilakukan Kejaksaan Agung sudah tepat karena sesuai dengan putusan pengadilan Mahkamah Agung,” tegas Ketua DPP Partai Gerindra, FX Arief Poyuono dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (19/1/2015).

Menurut Arief, langkah Jaksa Agung dalam menjalankan eksekusi perintah pengadilan untuk menghukum enam narapidana narkoba tersebut adalah tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebab, bukan hanya di Indonesia saja hukuman mati bagi pengedar narkoba tetapi di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga berlaku hukuman mati bagi pengedar narkoba.

“Anehnya, kok warga negara asing yang dieksekusi hukuman mati oleh Singapore dan Malaysia tidak diributkan,” tandas Ketua DPP Partai Gerindra.

Ia mengungkapkan, kejahatan peredaran narkoba itu sudah masuk ordinary crime yang menjadi musuh bersama di Indonesia dan negara lain. Pasalnya, peredaran narkoba bukan hanya merusak sumber daya manusia saja tetapi juga perekonomian nasional.

“Sebab, dengan komsumsi narkoba yang di kirim dari luar negeri itu merupakan salah satu kebocoran devisa negara yang digunakan dengan tidak produktif dan malah merusak,” bebernya.

Arief menambahkan, hukuman mati juga harus dijatuhkan kepada oknum penegak hukum yang tertangkap dalam kasus peredaran narkoba agar menjadi sok terapi bagi oknum penegak hukum agar tidak main main dengan program pemberqntasan peredaran narkoba.

Karena itu, tegas dia, Partai Gerindra mendukung hukuman mati bagu para pengedar narkoba kelas kakap yang masuk jaringan internasional yang merupakan agenda negara asing untuk merusak sumber daya manusia dan devisa negara Indonesia.

“Jangan mau dipusingkan oleh protes negara Belanda dan Brasil karena Indonesia punya sistem hukum sendiri dan negara berdaulat. Dan langkah yqng diambil Jaksa Agung serta Jokowi patut kita acungkan jempol, tidak seperti SBY yang malah memberikan grasi kepada Crosby pelaku tindak pidana narkoba yang dibebaskan SBY akibat tekanan PM Australia,” paparnya.

Sebagaimana diketahui, pelaksanaan eksekusi mati terhadap para terpidana narkoba yang dilakukan pemerintah Jokowi mendapat respons keras dari Brasil dan Belanda. Mereka menarik duta besarnya dari Jakarta lantaran tidak terima atas kebijakan Pemerintah Indonesia tersebut. Presiden Brasil Dilma Rousseff menyatakan penarikan duta besarnya di Indonesia sebagai bentuk protes atas eksekusi mati warganya, Marco Archer Cardoso Moreira, 53.

“Hubungan antara kedua negara telah terpengaruh. Duta besar Brasil di Jakarta telah dipanggil,” kata Rousseff seperti dilansir BBC, kemarin. Marco, kata Rousseff, merupakan warga negara pertama yang dieksekusi mati di luar negeri. Sebab itu, dia mengaku kecewa dan marah dengan Pemerintah Indonesia.

Rousseff juga mengaku telah menghubungi Presiden Jokowi atas eksekusi mati Marco. Namun Presiden Jokowi menolak untuk membatalkan eksekusi tersebut. Selain Brasil, Pemerintah Belanda juga berencana menarik duta besarnya di Indonesia. Penarikan tersebut juga sebagai protes terhadap hukuman mati warganya, Ang Kim Soei.

Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders mengatakan pihaknya sangat sedih dengan hukuman mati yang dijatuhkan kepada enam terpidana. Belanda sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan warga negaranya. Upaya tersebut bahkan dilakukan sendiri oleh Raja Belanda King Willem- Alexander beserta Perdana Menteri Mark Rutte.

Keduanya diketahui sudah menjalin kontak langsung dengan Presiden Jokowi dan menggunakan seluruh kekuatannya untuk menghentikan eksekusi, sayangnya tak berbuah hasil. “Hati saya bersedih untuk keluarga yang ditinggalkan. Bagi terpidana beserta keluarganya ini adalah akhir yang dramatis sepanjang tahun-tahun penantian. Balanda tetap menentang hukuman mati,” ungkap Koenders. (Ars)

Related posts