Sabtu, 3 Juni 23

Hingga Mei 2013, Produksi Rumput Laut Turun 20 Hingga 40 persen

Hingga Mei 2013, Produksi Rumput Laut  Turun 20 Hingga 40 persen

Imar

Jakarta-Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) meminta pemerintah untuk melakukan koreksi terhadap data produksi rumput laut baik secara regional maupun nasional. Data yang tidak tepat dinilai merupakan salah satu penyebab tidak adanya pengembangan strategi nasional khusus bagi rumput laut.

Ketua ARLI Safari Azis mengungkapkan pelaku usaha rumput laut sering disulitkan dengan ketidaksesuaian data produksi yang ada di pemerintah. Hal ini berpengaruh dengan ketepatan metode ukur yang dipakai.

“Rumput Laut jika diukur dalam keadaan basah memang bobotnya menjadi besar. Sementara pengusaha tidak mengenal adanya kondisi basah terutama untuk perdagangan, kecuali untuk keperluan masih bibit,”jelasnya di Jakarta, Rabu (5/6/2013).

Safari mencontohkan perbedaan data produksi untuk daerah Sulawesi Selatan sebagai salah penghasil rumput laut terbesar di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan, produksi rumput laut di tahun 2012 mencapai 2.104.446 ton, sementara data dari Biro Statistik dan Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional menyebutkan hanya sebanyak 75.763 ton.

“Pemerintah perlu memperbaiki data produksinya. Memang perbandingan produksi rumput laut jika diukur dalam keadaan basah dan kering itu bisa 10 : 1,” ujar Safari.

Saat ini, kata dia, produksi per bulan Mei 2013 diperkirakan menurun 20 hingga 40 persen. Pihaknya
mempertanyakan kemana jumlah produksi rumput laut itu yang dinyatakan banyak walaupun kondisi musim tidak menentu.

“Karena faktanya para eksportir sekarang susah mencari barang. Penggunaan dalam negeri itu masih kecil, jadi tidak mungkin dengan jumlah yang besar itu bisa terserap oleh lokal. Meskipun impor ada, tetapi jumlahnya kecil.

Alih-alih melihat data produksi Provinsi Sulawesi Selatan, angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan jumlah produksi rumput laut mencapai 5 juta ton.

“Jumlah itu pun sebenarnya masih melebihi kebutuhan pasar dunia,” ungkap Safari.

Oleh karena itu, ARLI sangat menyayangkan dengan validitas data yang ada di pemerintah. Indonesia, kata Safari, memang merupakan salah satu produsen terbesar, hanya saja data itu harus segera dibenahi agar tata kelola pengembangan rumput lautnya bisa lebih profesional dan pada gilirannya pelaku usaha bisa mengatur strategi bisnisnya.

“Kita harapkan angka produksinya rasional, sehingga partisipasi semua pihak termasuk pengusaha bisa lebih jelas melakukan tata kelola pengembangan rumput laut untuk bisnis”.

ARLI menghimbau, agar pemerintah terus mendorong lahirnya Road Map Rumput laut dari hulu hingga hilir guna mempercepat perkembangan budi daya rumput laut beserta keekonomiannya.

Saat ini, ARLI menilai program pemerintah antara pusat dan daerah belum sinkron. 6 Kementerian yang terkait, antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM serta BKPM masih jalan sendiri-sendiri, ditambah dengan Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.