
Jakarta, Obsessionnews.com – Ungkapan ‘seribu teman tidak cukup, satu orang musuh berlebihan’ tampaknya tidak berlaku bagi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kendati mantan Bupati Belitung Timur tersebut memakai nama Teman Ahok untuk tim suksesnya dalam Pilkada DKI 2017, tetapi seperti ada kontradiksi jika menengarai adanya kecenderungan kian bertambahnya musuh dan isu kontroversial baru.
Selain parpol, politisi, tokoh masyarakat, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan ormas, kini Ahok juga makin menambah lawan di lingkaran elite Istana. Padahal semua orang tahu bahwa Ahok memiliki kedekatan politik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Yang paling baru adalah perseteruan antara Ahok dengan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Ihwal perseteruan adalah tentang reklamasi yang kontroversial karena berbau tindak pidana korupsi (tipikor). Yang terakhir itu memang sampai saat ini masih belum dapat dibuktikan memiliki kaitan langsung dengan Ahok. Tetapi dengan terbongkarnya keterlibatan beberapa raksasa real estate seperti PT Agung Podomoro Land (APL) dalam kasus suap terhadap oknum-oknum DPRD DKI, ditambah dengan keputusan pemerintah untuk menghentikan secara permanen reklamasi di salah satu pulau, mau tak mau akan membawa implikasi politik bagi pencalonan Ahok.
Pengamat politik Muhammad AS Hikam menyayangkan jika perseteruan Ahok dengan Rizal berkembang terbuka, karena tidak akan membawa manfaat bagi Ahok. Kendati Ahok memiliki alasan yg cukup solid dari aspek legal formal (Kepres th 1995 tentang reklamasi), namun perlu diingat bahwa dari aspek politik masalah reklamasi ini bisa ‘mengalahkan’ aspek hukum.
“Logikanya, kalau memang aspek hukum lebih signifikan, tentu sudah sejak lama kasus reklamasi tersebut akan menjadi persoalan besar yang menyita perhatian publik. Nyatanya kasus reklamasi baru menjadi persoalan besar dan kontroversial ketika Ahok mau menjadi calon dalam Pilkada 2017,” kata Wakil Rektor President University, Bekasi, Jawa Barat, ini dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/7/2016).
Hikam memahami, dan sah-sah saja, jika Ahok dan tim suksesnya sangat pede dengan tingkat popularitas dan elektabilitasnya yang tinggi dibanding para penantang lain. Namun sangatlah tidak bijak jika Ahok mengabaikan masalah sentimen dan persepsi publik yang sangat lentur dan mudah sekali berubah dalam politik. (Baca: Hikam: Risma Belum Mampu Bertanding Lawan Ahok)
Menurutnya, setidaknya akan lebih baik jika Ahok dan tim suksesnya memilih strategi komunikasi publik yang mampu meredam dan menghentikan perkembangan jumlah pihak-pihak yang kritis terhadap dirinya. Ia menyarankan agar Ahok mengurangi strategi ‘komunikasi megafone’ dengan amplifier keras, kalaupun tidak mungkin dinolkan sama sekali.
Hikam menyayangkan jika seorang pemimpin berkualitas seperti Ahok terjebak oleh dalam pertikaian di ruang publik, padahal sejatinya dapat merundingkan secara lebih efektif melalui dialog-dialog intensif. Hikam khawatir kalaupun seandainya nanti Ahok terpilih lagi, namun dalam perjalanan pemerintahannya sarat dengan konflik, Ahok tak akan bisa bekerja secara efektif.
“Negeri ini dan DKI perlu pemimpin pendobrak, pemberani, dan jujur seperti Ahok. Jangan sampai potensi ini disia-siakan hanya karena pertikaian yang sebenarnya tidak perlu,” katanya.
Hikam menambahkan, belum terlambat bagi Ahok dan Teman Ahok untuk melakukan banting stir di dalam menerapkan strategi komunikasi publik menghadapi Pilkada 2017. (arh, @arif_rhakim)