Rabu, 22 Maret 23

Hari Nelayan Nasional, Nasib Nelayan Tidak Sejahtera

Hari Nelayan Nasional, Nasib Nelayan Tidak Sejahtera

Semarang, Obsessionnews – Hari ini, Senin (6/4), merupakan hari penting bagi nelayan, yakni Hari Nelayan Nasional. Namun di hari penting tersebut  nasib nelayan masih jauh dari sejahtera. Keprihatinan nelayan ini disampaikan Mochammad Danny, Ketua Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI) Regional Jawa Tengah.

“Kemarin kita advokasi langsung ke beberapa daerah pesisir seperti Pekalongan, Rembang, Cilacap, Jepara, dengan menggunakan survei dan ditemukan masih banyak nelayan yang belum sejahtera,” ungkap Danny saat ditemui obsessionnews.com.

Permasalahan pertama yang akhir-akhir ini menjadi tren nasional tentu saja mengenai pelarangan alat cantrang bagi seluruh nelayan. Peraturan yang ditelurkan Menteri Perikanan Susi itu dianggap kurang tepat bagi nelayan, khususnya nelayan Pantura.

“Waktu kita advokasi, keluhan pertama para nelayan itu larangan cantrang. Sebenarnya cantrang sendiri tidak merusak. Karena sebagian besar laut di utara jawa berupa pasir,” tegasnya.

Pelarangan cantrang berlaku bagi seluruh nelayan baik di atas maupun di bawah 30GT. Dia menyarankan bagi nelayan kecil diberikan kelonggaran berupa tetap menggunakan cantrang tapi lobang jaring diperbesar. “Sedangkan kapal diatas 30GT tetap diganti tapi dipermudah dengan kredit dari pemerintah,” terang mahasiswa Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro ini.

Yang kedua, jelas dia, ialah masih minimnya inisiatif dari pemerintah untuk mendirikan koperasi. Rata-rata koperasi di Jawa Tengah menurutnya masih belum merata. “Dan koperasi yang ada itu kebanyakan inisiatif dari nelayan. Walaupun akhirnha memang bekerja sama dengan pemerintah juga,” paparnya.

Permasalahan lain berupa naiknya bahan bakar solar. Banyak dari para nelayan akhirnya berhutang dengan agen penjual solar agar dapat melaut. “Harga solar diluar SPBB tentu lebih mahal. Efeknya hutang solar mereka jadi makin membengkak.”

 

Sedangkan masalah krusial terakhir yang masih jarang terangkat adalah masih banyaknya pungutan liat di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). “Kebetulan kemarin kami baru penyelidikan di TPI Ujung Batu, Jepara, ternyata ada pungli yang dilakukan oleh oknum petugas.”

Modus pungutan liar itu berupa nelayan harus membayar ikan sejumlah 4 atau 5 kilo jika ingin mengikuti lelang. “Sebenarnya sudah ada pajak sebesar 3% untuk uang kas. Itu diaturan sudah ada. Punglinya sendiri bagi kapal yang masuk harus bayar sekitar Rp20.000 hingga Rp30.000,”ujarnya.

Dia berharap, Kementerian Kelautan dan Perikanan mampu memberantas pungutan-pungutan liar serta berbagai permasalahan lain terkait kesejahteraan nelayan. (Yusuf IH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.