
Tangerang, Obsessionnews – Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Publik biasa memperingatinya antara lain dengan mengenakan kebaya. Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Banten mengajak publik agar Peringatan Hari Kartini tidak lagi dilakukan dengan mereduksi Kartini menjadi sekadar simbol tradisionalisme perempuan dengan (misalnya), kewajiban berkebaya dan lomba masak-masak.
LBH APIK Banten berpendapat, dibanding dengan acara seremonial mengenakan kebaya, sesungguhnya ada hal lain yang harus diingat di Hari Kartini, yaitu refleksi atas cita-cita Kartini yang hingga saat ini belum tercapai.
“Oleh karena itu Hari Kartini seharusnya dijadikan sebagai momentum pemenuhan hak-hak perempuan. Saat itu Kartini bercita-cita agar hak-hak perempuan: hak atas pendidikan, kemandirian ekonomi, dan bebas dari kekerasan,” tutur Direktur LBH APIK Banten, Mumtahanah, kepada Obsessionnews, Senin (20/4/2015).
LBH APIK Banten berpendapat, hingga saat ini cita-cita Kartini masih belum terwujud sepenuhnya. Angka perempuan buta huruf di Indonesia masih tinggi jumlahnya, demikian juga angka kematian Ibu. “Kekerasan terhadap perempuan juga masih terus berlangsung,” paparnya.
Ia pun menyontohkan, hal yang terbaru adalah gagalnya negara melindungi buruh migran dari ancaman hukuman mati. “Satu minggu belakangan ini, dua buruh migrant di Arab Saudi telah dieksekusi hukuman mati,” bebernya.
Komnas Perempuan mencatat, sepanjang 2014, angka perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual dan percobaan perkosaan mencapai 2.183 kasus. LBH APIK Banten berependapat, angka tersebut hanya sebuah fenomena gunung es.
“Sesungguhnya yang terjadi lebih dari angka itu. Ini membuktikan bahwa perempuan masih belum bebas dari kekerasan,” ungkap Mumtahanah. (Asma)