Jakarta, Obsessionnews.com – Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Arief Poyuono, menyoroti langkah Kementerian Negara BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang menggunakan konsultan dari Amerika Serikat (AS). Ia mempertanyakan plus minusnya apa, biaya mahal atau tidak, dan hasilnya menjamin atau tidak.
Arief Poyuono memaparkan, pembentukan Holding BUMN memang sudah menjadi keputusan di era pemerintahan SBY saat menteri BUMN nya dijabat Dahlan Iskan, serta sudah ada beberapa yang telah terbentuk holding misalnya BUMN Industri Semen menjadi Holding Semen Indonesia. Kemudian, BUMN Industri Pupuk juga menjadi Holding BUMN Pupuk Indonesia membawahi semua BUMN Pupuk, dan sekarang tinggal beberapa sektor saja yang belum diholding misalnya BUMN sektor jasa keuangan/perbankan dan BUMN sektor konstruksi.
“Memang akan ada plus minus jika dibentuk Holding dalam BUMN, tapi sejauh ini Holding BUMN di sektor Semen misalnya berhasil memperluas bisnisnya dan bertambah investasinya karena dengan diragukan dalam Holding dari sisi untuk mendapatkan permodalan akan lebih mudah dan Bankable sehingga Holding nya bisa membiayai BUMN yang bergabung dalam Holding. Begitu juga dengan sektor Industri Pupuk,” tandas Arief Poyuono menjawab wartawan di Jakarta, Minggu (14/8/2016).
Dengan holding BUMN, jelas Arief, maka pencari modal di pasar keuangan akan lebih efektif dalam hal ini Holding BUMN lebih ditekan sebagai Corporate Investment saja untuk mendukung permodalan bagi BUMN yang berada di bawah Holdingnya.
“Karena itu pemimpin holding BUMN, terutama dewan direksi dan tim eksekutif, harus memiliki pemahaman tentang maksud dan tujuan dari holding BUMN dan memiliki kapasitas yang diperlukan dan keahlian yang relevan dan pengalaman untuk mengarahkan dan mengelola holding BUMN serta memiliki integritas – melayani warga untuk tujuan penciptaan nilai sosial,” ungkap Ketua Umum FSP BUMN Bersatu.
Sementara, lanjutnya, Holding BUMN juga tidak akan banyak berpengaruh kepada BUMN yang bergabung jika personal yang memimpin holding tidak bisa melakukan konsolidasi yang efektif dan efisien dalam pengembangan dan permodalan bagi BUMN yang teegabung dalam Holding nya.
“Jadi, kelemahannya dalam Holding lebih kepada faktor kemampuan kapasitas dalam penempatan dewan direksinya dan eksekutif yang akan membantu dewan direksi Holding,” bebernya.
Sebenarnya, tegas Arief, masalah mahal atau tidak untuk menggunakan konsultan dari Amerika Serikat guna pembentukan Holding BUMN baru bisa dinilai saat Holding BUMN itu sudah terbentuk dan kinerja yang dihasilkan.
Tetapi, tutur dia, sebenarnya kalau untuk persoalan pengelolaan Holding BUMN di dunia yang sangat berhasil justru negara China dimana China juga melakukan Holding BUMN hingga yang tadinya State Owned Enterprise berubah menjadi sistim State Capitalism.
“Dan terbukti BUMN di Amerika Serikat kalah kinerja dengan BUMN di China ,dimana BUMN di China dalam sistim State capitalism lebih bagus kinerjanya dalam menopang pertumbuhan ekonomi China dalam 15 tahun terakhir,” tambahnya.
“Jadi, saran saya tidak ada salahnya ‘Belajar BUMN Sampai ke negeri China’. Terbukti BUMN di China kekuatannya berpengaruh dalam perekonomian dunia dan berkembang secara global, di dalam laporan Fortune Global 500, BUMN di dunia telah berkembang dari 9% pada tahun 2005 menjadi 23% di 2014. Hal ini didorong terutama oleh pertumbuhan BUMN di Cina,” terangnya.
Di China, ungkap Arief, BUMN telah menjadi alat untuk lebih memposisikan negara China untuk masa depan perekonomian China yang lebih makmur dan maju dalam persaingan ekonomi global serta memperkuat permodalan dan keuangan negara China. (Red)