Sabtu, 20 April 24

Freeport: Alih Skema Kerja Sama dan Perpanjangan Kontrak Hingga 2041

Freeport: Alih Skema Kerja Sama dan Perpanjangan Kontrak Hingga 2041
* PT Freeport Indonesia.

Papua, Obsessionnews.com – PT Freeport Indonesia (PT-FI) akhirnya mengakhiri Kontrak Karya (KK) yang selama 50 tahun telah berlangsung, kini PT-FI mengalihkan skema kerja sama menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produk (OP), asalkan dengan beberapa syarat.

Peralihan tersebut dikatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, bahwa CEO Freeport-McMoran Richard Adkerson menyetujui konversi statusnya menjadi IUPK.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016.  Berdasarkan PP 1/2017 tersebut Freeport yang sebelumnya melalui izin KK kini mengubahnya menjadi IUPK guna mendapatkan izin ekspor konsentrat.

Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengungkapkan saat ini Freeport terus bekerja sama dengan pemerintah terkait perpanjangan operasionalnya.

“PT-FI telah menyampaikan kepada pemerintah kesediaannya untuk konversi menjadi IUPK, bila disertai dengan perjanjian stabilitas investasi bagi jaminan kepastian hukum dan fiskal,” ungkap Riza melalui keterangan tertulis kepada Obsessionnews.com, Selasa (18/1/2017) siang.

Selain itu melalui proposal perubahan tersebut, PT-FI memiliki syarat di dalamnya yakni meminta perpanjangan operasi hingga pada tahun 2041 atau perpanjangan selama 20 tahun sejak akhir masa kontrak pada tahun 2021. Termasuk pihaknya meminta perpajakan tidak berubah atau nail down (tetap).

PT-FI Janjikan Pembangunan Smelter Jika Hak Operasionalnya Diperpanjang

Dengan pergantian konversi menjadi IUPK ini Freeport berjanji akan membangun smelter dan akan segera melanjutkan pembangunan dengan segera setelah hak operasionalnya diperpanjang.

“Berdasarkan dengan komitmen-komitmen tersebut kami berharap pemerintah akan segera memperpanjang izin ekspor PT-FI,” harapnya.

Perpanjangan melalui perbedaan status bentuk operasi ini tidak dipungkiri pemerintah tetap membatasi masa ekspor konsentrat yang hanya sampai lima tahun. Menteri ESDM meminta selama jangka waktu tersebut seluruh aktivitas dari pengolahan dan lainnya dilakukan dalam negeri.

Tak hanya itu PT-FI wajib melaporkan perkembangan pembangunan smelter, evaluasi pembangunan fasilitas akan ditinjau selama setiap enam bulan. Jika komitmen PT-FI untuk membangun smelter tidak terealiasikan atau tidak mencapai 90 persen, maka Kementerian ESDM akan mencabut rekomendasi ekspor.

“Nanti ditunjuk pengawas teknis untuk melihat progresnya. Kalau tidak ada progres, ya, kami stop,” kata Menteri ESDM, Ignasius Jonan, dikutip Tempo, Jumat (13/1/2017).

Jonan Minta Saham PT-FI 51 Persen Dimiliki Pemerintah  

Selain itu Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan 51 persen saham perusahaan tambang baik dari pemegang KK maupun IUPK harus dimiliki pemerintah, sesuai dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2014 tentang pelaksanaan kegiatan usaha mineral dan barubara (Minerba) menjadi PP nomor 1 tahun 2017.

“Ini penting, dan instruksi Presiden bahwa dengan diterapkannya PP ini maka semua pemegang KK dan IUPK itu wajib tunduk pada UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, yang wajib itu melakukan divestasi saham sampai 51 persen,” ujar Jonan.

Ungkapan Seorang Pemimpin Gereja di Papua Terhadap Freeport

Dikutip HarianPapua, seorang pemimpin Gereja Katolik Keuskupan di Timika, John Philip Skalil, mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap perusahaan tambang terbesar di dunia ini. Menurutnya, dengan kekayaan dari hasil Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Papua ini tidak menyisakan kemajuan untuk tanah Papua.

“Kalau pemerintah dan Freeport tidak memperhatikan pendidikan anak-anak Papua, maka jadinya seperti sekarang di mana orang Papua dipimpin oleh orang lain,” kritiknya.

Philip meneruskan, PT-FI juga dinilai gagal dalam membangun sektor pendidikan Papua, jika memang terbangunkan, orang asli Papua akan memiliki daya saing dengan masyarakat lainnya.

“Masyarakat kita di Papua masih lebih dominan yang buta huruf. Ketika datang orang dari luar yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik lalu dilengkapi dengan keterampilan dan penguasaan teknologi yang memadai, orang-orang Papua tidak siap untuk bersaing secara terbuka,” tandasnya. (Aprilia Rahapit)

 

 

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.