Jakarta, Obsessionnews – Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Faisal Basri merekomendasikan dalam revisi Undang-undang (UU) Migas No 22 Tahun 2011 nantinya bisa memasukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurutnya, usulan itu diperlukan agar SKK Migas bisa bekerja secara mandiri mengelola dan melaksanakan semua proses usaha dari kekayaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Indonesia. Artinya, SKK Migas kedepan bisa ikut menjual kekayaan minyak pemerintah, dan melakukan kontrak kerja dengan pihak lain.
“Sehingga, kalau ada dispute (selisih), jadi aset negara tidak dibekukan. Tetapi, dia punya aset. Untuk dia bisa keluarkan global bonds untuk mempercepat eksplorasi, mempercepat pembangunan kilang,” ujarnya di Jakarta, Selasa (3/3/2015).
Ekonom ini menginginkan, SKK Migas benar-benar menjadi badan usaha yang menangani persoalan migas dengan label plat merah. Namun, dikelola secara profesional agar bisa bersaing dengan perusahaan swasta lainya. Bila perlu untuk memulai usaha itu, SKK Migas bisa melakukan pinjaman ke berbangkan.
“Perusahaan minyak yang cuma punya lima persen saja, bisa keliling cari pinjaman ke bank. Masa, yang 85 persen nggak bisa. Jadi, betul-betul usaha,” terangnya.
Lantas bagaimana dengan posisi Pertamina, yang selama ini sudah mengurusi minyak Indonesia puluhan tahun. Faisal mengatakan, ruang lingkup Pertamina nantinya tetap berbeda dengan SKK Migas. Keduanya tidak bisa dilebur menjadi satu. SKK Migas harus berdiri sendiri menjadi bagian dari BUMN.
“Pertamina jangan dibebani urusan terkaitpolicy of the country. Pertamina urus saja, agar bisa memproduksi (minyak) 1,7 juta barel,” tandasnya.
Meski demikian, Faisal tetap tidak bisa memaksakan diri, semua itu hanya usulan supaya ada wajah baru di tubuh SKK Migas. Ia mengaku terbuka untuk menerima kritik dan koreksi dari semua pihak. Dan siap betukar pikiran membicarakan hal-hal yang positif demi kemajuan energi minyak dan gas bumi Indonesia. (Albar)
