
Jakarta, Obsessionnews.com – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai KPK tidak bisa membedakan persoalan etik dan hukum dalam kasus yang menjerat mantan Ketua DPD Irman Gusman. Menurutnya, kasus Irman adalah persoalan etik bukan hukum.
“Saya katakan, terkait kasus Irman Gusman itu kan, orang membawa sesuatu itu peristiwanya etik, kalau dia tidak melapor ke KPK. Tapi kan dia punya waktu 30 hari untuk melapor,” kata Fahri di DPR, Selasa (27/9/2016).
Karena persoalan etik, KPK kata Fahri tidak punya hak untuk menangkap. “Kalau negara mau mengadili semua hal tidak bisa, rusak kita. Itu (etik) kerjaannya Tuhan, nggak perlu diambil manusia. Makanya kita boleh berhenti pada peristiwa hukum dan korupsi. Itu kerugian negara, kejar aja kerugian negara,” ujarnya.
Menurutnya, tidak semua pejabat yang menerima uang langsung di cap sebagai korupsi. Karena itu, kedepan kata dia, KPK butuh sosok seorang pemikir bukan tukang sadap.
“Jangan orang terima uang karena etik dianggap sebagai kerugian negara. Rugi dari mana? Ini yang miss. Makanya dari dulu saya bilang KPK itu butuh pemikir, bukan tukang tangkap, bukan ahli sadap,” kata dia.
KPK menangkap dan menetapkan Irman sebagai tersangka karena diduga menerima uang Rp 100 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi terkait rekomendasi kuota distribusi gula impor di Sumatera Barat.
Kasus ini bermula dari KPK menyelidiki dugaan pemberian uang Xaveriandy kepada Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumatera Barat Farizal. Pemberian uang terkait kasus penjualan gula oleh CV Rimbun Padi Berjaya tanpa label SNI di Sumatera Barat yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Padang.
Dalam proses pengadilan, Xaveriandy yang juga mantan Direktur CV Rimbun Padi Berjaya diduga menyuap Jaksa Farizal untuk membantunya dalam persidangan. Fahrizal diduga menerima uang Rp365 juta dari Xaveriandy.
Di tengah penyelidikan perkara ini, KPK mengetahui ada pemberian uang untuk Irman namun untuk kasus lain. (Albar)