Kamis, 25 April 24

Fahreza Meregang Nyawa Karena Ditolak Rumah Sakit di Jakarta

Fahreza Meregang Nyawa Karena Ditolak Rumah Sakit di Jakarta
* Fahira Idris di rumah almarhum M Fahreza (fahira Idris)

Jakarta, Obsessionnews- Polda Metro Jaya mengatakan pihaknya melalui petugas Profesi dan pengamanan (propam) telah meneliti sejumlah alat bukti yang diperlukan untuk menjelaskan sebab meninggalnya Muhammad Fahreza, fans Persija warga Ciganjur, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu.

Polisi sudah melihat rekaman CCTV di Gelora Bung Karno saat insiden kerusuhan antara Jakmania dan polisi yang menjaga di saat pertandingan Persija-Persela Lamongan berlangsung.

Kahumas Polda Metro Jaya,  Kombes Awi Setiyono mengatakan, saat kejadian, terlihat di CCTV pintu dua SUGBK, korban Fahreza berjalan sempoyongan dekat pintu 2. Tidak terlihat ada kerusuhan disitu.

(Kerusuhan terjadi di pintu VI sektor 12 GBK, sekitar pukul 20.30, menurut kakak korban, Suyatna).

Melihat keadaan korban, Dinkes DKI dan polisi melakukan pertolongan. Reza mengalami luka luar di sejumlah bagian tubuh.

“Korban mengalami luka dibagian atas kepala, benjol, dan bagian hidung dan tengah luka. Pipi kiri luka gores dan tangan kiri luka gesek.

Oleh petugas Dinkes DKI dan polisi, Reza dibawa ke pintu 2 karena ada ambulans disana.

Dalam ambulans, korban ditanyai identitas dan ditawari menghubungi kakaknya. Temannya yang ikut menonton ditawari untuk membawa korban ke RS terdekat.

Tapi Reza menolak dengan alasan menunggu kakaknya. 30 menit sesudahnya, datang kakak dan kawannya yang berjumlah 5 orang yang membawa dia pulang, sekitar pukul 00.30 WIB, Sabtu dinihari.

Setelah kejadian ini,  menurut keterangan yang didapat Fahira Idris, anggota DPD RI asal Jakarta, ia dibawa ke Mushola dekat rumah korban di Jl M Kahfi I, Ciganjur. Karena ibu korban ada penyakit jantung.

Disitu Reza menjelaskan pada ayahnya, Samsudin, bahwa dia bentrok dengan polisi.

Setelah sempat dipijat disana, Reza dibawa ke klinik Andhika, Jl Warung Sila, kemudian ke RS Zahira, Jl Sirsak, Ciganjur. Tapi peralatan tak lengkap.

Akhirnya dibawa ke RS Marinir Cilandak, pada pukul 10.00 pagi dalam keadaan kritis.

Jam 13.00 baru dapat kamar. Bayar administrasi Rp 400 ribu, tapi karena ada kenalan, bayar hanya Rp 120 ribu.

Jam 18.30 baru dapat kamar untuk CT Scan, kondisi Reza sudah sangat lemah sehingga ia tak mengenali lagi keluarganya.

Setelah pinjam uang dengan cara gadai sertifikat rumah seharga Rp 3 juta, yang digunakan untuk bayar CT Scan seharga Rp 2 juta. Pukul 21.00 dia harus dioperasi, tapi dikatakan ruang ICU penuh.

Setelah itu dia dirujuk ke RS Pasar Minggu, Fatmawati atau Budi Asih.

Tapi semua alasannya ICU penuh atau tak ada dokter bedah syaraf.

Ketika mencoba ke RSCM, Gatot Subroto dan RS Thamrin, alasannya sama, ICU penuh.

Dia akhirnya hendak dibawa ke RS Pusat Otak Nasional Jl MT Haryono Cawang, pada Minggu (15/5/2016) pagi pukul 7.30. Dokter disana mau membantu.

Kakak korban kembali ke RS Marinir dengan  tujuan menjemput Reza ke RS Pusat Otak Nasional, pada pukul 8.30. Sayang Reza meninggal pukul 8.20, Minggu pagi.

Fahira mengharapkan agar layanan rumah sakit di Jakarta diperbaiki. Juga kepada keluarga korban, agar selalu diberi ketabahan oleh Tuhan.

Pihak keluarga melalui ayah almarhum Reza, Syamsudin mengatakan ia tak mau kuburan Reza dibongkar untuk otopsi. Ia mengatakan sudah mengikhlaskan kepergian anaknya. (fahiraidris) @baronpskd

 

 

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.