Jumat, 26 April 24

Fachmi Idris, Dedikasi Sang Dokter Aktivis (Bagian 1)

Fachmi Idris, Dedikasi Sang Dokter Aktivis (Bagian 1)

Obsesi dokter satu ini adalah tidak ada lagi orang sakit yang ditolak rumah sakit hanya karena ketiadaan biaya. Karena itu, saat dipercaya memimpin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fachmi Idris all out merampungkan proses transformasi BPJS Kesehatan. Dalam wawancara khusus dengan Majalah Men’s Obsession edisi November 2015 ia menyatakan optimis, tahun 2019 obsesinya itu akan terwujud.

Sepiring makanan ringan plus secangkir teh, menemani kurang lebih satu jam perbincangan Men’s Obsession dengan Fachmi Idris, sosok yang paling bertanggung jawab atas transformasi PT Asuransi Kesehatan atau PT Askes menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saat ini, yang juga menjadi lokomotif pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi rakyat Indonesia.

Dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun ia memimpin, performa BPJS Kesehatan terus meroket. Mulai dari peserta yang terus melonjak, kinerja internal yang meningkat dan kepercayaan masyarakat yang tinggi. Tentu ini adalah buah dari sebuah kerja keras tim di dalamnya. Lelah dan sibuk? Tentu saja. Tapi itu bukan alasan bagi mantan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini untuk tidak bekerja keras dan serius menjalankan gawe besar BPJS Kesehatan.

Sepanjang wawancara pria bersahaja ini kerap menyelipkannya dengan guyonan-guyonan yang cerdas. Maklum, habit-nya sebagai aktivis membuat ia terbuka dan bicara apa adanya. Sehingga suasana menjadi cair.

Memang, satu hal yang patut diacungi jempol dari Fachmi adalah sesibuk apapun ia mengurusi masalah kesehatan ia masih aktif bergiat di berbagai organisasi sosial maupun keagamaan antara lain sebagai Ketua Majelis Pimpinan Pusat ICMI (2011–2016), pengurus pusat Dewan Masjid Indonesia (2012–2017), dan Ketua Koordinator Panti Asuhan/Majelis Taklim di bawah Yayasan HM Ali Agam (2006 sampai saat ini).

Namun jika menelisik perjalanan karir Fachmi Idris hingga saat ini, hanya akan menggiring kita pada satu kesimpulan bahwa pria kelahiran Palembang, 1 Februari 1968 memang seorang yang hidupnya banyak bersentuhan dengan dunia kesehatan. Tengok saja, sejak lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang, ia melanjutkan meraih Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di UI, dan di UI pula ia menyabet gelar Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat UI. Dalam berkarir, mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini juga tak jauh-jauh dari mengurusi masalah kesehatan.

Kecintaannya pada dunia kesehatanlah yang membuat ia tak merasa jengah saat pertama kali menjadi dokter di daerah kecil Sumatera Selatan sampai kemudian lulusan terbaik pascasarjana program Ilmu Kesehatan Masyarakat UI ini menjabat Kepala Puskesmas Makarti Jaya, Sungsang di Sumatera Selatan. Selanjutnya, jabatan demi jabatan di bidang kesehatan ia emban dan laksanakan dengan penuh loyalitas. Sampai kemudian peraih “Life Achievement Award” dari Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia pada 2008 ini mendapatkan penghargaan dari pemerintah dengan disematkannya bintang Satyalancana Karya Satya X pada tahun 2010. Tahun dimana Fachmi juga jadi incaran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk dijadikan Wakil Menteri Kesehatan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid 2 meski kemudian terjadi proses yang membuat ia urung dilantik.

Fachmi tak ‘patah arang’. Ia terus menjalani kiprahnya. Sampai kemudian suami dari Rini Purnamasari ini ditunjuk pemerintah menjadi Direktur Utama PT Askes, yang kemudian bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan. Proses transformasi yang rumit hingga mencapai puncaknya pada akhir 2013 adalah tantangan yang serius dihadapi lulusan dalam program pendidikan reguler Lemhannas RI XLV tahun 2010, ini.

Betapa tidak, ia harus mencermati data kepesertaan, perangkat pendukung, pengalihan aset, liability dan kewajiban korporasi. Sementara di luar sana, pesimisme berbagai pihak terhadap kesiapan PT Askes menjadi BPJS Kesehatan sempat mengganggu konsentrasinya. Namun, karena tekadnya adalah ingin segera melaksanakan sistem ini agar tidak ada lagi orang yang ditolak rumah sakit akibat ketiadaan biaya atau orang jatuh miskin karena sakit, membuat Fachmi pantang menyerah. Dengan ilmunya sebagai mantan ahli dan Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian di Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang membidangi lahirnya BPJS Kesehatan, ini ia pantang menyerah.

Kekurangan memang masih ada dalam transformasi ini dan itu terus ditingkatkan, tapi sulit dibantah kalau ia mampu mendongkrak kepesertaan JKN hingga melampaui target. Ia optimis paling lambat 2019 seluruh rakyat Indonesia telah tercakup dalam sistem ini.

Di ruang meeting bergaya mini bar, ayah tiga orang anak ini menerima Men’s Obsession dan menjawab banyak hal tak hanya terkait soal aktivitasnya di dunia kesehatan, juga soal alasan misterius kenapa ia tak dilantik sebagai Wakil Menteri Kesehatan di era Kabinet Indonesia Bersatu. (Sahrudi)

Baca juga:

Fachmi Idris, Dedikasi Sang Dokter Aktivis (Bagian 2)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.