
Jakarta, Obsessionnews – Wacana evaluasi dan reshuffle kabinet sudah muncul setelah pemerintahan Jokowi berjalan satu semester. Bahkan kalangan pengamat yakni kalau pergantian kabinet pasti dilakukan Presiden Jokowi untuk mencari sosok menteri yang mampu melakukan revolusi mental, menjalankan Trisakti dan Nawacita.
“Bagi saya, itu semua terpulang pada Jokowi sebagai pemegang hak prerogatifnya. Namun kalau benar ada keinginan untuk melakukan pergantian maka ada beberapa hal yang musti dipertimbangkan,” tandas mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, La Ode Ida kepada Obsessionnews, Jumat (17/4/2015).
Menurut La Ode, tidak serta merta Presiden Jokowi melakukan reshuffle namun harus ada hal-hal lain yang perlu juga diperhatikan. Pertama, perlu ada hasil evaluasi kinerja para menteri yang bisa meyakinkan publik bahwa siapa sosok menteri yang perlu atau harus diganti.
“Indikatornya harus jelas. Soalnya dalam waktu enam bulan kerja tentu cukup bagi para figur yang baru menduduki posisi itu, apalagi mereka yang tak perpengalaman banyak dalam memimpin lembaga publik di tengah situasi politik yang kurang kondusif,” katanya.
La Ode menegaskan, dalam melakukan reshufle juga perlu mengutamakan koordinasi antar partai politik (parpol). Yakni, figur menteri yang diganti tentu harus dikoordinasikan dengan parpol asalnya, sehingga tak menambah ketegangan politik baru antara Jokowi dengan pihak parpol asal menteri itu.
“Ini sangat penting karena bagaimana Jokowi yang tak satu parpol yang dikendalikannya, harus tetap perlu dukungan parpol di parlemen. Koordinasi dengan pihak parpol itu bukan berarti harus memastikan bahwa figur pengganti harus berasal dari parpol yang sama. Karena figur pengganti nanti harus siap kerja, tak boleh lagi dari mereka-mereka yang minus pengalaman. Ini memang tak mudah,” tuturnya.
Jumlah anggota kabinet Jokowi ada 34 orang yang terbagi 14 menteri berasal dari parpol dan 20 menteri dari kalangan profesional. Jika dalam reshuffle kabinet Jokowi menempatkan wajah baru maka butuh waktu dalam menyesuaikan diri untuk menuntaskan kinerja masing-masing. Oleh karena itu, La Ode menekankan agar orang yang ditempatkan sebagai menteri memiliki pengalaman pada bidangnya sehingga tidak lama menyesuaikan diri.
Ia menilai, menteri dari parpol seperti sudah jadi konvensi di negeri bahwa menteri harus berasal dari parpol kendati ada parpol yang tak miliki kader handal untuk kelola kementerian atau lembaga negara. “Akibatnya, figur-figur seperti itu perlu belajar atau penyesuaian dulu selama berbulan-bulan, dengan risiko pergerakan dan kinerja lembaganya sangat lambat dan itulah yang terjadi dalam 7 bulan pertama pemerintahan Jokowi ini,” paparnya. (Asma)