Selasa, 16 April 24

Duh, Eksistensi Pelindo tak Diakui

Duh, Eksistensi Pelindo tak Diakui
* Jasa kapal pandu yang selama ini dioperatori oleh Pelindo, menyusul PM 57 Tahun 2015, penyedian jasa pemanduan dan penundaan kini dilaksanakan Otoritas Pelabuhanan. (Obsessionnews.com/ Ari Armadianto)

Surabaya, Obsessionnews – Munculnya berbagai regulasi sektor kepelabuhanan tahun 2015,  menciptakan kewenangan Otoritas Pelabuhan sebagai fungsi penyelanggara pelabuhan dan fungsi pengusahaan pelabuhan. Kondisi tersebut mengancam eksistensi Pelabuhan Indonesia (Pelindo) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang Jasa Kepelabuhanan.

Aktivitas jasa kepelabuhan Indonesia secara umum secara praktis berjalan mandiri (auto-pilot) dari keberadaan UU No 17 Tahun 2008 tentang pelayaran. Pada akhirnya, keberadaan OP kini akan lebih terlihat pada kekuatan otoritas secara komersial, selain kekuatan kewenangan birokrasinya.

“Padahal pemisahan fungsi operator dan regulator sudah dijelaskan pada undang-undang No 17 Tahun 2008. Sekarang ini, dinodai oleh regulator sendiri dengan berbagai macam peraturan,” kata Wakil Ketua Serikat Pekerja Pelindo Indonesia (SPPI) III, Dhany R. Agustian kepada Obsessionnews, Selasa (26/5/2015).

Sebagaimana ketentuan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Otoritas Pelabuhan adalah unit penyelenggara pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.

“Keputusan itu, Pelindo hanya sebagai operator pelabuhan, tidak seperti sebelumnya yang juga sebagai regulasi kepelabuhanan. Karena hanya sebagai operator saja, Pelindo dapat mengelola semua kegiatan usaha kepelabuhanan termasuk kegiatan bongkar muat yang selama ini dikerjasamakan dengan pihak ketiga yakni PBM,” jelas Dhany yang juga menjabat Kepala Humas PT Pelindo III Cabang Tanjung Perak ini.

Jasa kapal pandu yang selama ini dioperatori oleh Pelindo, menyusul PM 57 Tahun 2015, penyedian jasa pemanduan dan penundaan kini dilaksanakan Otoritas Pelabuhanan. (Obsessionnews.com/ Ari Armadianto)
Jasa kapal pandu yang selama ini dioperatori oleh Pelindo, menyusul PM 57 Tahun 2015, penyedian jasa pemanduan dan penundaan kini dilaksanakan Otoritas Pelabuhanan. (Obsessionnews.com/ Ari Armadianto)

Sedikitnya 7 regulasi pemerintah yang dinilai mengkerdilkan Pelindo, yakni PM No 60 Tahun 2014 Jo PM 53 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan dan pengusahaan bongkar/muat dari dan ke kapal, PM 11 No 11 Tahun 2015 tentang penerimaan negera bukan pajak (PNPB) Jo PP No 69 Tahun 2015, PM 23 Tahun 2015 tentang peningkatan fungsi penyelenggaraan pelabuhan pada pelabuhan yang diusahakan, PM 51 Tahun 2015 tentang penyelenggara pelabuhan laut. Serta PM 15 Tahun 2015 tentang konsesi dan bentuk kerjasama lainnya antara pemerintah dan BUP (badan usaha pelabuhan), dan PM 57 Tahun 2015 tentang penundaan dan pemanduan.

“Selain itu, rencana peraturan menteri tahun ini tentang pembatasan harga (charge) kepelabuhanan yang diusahakan oleh BUP pada pelabuhan komersial. Ironinya, peraturan-peraturan itu tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi, yakni undang-undang No 17 Tahun 2008 dan PP 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan,” paparnya.

Menurut Dhany, hal tersebut berdampak pada proses bisnis perseroan. Walaupun volume pelabuhan nasional mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Namun, sedikit banyak akan mematikan keberlangsungan Negara.

“Pas pelabuhan untuk kendaraan pribadi sekitar Rp4.500. Tapi, Pelindo diminta untuk menyetor ke PNPB sebesar Rp9.500. Itu. justru menambah beban baru yang berdampak pada peningkatan biaya logistik,” ungkapnya.

Regulasi sektor kepelabuhanan tahun ini, lanjut Dhany, tidak seiriing dengan program Nawacita yang didengung-dengungkan Presiden Joko Widodo, yang antara lain meningkatkan konektivitas untuk menekan biaya logistik. Namun, justru menjadi titik krusial tidak adanya pengakuan eksistensi Pelindo.

“Kita tidak diangkap lagi sebagai salah satu BUMN penyumbang devisa negara. Kalau BUMN, sekarang kita harus menyetor deviden, kita diminta lagi membayar konsesi dan diminta membayar PNPB. Terus keringat kita mau dinikmati apanya” tegasnya.

Ia menambahkan, untuk tetap dapat melangsungkan usahanya, Serikat Pekerja Pelindo Indonesia akan mengadukan hal tersebut kepada Menko Kemaritiman, menginstruksikan seluruh cabang di Pelindo I-IV untuk tidak melaksanakan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Serta, meminta fatwa kepada Mahkamah Agung dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan Judicial Riview atas UU No 17 tahun 2008.

“Kalau itu pun sudah buntu, tidak ada cara lain yakni melakukan stop operasi. Kita tidak main-main dengan regulasi-regulasi yang melemahkan eksistensi Pelindo,” pungkasnya. (GA Semeru)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.