Minggu, 2 April 23

Ekonomi Jeblok, Industri Harus Diperkuat

Ekonomi Jeblok, Industri Harus Diperkuat

Jakarta, Obsessionnews Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang jeblok pada kuartal I tahun 2015, harus segera diatasi dengan dua agenda mendesak. Mendongkrak kinerja dan percepatan peningkatan daya saing Industri. Baca: Pertumbuhan Terburuk Indonesi Sejak 2009

Demikian saran dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Seperti siaran pers yang diterima Obsessionnews.com, Rabu (5/5).

Seperti telah diberitakan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan 4,7% dibanding kuartal I 2014 yang 5,14%. Salah satunya penyebabnya, melambatnya pertumbuhan di sejumlah negara-negara mitra dagang utama Indonesia, yang berakibat melambatnya pertumbuhan ekspor. Baca juga: BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Turun 0.18%

141189_pelabuhan-peti-kemas-pelindo-ii-tanjung-priok-jakarta_300_225Memang, pemerintah sudah menerbitkan rencana induk pembangunan industri nasional 2015-2035, berupa fasilitas keringanan pajak, mulai 6 Mei tahun ini. Sejalan dengan PP nomor 18 tahun 2015. Tujuannya, mendorong penanaman modal asing dan domestik di sektor pengolahan.

Sebenarnya, menurut Mohammad Faisal, Direktur Penelitian Core Indonesia, pemberian insentif serupa sudah dilakukan empat kali sejak tahun 2000. Dengan diterbitkannya PP nomor 148/2000, PP nomor 1/2007, PP nomor 62/2008 dan terakhir PP nomor 52/2011. Namun, pada PP nomor 18/2015, tidak disebutkan batas minimal investasi yang ditanamkan secara eksplisit.

“Nyatanya pemanfaatan insentif tersebut tidak dimaksimalkan oleh investor. Jumlahnya minim dan didominasi investor asing,” jelas tulis Mohammad.

Salah satu alasan yang membuat demikian, menurut Mohammad , nilai investasi minimal Rp 1 triliun. Selain itu, para investor bukan hanya butuh insentif saja. Masalah yang sering dihadapi justru berada di bagian hulu dan tengah pada kegiatan penanaman modal.

“Seperti proses perizinan yang rumit dan waktunya lebih lama ketimbang negara-negara tetangga,” jelas Mohammad.

Ketersediaan bahan baku dan suplai yang stabil, seperti energi gas dan listrik juga menjadi persoalan. Selain itu, sewa lahan dan proteksi perdagangan seperti yang dialami industri baja nasional juga jadi masalah.

“Padahal di negara-negara saingan kita seperti Tiongkok, insentif tersebut telah diberlakukan secara masif tanpa ada kebijakan yang bersifat multisektoral,” pungkas Mohammad.(MBJ)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.