Jumat, 19 April 24

Sri Mulyani: GDP Indonesia Lebih 1 Triliun Dolar

Sri Mulyani: GDP Indonesia Lebih 1 Triliun Dolar
* Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  menjadi panelis dalam seminar "Managing Financial Shock" yang diselenggarakan oleh Bloomberg di Singapura, Rabu (7/11/2018). (Foto: dok. Sri Mulyani/Faebook)

Jakarta, Obsessionnews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia telah memiliki Gross Domestic Product (GDP)  GDP yang melebihi 1 triliun dolar, pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,1 – 5,3 persen, dan inflasi yang stabil selama empat tahun ini pada seputar 3 persen.

Pemerintah dan bank sentral mencoba untuk meningkatkan pertumbuhan dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan fiskal digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Pemerintah fokus untuk menginvestasikan kepada infrastruktur dan sumber daya manusia.

Sektor swasta juga dilibatkan dalam pembangunan melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Sebagai hasilnya tingkat kemiskinan turun di bawah 10 persen dan gini ratio (tingkat kesenjangan kemiskinan) juga menurun.

 

Sri mengungkapkan hal itu ketika menjadi panelis dalam seminar “Managing Financial Shock” yang diselenggarakan oleh Bloomberg di Singapura, Rabu (7/11/2018). Turut menjadi panelis adalah Managing Director Bank Sentral Singapura Ravi Menon dan mantan Direktur Bank Sentral AS Janet Yellen. Bertindak selaku moderator Clive Crook dari Bloomberg.

Dalam tulisannya di akun Facebooknya, Kamis (8/11), Sri menuturkan pada beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan (impor lebih besar daripada ekspor), namun itu semua dapat dikompensasi oleh banyaknya arus modal ke Indonesia. Sehingga secara keseluruhan tetap terjadi surplus transaksi.

“Namun pada tahun 2018 ini, defisit tersebut tidak bisa terkompensasi dikarenakan larinya arus modal dari Indonesia sebagai dampak normalisasi ekonomi global yang antara lain dengan adanya kebijakan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat. Sehingga sebagai dampaknya terjadi pelemahan pada nilai tukar rupiah,” tandasnya.

Menurutnya, defisit transaksi berjalan bukanlah sebuah dosa, apalagi untuk negara berkembang seperti Indonesia. Sepanjang defisit tersebut memang digunakan untuk impor barang-barang yang produktif.

“Dengan kondisi pembiayaan keuangan yang semakin mahal dan pengetatan likuiditas ini, pemerintah akan menjadi lebih berhati-hati dalam menentukan prioritas dalam projek pembangunan. Ini semua dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dunia yang akan menuju pada kondisi normal yang baru,” ujar Sri. (arh)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.