
Vancouver-Kanada, Obessionnews – Kembali Indonesia diharumkan namanya di Festival Film bergengsi “Canada International Film Festival” dengan menyabet “Rising Star Award” kategori Family Film Competition, Senin pagi (13/4/20 15) di Stadium Club Theater, di pusat kota Vancouver, Kanada
Film “I’M Star” disutradarai oleh Damien Dematra dengan menampilkan para pemeran dari grup band I’M Star (Arya, Abhi, Shinta dan Ervitha) yang menyandang autisme.
Tak hanya itu, acara yang dihadiri oleh ratusan sineas dari seluruh dunia juga menganugerahkan “Rising Star Award” untuk Film Indonesia lainnya yaitu Let’s Play Ghost dalam kategori Film Asing Terbaik.
“Kedua film Indonesia ini bersaing lebih dari 500 film dari lebih dari 30 negara dan dianggap sebagai film dengan kualitas terbaik dan layak memperoleh penghargaan khusus,” kata,” kata Direktur festival, William Young dalam rilis yang diterima Obsessionnews, Senin (13/4/2014).
Film I’M Star memang telah berhasil mempesona berbagai lapisan masyarakat dari Anak-Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) hingga para pemimpin negara.
Menurut Pemeran Utama Natasha Dematra, film I’M Star disamping ceritanya yang sangat menginspirasi, telah membuka mata semua pihak bahwa ABK pun apabila diberi kesempatan, dapat bermain film dengan baik dan bahkan bisa mengalami proses penyembuhan lewat bermain film.
Kemenangan ini lanjutnya, seolah menjadi hadiah buat para penyandang autisme di seluruh dunia karena bertepatan dengan Hari Autisme sedunia yang jatuh pada tanggal 2 April lalu.
Sebaliknya, kemenangan film Let’s Play Ghost, film horor yang tidak mengandalkan “resep paha dan dada” ini menurut sutradara Damien Dematra menjadi tamparan keras bagi perfilman Indonesia, mengingat ironi film ini yang walaupun sudah mengharumkan nama Indonesia di 5 benua dengan memenangkan puluhan penghargaan internasional, namun di negerinya sendiri harus bersusah payah agar bisa ditayangkan di bioskop.
Kurun waktu hampir 2 tahun dalam antrian tanpa kepastian apakah akan ditayangkan atau tidak, semakin membuktikan carut-marutnya sistem tata edar bioskop di Indonesia yang nampaknya lebih berpihak pada film-film asing dibandingkan pada film dari anak bangsa sendiri.
Damien juga memberikan contoh bagaimana film seperti “Fast and Furios 7” yang berbudget lebih dari 3 triliun menelan habis-habisan film-film Indonesia sekelas Tjokroaminoto, Ada Surga di Rumahmu, Filosofi Kopi, dan lain lain.
Hal ini diakibatkan oleh harga tiket yang sama antara film asing dan film lokal, padahal dari segi dana pembuatan sudah berbeda sangat jauh. Hal ini dianalogikan Damien seperti menawarkan Ferrari dengan Mobnas kepada pembeli tapi dengan harga yang sama, itu sama saja dengan menjegal dan menjagal film Indonesia di rumah sendiri.
Lambannya pemerintah dalam menangani persoalan-persoalan di industri kreatif ini membuat Dewan Kreatif Rakyat merasa terpanggil untuk membuat petisi nasional di Hari Film Nasional pada tanggal 30 Maret yang lalu untuk menjadikan film Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Pengumpulan dukungan untuk petisi nasional ini yang hingga kini terus berjalan telah memperoleh lebih dari 18.000 dukungan dan rencananya akan diserahkan kepada Presiden Jokowi apabila telah mencapai 50.000 dukungan. Diharapkan sebelum petisi ini diserahkan, pemerintah terlebih dahulu dapat terketuk hatinya untuk segera membantu dan melindungi film Indonesia yang hampir mati suri.
SINOPSIS I’M STAR
Kehidupan Mella (Natasha Dematra), Ketua OSIS SMA yang gaul dan populer mendadak berubah drastis ketika sekolahnya kedatangan murid-murid berkebutuhan khusus (diperankan langsung oleh anak-anak penyandang autis Arya, Abhy, Shinta, dan Ervitha).
Mella mulai dihantui kenangan tentang adiknya yang diduga autis, yang meninggal dalam kecelakaan mobil, dan ia menjadi dekat dengan para remaja berkebutuhan khusus tersebut.
Kehadiran para remaja autis membuat canggung para guru yang tidak memiliki banyak pilihan karena adanya Peraturan Menteri, dan juga teman-teman Mella. Mama Mella (Anna Tarigan) dan papanya yang biasa hidup dalam rasa apatis pun menentang keras apa yang dilakukannya. Mella pun akhirnya berjuang sendiri membela apa yang dianggap masyarakat sebagai komunitas yang hidup dalam dunia mereka sendiri.
Karena sulit menunjukkan perasaan, para remaja berkebutuhan khusus pun berekspresi melalui musik. Melalui grup band yang dinamakan I’M STAR, dengan bantuan Mella, mereka pun menyatakan diri untuk satu tujuan yang sangat mendasar: sebuah penerimaan.
Berhasilkah para sahabat baru Mella? Akankah akhirnya Mella hanya berjuang sendirian? Sesulit itukah kita menerima mereka yang berbeda? Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, saksikanlah film yang ditunggu-tunggu ini. (Popi Rahim)