Kamis, 25 April 24

DPR Sering Reses Tidak Tepat Sasaran

DPR Sering Reses Tidak Tepat Sasaran

Jakarta, Obsessionnews – Seringnya masa reses yang dilakukan oleh Anggota DPR RI dinilai tidak tepat sasaran, melainkan hanya pada penyerapan anggaran alias habiskan duit rakyat. Masalah lainnya juga mengenai keterbukaan informasi terhadap hasil reses yang dilakukan DPR tidak terekpos. Padahal, DPR adalah perwakilan rakyat yang mesti memperjuangkan hak-hak rakyat.

Ada 35 UU prioritas yang harus diselesaikan DPR dalam tahun 2015. Delapan usulan dari pemerintah dan satu usulan dari DPR. Selebihnya masing-masing dua usulan dari Komisi DPR. Namun dalam satu semester masa kerja DPR 2014-2015, baru tiga RUU yang diselesaikan, yakni RUU Minuman Beralkohol, RUU Penjaminan, dan RUU Tabungan Perumahan Rakyat.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto, menilai kinerja DPR tidak ada apa-apanya hanya sekedar berkunjung ke daerah asal pemilihan (dapil) serta tidak mengintegrasikan perencanaan pusat dan daerah, bahkan programnya tidak tepat sasaran dan lebih mengarah pada korporasi dan tingkat investor.

“Ada catatan kritis kita ketika tiba-tiba kita tidak mengawal ya, pada saat UU MD3 kemudian dulunya itu ada reses empat kali atau lima kali, ada yang dimasukkan 80G bahwa perlu ada penyerapan aspirasi di dapil-dapil. Tapi kalau kita amati proses langsung 80G itu tidak sesuai dengan UU 17 mengenai Keuangan Negara integritas antara pusat dan daerah. Mekanisme reses tidak ada dasar di dalam proses-proses perencanaan penganggaran daerah,” ungkap Yenny di salah satu stasiun televisi swasta nasional, Jumat (26/4/2015).

Sampai sekarang, menurut Yenny, ukuran kinerja DPR itu hanya penyerapan anggaran. “Lagi-lagi tidak ada format dan evaluasi mengenai kinerja output dari kerja itu. Kita sudah lama berteriak mengenai reses yang dilakukan teman-teman di DPR, kita inginkan ada format evaluasi apa sih yang dikerjakan dalam rangka memberikan kontribusi pemikiran di dalam proses perecanaan penganggaran. Ini berkaitan dengan fungsi legislasinya, fungsi budgeting dan fungsi kontrolnya,” tegasnya.

“Sampai sekarang DPR tidak dilihat bagaimana berteriak 5% anggaran untuk kesehatan dari APBN, tapi sampai sekarang kan tidak ada. Ada berapa periode dari tahun 2009 sampai sekarang tidak terwujud dana kesehatan dari APBN. Itu kan bukti bahwa reses ini tidak ada sama sekali menunjukkan kinerjanya dalam memperjuangakan hak-hak rakyat,” kritiknya.

Yenny menegaskan, kalau berbicara keuangan pusat dan daerah ada 11 reformasi fiskal yang harus dikerjakan oleh para anggota DPR. “Kemudian ada UU BUMN, Penjaminan, UU Pendapatan Hasil Daerah dan ini mencoba menekankan kepada kawan-kawan di daerah dalam rangka memperluas ruang fiskal. Karena ada kebijakan di tingkat pusat yang mencoba mengambil-alih bahwa arsip penganggaran ini sudah dilakukan. Itu urgen yang harus dilakukan. Tapi sejauh ini persoalan itu tidak diarahkan ke sana,” bebernya.

Yenny berharap, reses DPR di bulan Mei dapat dilakukan, sebagaimana yang dicontohkan bahwa anggaran BUMN dalam APBN-P 2015 sudah dilontarkan sebanyak 68% dimana Undang-undangnya masih lemah. “Seharusnya, kawan-kawan di DPR mencoba melindungi uang rakyat yang dikelola oleh BUMN, tapi ini sama sekali tidak direspon oleh DPR,” ungkapnya pula.

Hal senada diungkapkan pula olehPeneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Benny Wijayanto. Menurutnya, persoalan reses tidak semata-mata hanya bertemu dengan konstituen para anggota DPR pribadi masing-masing, tapi ada proses yang sifatnya terintegrasi antara satu dengan yang lain. “Ada proses perencanaan ada proses metode, ada proses program yang sesuai Tatib yang baru,” tambahnya.

Ia pun menilai, DPR masih sibuk dengan kepentingannya sendiri, perebutan fraksi, persoalan pribadi. “Itu kan sangat kental di ingatan publik sangat nyata ditambah persoalan sebelumya. Ini kan menambah daftar panjang. Padahal, sekarang ada istilah DPR modern, yang mana basisnya adalah transparansi menjalankan representasi dan juga berbasis teknologi informasi. Kalau di intergrasikan, hal ini akan baik,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi II DPR RI Mohamad Arwani Thomafi menerangkan bahwa perencananan reses mereka telah menyeleksi persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat maupun perkembangan di Kementerian-kementerian. “Saya koreksi bahwa kita reses itu bukan dengan partai tapi dengan komponen masyarakat. Jadi, tidak ada lagi kita mengandaikan acara dengan hanya dalam hal kegiatan partai, tetapi dengan pemerintah dan masyarakat itu sendiri,” belanya.

“Termasuk juga, target yang berkembang di masyarakat, misalnya kami di Komisi II soal tenaga honorer, soal implementasi dana desa, soal hubungan kegiatan musrembang yang ada di derah kita juga ikuti,” kilah Politisi Senayan ini.

Tepatnya pada 25 April sampai 17 Mei 2015, DPR akan melaksanakan reses selama tiga minggu, dengan prioritas kerja selama 9 hari. Perencanaannya Komisi II, lima hari pertama itu kunjungan komisi, kunjungan kerja di beberapa provinsi nanti dibagi tim, kemudian 9 hari di dapil, sisanya sifatnya itu menjadi ‘sunah’, karena kegiatan yang ditentukan itu hanya sembilan hari.

“Kalau sekarang tiga minggu kalau menurut saya cukup dua minggu. Dua hari kegiatan komisi kepentingan dewan, sembilan hari untuk kegiatan di dapil,” tutur politisi dari Partai Persatuan Pembagunan (PPp) asal dapil Jawa Tengah ini. (Asma)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.