
Jakarta, Obsessionnews – DPR melalui Komisi II sepakat agar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak perlu melibatkan masyarakat dalam pembentukan Tim Pemeriksa Daerah untuk mengawasi dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi kabupaten dan kota.
Anggota Komisi II DPR, Arteria Dahlan mengatakan, DKPP cukup menguatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk taat pada Undang-Undang. Sebab, kedua lembaga tersebut sudah diamanatkan untuk menyelenggarakan Pemilu dengan baik, jujur dan adil.
“DKPP hadir dalam konteks memastikan penyelenggaraan pemilu yang taat azas dan sesuai peraturan prrundang-undangan. Tapi harus tetap proporsional dikarenakan TPD hanya merupakan kepanjangan tangan DKPP yang tugasnya terbatas hanya menerima dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu,” kata saat dihubungi, Senin (17/8/2015).
Menurutnya, adanya anggota Tim TPD unsur masyarakat turut campur dalam menyelesaikan persoalan Pilkada harus ditanggapi secara serius. Pasalnya dalam konteks penyelenggaraan Pilkada, TPD dari unsur masyarakat tidak dapat dibenarkan.
”Biarkanlah KPU dan Bawaslu menjalankan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing,” ujarnya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini melanjutkan, tujuan pelarangan TPD ikut tahapan Pilkada agar tidak menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest) sudah diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3) huruf g dan huruf n Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum di Daerah.
Menurutnya, biarlah masyarakat cukup membantu melakukan pengawasan atas pelaksanaan Pilkada, sifatnya masyarakat hanya membantu, namun tidak ikut dalam penyelesaian di dalamnya. Hal ini untuk memelihara nama baik dan kehormatan DKPP.
“TPD boleh hadir dan bekerja tapi productny hanya untuk Bawaslu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Ketua DKPP, Nur Hidayat Sardini mengatakan, DKPP menerima laporan bahwa anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) unsur masyarakat turut memasuki tahapan di Pilkada. Untuk itu, pihaknya mengingatkan kepada anggota TPD unsur masyarakat menghindari terlibat atau melibatkan diri dalam seluruh proses tahapan Pilkada yang berlangsung.
“TPD dari unsur masyarakat tidak boleh turut campur dalam tahapan Pilkada. Biarkanlah KPU dan Bawaslu menjalankan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Apabila ada yang turut campur, kami akan menindak tegas,” kata Nur Hidayat Sardini.
Menurutnya, apabila hal itu dilakukan maka konflik kepentingan dalam Pilkada serentak seperti adanya manipulasi suara dan sebagainya dapat diminimalisir. Sebab, hal itu bisa saja terjadi antara TPD dengan para peserta Pilkada baik calon maupun partai pengusungnya.
“Tujuan pelarangan TPD ikut tahapan Pilkada agar tidak menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest),” ungkapnya.
Dia menjelaskan, TPD unsur masyarakat dibentuk oleh DKPP untuk membantu tugas dan wewenang DKPP dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten atau kota ke bawah.
“Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (3) huruf g dan huruf n Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pemeriksaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum di Daerah,” jelasnya.
Dia memaparkan, tugas pokok dan fungsi TPD yang berasal dari unsur masyarakat tersebut. Pertama, mencegah segala bentuk dan jenis penyalahgunaan tugas, wewenang dan jabatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. “Kedua, menjaga dan memelihara nama baik, kehormatan, dan kewibawaan DKPP,” pungkas Ketua Bawaslu 2008-2011 ini. (Albar)