Selasa, 26 September 23

DPR Kurang Serius, Pengesahan RUU MD3 Harus Ditunda

DPR Kurang Serius, Pengesahan RUU MD3 Harus Ditunda

Jakarta – Pembahasan Rancangan Undang Undang MPR, DPR, DPD RI danDPRD (RUU MD3) kali ini memperlihatkan sebagian besar langkah mundur dari segi proses maupun (usulan) substansi yang beredar. Berbagai usulan yang muncul dari anggota DPR dalam rapat Panitia Khusus (Pansus), Panitia Kerja (Panja) maupun Tim Perumus (Timus) tidak muncul atau minim penjelasan dalam Naskah Akademik maupun naskah RUU MD3 dan Penjelasannya. Konsekuensinya, proses pembahasan RUU MD3 menjadi begitu berliku.

Materi tentang (i) perluasan hak imunitas (ii) restrukturisasi alat kelengkapan DPR (iii) dihilangkannya ketentuan tentang evaluasi kinerja anggota fraksi dan pelaporannya kepada publik maupun keterwakilan perempuan pada pimpinan alat kelengkapan, serta (iv) skema operasionalisasi dan pertanggungjawaban dana program dapil (atau dulunya dikenal dana aspirasi) membutuhkan penjelasan yang memadai. Pilihan memposisikan anggota DPRD sebagai pejabat daerah sangat problematik, padahal yang dibutuhkan adalah merevisi UU No. 12 Tahun 1980.

Oleh karena itu, Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK (Pusat Studi Hukum & Kebijakan) Indonesia,  Ronald Rofiandri, meminta keseriusan dan komitmen para anggota DPR RI tetap ada seperti mendorong keberadaan supporting unit atau dukungan keahlian dan mengangkat hukum acara Badan Kehormatan (BK) ke dalam materi RUU MD3.

“Namun kalah dominan dengan usulan akrobatik seperti perluasan hak imunitas dan birokratisasi proses hukum bagi anggota DPR serta dana program pembangunan dapil. Pertanyaan kritisnya adalah apakah seluruh usulan tersebut berkorelasi dan berkontribusi terhadap reformasi parlemen? Masih diragukan dan perlu pendalaman yang intensif,” ungkapnya.

Di sisi lain, lanjut dia, pada 14 Mei 2014 lalu, Pemerintah dalam pandangannya mempertanyakan keberadaan usulan dan skema dana program pembangunan dapil. “Untuk itu, rencana pengesahan RUU MD3 sebagaimana yang dijadwalkan semula 10 Juli 2014 sebaiknya ditunda. DPR masih menyisakan satu masa sidang lagi, 14 Agustus sampai 30 September 2014,” harapnya. (Pur)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.