Sabtu, 20 April 24

DPD Dukung Solusi Cerdas Subsidi Silang BBM Rizal Ramli

DPD Dukung Solusi Cerdas Subsidi Silang BBM Rizal Ramli

Jakarta – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mendukung penuh gagasan ekonom senior Rizal Ramli seputar solusi atas masalah bahan bakar minyak (BBM). Dia bahkan akan membawa masalah ini dalam rapat  konsultasi dengan Presiden.

“Saya akan usulkan kepada Presiden, agar kebijakan tentang BBM yang  diambil tidak melanggar konstitusi. Gagasan pak Rizal tentang BBM ini sangat cemerlang dan patut didukung secara penuh,” ujar Irman saat menerima kedatangan Rizal Ramli di kantornya, Senin sore (10/11).

Dia juga sepakat dengan Rizal Ramli, bahwa menaikkan harga BBM sebesar Rp3.000/liter akan melanggar konstitusi. Pasalnya, APBN 2015 disusun dengan asumsi US$105/barel. Dengan harga minyak dunia yang sekarang sekitar US$80/barel, maka harga keekonomian BBM hanya sekitar Rp7.500.  Padahal, Mahkamah Kodnstitusi (MK) melarang harga BBM di dalam negeri sesuai mekanisme pasar.

“Jadi, seperti dikatakan pak Rizal, usulan menaikkan harga BBM Rp3.000 berbahaya. Kalau pemerintah tetap melakukan, bisa melanggar konstitusi. Kita tidak ingin itu terjadi. Yang diperlukan adalah kebijakan seperti yang disarankan pak Rizal ini, one for all,” kata Irman.

Pendapat senada juga disampaikan Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto. Dia bahkan mengaku baru mendengar ada konsep alternatif yang begitu cemerlang yang mampu memecahkan persoalan seputar subsidi BBM seperti yang ditawarkan Rizal Ramli.

Untuk itu, dia menyarankan agar penasehat ekonomi Perhimpunan Bangsa Banga (PBB) PBB bersama tiga pemenang nobel perdamaian tersebut menulis surat secara resmi kepada DPD. Isi surat itu adalah solusi-solusi terobosan seputar pemecahan masalah BBM.

“Nanti berdasarkan surat itu, bapak Ketua DPD akan bisa memerintahkan Komite IV DPD untuk melakukan kajian secara serius dan komprehensif. Pak Rizal akan diundang sebagai narasumber. Tolong kami di-brief soal ini agar lebih paham,” kata Sudarsono.

Rizal Ramli datang untuk minta dukungan DPD agar mendesak pemerintah tidak menaikkan harga BBM. Untuk itu dia menyodorkan solusi alternatif yang bisa memecahkan masalah subsidi BBM. Solusi itu antara lain adalah dengan melakukan subsidi silang BBM.

Caranya, lanjut pendiri think tank ECONIT itu, dengan membuat dua jenis BBM, yaitu BBM Rakyat  dengan oktan 80-83 dan BBM Super beroktan 92-94. Sebagai pembanding, di Amerika, oktan general gasolin 86. Bahkan di negara bagian Colorado hanya 83. BBM Rakyat tetap dijual pada harga Rp6.500/liter. Sedangkan BBM Super Rp12.000-Rp14.000/liter.

Data BPH Migas tahun 2013, kelompok menengah bawah mengonsumsi sekitar 55%. Dengan kuota BBM tahun 2015 yang 50 juta kilo liter (kl), maka jatah mereka mencapai  27,5 juta kl. Sedangkan sisanya yang 45% atau sekitar 22,5 juta dikonsumsi kalangan menengah atas. Dengan subsidi silang ini, pemerintah bukan saja tidak perlu mengalokasikan anggaran untuk subsidi BBM, tapi bahkan bisa untung sampai Rp150 triliun.

Menurut Rizal Ramli, sistem subsidi silang BBM ini akan melindungi 86 juta pengguna sepeda motor, 3 juta kendaraan angkutan kota, dan 2 juta perahu nelayan, atau total mencapai 91 unit kendaraan/perahu. Kalau dihitung orang yang dilindungi, angkanya mencapai 150 juta rakyat Indonesia. Mereka ini adalah golongan miskin dan nyaris miskin yang sangat rentan terhadap dampak kenaikan harga BBM.

”Solusi ini juga sekaligus menghapus praktik subsidi BBM yang tidak tepat sasaran karena lebih banyak dinikmati kalangan menengah atas yang tidak berhak. Solusi berupa subsidi silang memungkinkan subsidi BBM jadi betul-betul tepat sasaran, betul-betul untuk rakyat yang membutuhkan,” ungkap Rizal Ramli yang juga Menteri Keuangan era Gus Dur.

Nilai oktan berhubungan dengan ”ketukan” (knocking) yang mempengaruhi kinerja mesin. Semakin rendah nilai oktan, mesin akan lebih sering mengalami ketukan dan sebaliknya. Perbedaan oktan yang tinggi akan membuat pengendara mobil menengah atas takut menggunakan BBM Rakyat. Mereka tidak ingin mesin mobilnya menggelitik karena akan mempercepat kerusakan mesin dan biaya perbaikannya lebih mahal. (Ars)

 

Related posts