Glasgow – Tahun ini merupakan tahun keempat Siwi Wijayanti menjalani puasa Ramadhan 2015 di Glasgow, Inggris Raya. Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Jawa Tengah ini berada di Inggris bertepatan musim panas dimana waktu siang yang jauh lebih panjang dari pada waktu malam.
Waktu puasa Ramadhan di Inggris berlangsung sekitar 19 jam lamanya. Mungkin terpikir alangkah beratnya berpuasa sebegitu lamanya, apalagi saat musim panas. Itu juga yang dahulu terpikirkan oleh Siwi Wijayanti saat belum pernah mempunyai pengalaman puasa di sini.
Siwi Wijayanti sebelumnya terbiasa dengan waktu puasa Ramadhan di Indonesia yang waktunya relatif sama dari tahun ke tahun. Kemudian saat tinggal di Glasgow untuk melanjutkan studi doktoral di University of Glasgow, Inggris Raya, Siwi Wijayanti menjalani puasa Ramadhan dengan waktu yang jauh lebih lama.
Untungnya, walaupun berpuasa di musim panas namun pada kenyataannya suhunya tidak terlalu panas. Di Glasgow, rata-rata suhu harian selama bulan Juni adalah 16 0 C, sementara Juli dan Agustus rata-rata suhu harian 18 0 C dan tertinggi sekitar 23-25 0 C.
“Jadi, tentu saja lebih panas di Indonesia bukan? Kondisi ini menyebabkan walaupun waktu berpuasanya panjang yakni 19 jam namun tidak terlalu kehausan karena suhunya tidak terlalu panas,” ujarnya.
Uniknya jadwal puasa ramadan di Inggris Raya ini membuat Siwi Wijayanti harus bisa mengatur strategi untuk menyesuaikan aktivitas dengan jadwal puasa. Waktu imsak sekitar pukul 2 pagi, sementara waktu magrib untuk berbuka puasa sekitar pukul 22 malam, itupun matahari tidak benar-benar tenggelam. Langit kadang masih benderang walaupun sudah tiba waktu maghrib.
Kemudian jeda waktu magrib dengan subuh sangat pendek, hanya sekitar 4 jam. Jadi, biasanya Siwi Wijayanti tetap terjaga sampai subuh, kemudian usai subuh baru tidur. Berbuka puasa dengan makan besar juga cuma sekali saja, karena saat sahur masih kenyang sehingga seringkali hanya minum dan makan buah-buahan saja.
Bulan puasa kali ini agak sibuk, karena selain tengah menyelesaikan thesis S3 Siwi Wijayanti, Siwi Wijayanti juga berjualan di Bazar Ramadan di Glasgow dan Edinburgh. Karena tidak mendapatkan perpanjangan beasiswa semenjak April, maka Siwi Wijayanti harus mengcover biaya hidup dengan biaya sendiri. Siwi Wijayanti menjual makanan-makanan khas Indonesia seperti nasi rendang, nasi gudeg, sate lilit bali, bakso dan tempe.
Suasana bulan ramadan di Glasgow memang biasa saja seperti bulan-bulan yang lain, tak ada yang istimewa. Berbeda dengan suasana ramadan di Indonesia yang pastinya istimewa. Memang tak ada bedug yang ditabuh semarak untuk menyambut Ramadhan, tak ada hingar bingar euforia di bulan suci ini, tapi Siwi Wijayanti tetap bersyukur dapat menjalani ibadah puasa ramadan di Glasgow dengan nyaman.
Inggris termasuk negara yang menjunjung tinggi toleransi beragama. Selama Siwi Wijayanti tinggal hampir empat tahun di Inggris, belum pernah ada pengalaman yang kurang mengenakkan terkait keagamaan. Bahkan di awal bulan ramadan lalu, Perdana Menteri Inggris Raya, David Cameron secara spesial menyampaikan selamat menjalankan ibadah bagi umat muslim.
Sebagai kaum minoritas di Inggris, Siwi Wijayanti bersyukur masih diberikan banyak kemudahan untuk tetap beribadah di negeri ini. Halal Butcher (tempat menjual daging halal) relatif mudah dijangkau, tempat beribadat untuk sholat berjamaah juga ada di beberapa daerah Glasgow.
Dan tentu saja, walaupun ada rindu suasana bulan ramadan di tanah air, namun merasakan pengalaman berpuasa di luar negeri tentu saja menjadi pengalaman menarik yang akan memperkaya pengalaman hidup Siwi Wijayanti. (Asma)