Jumat, 19 April 24

Dorong Nelayan Melaut, KKP Percepat Tata Kelola Perizinan

Dorong Nelayan Melaut, KKP Percepat Tata Kelola Perizinan

Press Release

 

Jakarta – Guna mendorong nelayan melakukan aktivitas penangkapan ikan dan memperkuat basis data kapal nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) akan mengoptimalkan tata kelola perizinan kapal perikanan. KKP mengambil kebijakan percepatan layanan perizinan kapal perikanan dengan tetap mengedepankan pelayanan prima.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Sjarief Widjaja mengatakan, KKP akan mempersingkat proses perizinan kapal perikanan yang awalnya memakan waktu 20 hari menjadi 5 hari kerja. “Proses perizinan dipersingkat menjadi tiga izin saja, yaitu SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan), buku kapal, kemudian SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan) atau SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan). Kita pangkas semuanya. Prosesnya dipotong menjadi 5 hari kerja, dari yang dulunya 20 hari. Kita akan mempercepat izin kapal, tetapi kita minta adanya kepatuhan para pelaku usaha,” ungkap Sjarief konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/4).

Lebih lanjut Sjarief mengatakan, selama ini para pelaku usaha perikanan mengeluhkan pengurusan perizinan. Izin kapal di atas 30 GT yang dilaksanakan di pusat selama ini membuat pelaku usaha daerah harus menempuh jarak yang jauh. Tak jarang mereka terpaksa menggunakan jasa pengurus sehingga memperpanjang mekanisme perizinan, menambah biaya, dan rentan terhadap kekurang kelengkapan dokumen.

Menurut Sjarief, percepatan layanan perizinan dengan memangkas beberapa proses ini penting untuk mempermudah pelaku usaha atau nelayan kecil kembali melaut akibat permasalahan dokumen perizinan. “Kemarin ada sedikit kegalauan dari nelayan tidak bisa melaut karena tidak diberikan SLO (Surat Laik Operasi). Setelah berdiskusi dengan PSDKP, mereka (PSDKP) mengizinkan, jadi sekarang mereka semua (nelayan) bisa melaut kembali karena SLO sudah diterbitkan kembali,” terang Sjarief.

Sjarief mengakui, transisi perbaikan-perbaikan dokumen kapal akibat markdown dan pelanggaran terus dilakukan. Namun, KKP tetap mengizinkan nelayan kecil beroperasi sambil melakukan perbaikan dokumen perizinan.

Berdasarkan data statistik perikanan tangkap tahun 2014, jumlah kapal perikanan di Indonesia sebanyak 625.633 unit. Dari jumlah tersebut sebanyak 620.671 unit merupakan kewenangan daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten/Kota) untuk kapal berukuran 5 – 30 GT sedangkan 4.964 unit merupakan kewenangan pendaftaran di pusat (> 30 GT).

Pada akhir tahun 2014, sebanyak 1.132 unit kapal dengan ukuran >30 GT buatan luar negeri dimoratorium. Akibatnya, jumlah kapal izin pusat yang mengalami penurunan dari 4.964 unit pada tahun 2014 menjadi 3.160 unit pada tahun 2015. Namun, angka tersebut meningkat kembali setelah adanya pengukuran ulang pada tahun 2016-2017, yaitu sebesar 4.041 unit dengan 595 hasil ukur ulang dan 186 izin baru.

Sjarief mengungkapkan, percepatan perizinan diupayakan untuk menambah jumlah kapal di dalam negeri. Pasalnya, bertambahnya kapal dalam negeri berdampak pada meningkatnya jumlah produksi perikanan tangkap. Data sementara per Desember 2016 menyebutkan, total produksi perikanan tangkap mencapai 6,83 juta ton, dengan nilai produksi Rp125,38 triliun, dari yang sebelumnya 6,52 juta ton, dengan nilai produksi Rp116,31 triliun pada tahun 2015. Nilai tukar nelayan juga meningkat dari 106 poin per Maret 2016 menjadi 110 poin per Maret 2017.

“Peningkatan ini adalah dampak dari kebijakan KKP tentang moratorium kapal asing. Hasil tangkapan ikan nelayan menjadi lebih banyak, pendapatan naik signifikan dan pada akhirnya nelayan nasional lebih sejahtera. Selain itu produktivitas nelayan kecil juga turut meningkat bahkan menurunkan pemakaian bahan bakar minyak di sektor kelautan dan perikanan hingga 36%,” urai Sjarief.

Saat ini, KKP terus melakukan upaya agar proses perizinan berjalan cepat, mudah, transparan dan terkendali, diantaranya melalui Implementasi pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), pelayanan informasi perizinan usaha perikanan tangkap melalui laman: www.perizinan.kkp.go.id dan e-Service.

Sebelumnya, pada tahun 2016 DJPT telah membuka gerai perizinan di 32 lokasi, sementara pada tahun 2017 akan dibuka di 30 lokasi. Hasil pelaksanaan gerai pada tahun 2016 di 32 lokasi tersebut mencapai PNBP sebesar Rp86 miliar, menerbitkan 1.153 SIUP, 1.007 SIPI, dan 44 SIKPI, serta 1.019 BKP.

Sementara itu, hingga tanggal 11 April 2017, DJPT telah melaksanakan gerai perizinan di 11 lokasi yang menerbitkan 539 SIUP, 375 SIPI dan 4 SIKPI dengan total Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp35 miliar. “Minggu ini juga tengah berlangsung gerai perizinan di Palembang, Sumatera Selatan,” tukas Sjarief.

Konsep pelaksanaan gerai perizinan mengusung one stop solution dimana KKP, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara on the spot duduk bersama dalam penerbitan izin di lokasi gerai.

Lebih lanjut Sjarief menguraikan, penataan perizinan terhadap kapal perikanan bukan tanpa alasan, namun dilakukan juga untuk menyelamatkan sumber daya ikan dari kerusakan akibat penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

Mekanisme perizinan tersebut sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia tentang percepatan proses perizinan dan penyederhanaan dokumen kapal perikanan. Peraturan tentang pengurusan perizinan reguler diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

KKP juga terus berkomitmen untuk menindak tegas pemilik kapal ‘nakal’ yang melakukan markdown kapal perikanan. Berangkat dari hal tersebut, KKP mengusung pelaksanaan gerai perizinan untuk penataan ulang kapal perikanan hasil pengukuran ulang.

“Kita harus optimis karena banyak perubahan yang sudah kita lakukan. Salah satunya menata perizinan melalui gerai perizinan kapal hasil ukur ulang di daerah. Tidak ada lagi pemilik kapal yang bisa main-main ukuran kapal karena akan kita tindak tegas,” ucapnya.

Capaian PNBP pada sektor sumber daya alam perikanan pada tahun 2015 tercatat senilai Rp77,47 miliar. Hal ini tak lain karena imbas dari kebijakan KKP memerangi IUUF melalui moratorium kapal asing. Meski demikian, PNBP KKP pada 2016 meningkat menjadi Rp357,88 miliar atau naik sekitar 463% dari PNBP 2015. Peningkatan ini juga terjadi karena dibukanya gerai perizinan untuk pendaftaran dan pengukuran ulang kapal-kapal perikanan, sehingga meningkatkan pemasukan bagi negara.

Sjarief mengaku optimis untuk mencapai target PNBP pada tahun 2017 lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Data DJPT menyebutkan hingga bulan April 2017, realisasi PNBP tercatat sudah mencapai Rp85,49 miliar.

“Jika reformasi perizinan benar, produktivitas akan benar, nilai ekonomi meningkat, dan PNBP kita meningkat. Pastinya bagi hasilnya dengan pemilik dan pelaku nelayan dan ABK-nya juga benar. Kesejahteraan meningkat, perikanan kita juga berkelanjutan,” tandas Sjarief.

Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Kerja Sama dan Humas

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.