
Jakarta – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Anas dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait kasus proyek Hambalang dan atau proyek lainya.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama delapan tahun ditambah denda sebanyak Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama tiga bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Haswandi saat membacakan putusan, Rabu (24/9/2014).
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Anas berupa pembayaran uang pengganti. Uang pengganti yang harus dibayarkan Anas ialah sekitar Rp 119,750 miliar dari Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dollar AS (Rp 62,16 miliar dengan kurs rupiah 11.960).
“Menghukum pula terdakwa Anas untuk membayar uang pengganti kerugian Rp 57.590.330.580 dan 5.261.070 dollar AS,” sambungnya.
Majelis hakim memberikan batas waktu selama satu bulan, apabila dalam jangka waktu tersebut Anas belum sanggup membayar sampai berkekuatan hukum tetap, maka Jaksa KPK akan menyita harta kekayaan Anas untuk dilakukan pelelangan.
“Dalam hal terdakwa tidak punya harta mencukupi, maka akan dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun,” katanya.
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya meminta kepada majelis hakim untuk menghukum Anas15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, serta diminta untuk membayar uang kerugian negara sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS.
Menurut hakim, hal memberatkan, hukuman Anas dianggap tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas KKN, pada saat menjadi anggota DPR etua fraksi, dan ketua umum partai,
Anas juga dianggap tidak mendukung spirit masyarakat, bangsa, dan negara dalam pemberantasan korupsi dan tidak dukung semangat membangun sistem yang bebas dari KKN.
Adapun hal yang meringankan, Anas pernah mendapat penghargaan negara Bintang Jasa Utama pada 1999, belum pernah dihukum, dan berlaku sopan selama persidangan.
Meski sudah dinyatakan terbukti bersalah dan divonis delapan tahun penjara, Anas tetap bersikekeuh membantah dirinya terlibat dalam kasus proyek Hambalang. Oleh sebab itu menurutnya janjinya untuk untuk digantung di Monas sudah gugur dengan sendirinya.
“Tadi malah di putusannya jelas tidak ada kaitannya dengan Hambalang. Jadi justru putusan ini pada bagian itu mengkonfirmasi memberikan legitimiasi yuridis bahwa memang tidak ada kaitan perkara saya ini dengan hambalang,”ujar Anas menanggapi putusan majelis hakim.
Dalam dakwaan Anas disebut, bahwa dirinya telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang sebesar Rp 2,2 miliar dari PT Adhi Karya yang digunakan Anas untuk pencalonan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat. Uang tersebut diambil dari proyek Hambalang.
Namun, Anas menilai dakwaan terkait uang RP 2,2 miliar tersebut perlu diperiksa kembali apakah ada kaitannya dengan proyek Hambalang atau tidak. Menurut Anas, keterangan para saksi selama persidangan mematahkan dakwaan tersebut.
“Kalau keterangan dari saksi saksi tidak ada kaitan dengan Hambalang di persidangan ini,” ujarnya.
Sumpah Kutukan
Dalam proses persidangan ini, Anas menghormati putusan majelis hakim yang telah menghukumnya delapam tahun penjara. Namun, Anas juga meminta kepada majelis hakim agar mau melakukan sumpah kutukan atau mubahalah. .
“Karena ini menyangkut yang saya yakini sebagai keadilan, mohon jika diperkenankan di dalam ujung persidangan yang terhormat ini, saya sebagai terdakwa, tim JPU, dan juga majelis hakim yang mulia melakukan mubahalah, yaitu sumpah kutukan. Mohon izin, saya yakini substansi tentang pembelaan saya sebagai terdakwa, tentu JPU juga memiliki keyakinan,” kata Anas.
Anas tetap menilai, putusan hakim tidak adil karena tidak sesuai dengan fakta persidangan dan alat bukti yang cukup. “Putusan ini tidak adil karena tidak berrdasarkan fakta-fakta persidangan yang lengkap sehingga bisa dipertanggungjawabkan,”terangnya.
Sumpah kutukan ini diminta oleh Anas, agar pihak mengatahui siapa nantinya yang bersalah dalam kasus ini. ”Sebagai terdakwa, saya mohon diizinkan di majelis ini dilakukan mubahalah, siapa yang salah dialah yang sanggup terima kutukan,” katanya.
Namun, Ketua Majelis Hakim Haswandi tidak menanggapi permintaan Anas tersebut. Majelis hakim langsung membubarkan diri. “Dengan ini persidangan selesai,” tutupnya. (Abn)