
Jakarta – Pemerintah memprediksi, serangan El Nino yang menyebabkan kemarau panjang, akan berdampak pada kegagalan panen di sentra-sentra penghasil beras di Indonesia, Agustus dan September. Sehingga pemerintah bersiap untuk impor beras.
El-Nino adalah fenomena alam yang diakibatkan oleh meningkatnya suhu muka laut di sekitar Pasifik Tengah dan Timur sepanjang ekuator yang memicu munculnya anomali cuaca.
Pada 1997, El Nino yang melanda Indonesia berdampak pada munculnya kemarau panjang yang sangat kering, sehingga tak hanya petani mengalami yang gagal panen, tapi juga memicu kebakaran hutan dan lahan hingga seluas 2,12 juta hektar di Sumatera dan Kalimantan
“El Nino (yang menyerang Indonesia pada 2014/2015 ini) berdampak moderat, dan akan sangat berpengaruh pada gagalnya panen beras,” ujar Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi dalam jumpa pers di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (2/7/2014).
Mantan Dubes Jepang itu menambahkan, jika dampak El Nino membuat produksi gabah yang dihasilkan petani berada di level 5%, maka pemerintah akan membuka keran impor untuk komiditi ini. Namun bisa juga keran impor dibuka jika produksi beras berada pada level 10-11% seperti pada 2007.
“Jadi, kita lihat acuan sebelumnya, yakni pertumbuhan dari hasil gabah kita, dan (dampak) terjadinya El Nino di masa lalu,” ungkap Lutfi.
Ia menambahkan, untuk mengatasi dampak El Nino terhadap kesediaan beras, salah satu solusinya adalah meminta Perum Bulog untuk melakukan antisiapsi dan memperkuat cadangan beras dalam negeri.
Menurut data, pada 2013 silam dengan jumlah penduduk mencapai 235 juta orang, kebutuhan beras dalam negeri mencapai 32.665 juta ton. Dari target sebanyak 72 juta ton GKP (gbah kering panen) padi atau setara dengan 39,6 juta ton beras, terealisasi 69,27 juta ton GKP atau setara 38.098.500 ton beras.
Tahun ini, pemerintah menargetkan menghasilkan beras sebanyak 43.046.000 ton beras untuk kebutuhan yang diperkirakan hanya mencapai 33.013.000 ton. Atau surplus 10 juta ton. (rei)