Jumat, 19 April 24

Dirjen Tata Ruang: Pelaksanaan PP Nomor 21 Tahun 2021 Agar Masyarakat Memahami Tata Ruang

Dirjen Tata Ruang: Pelaksanaan PP Nomor 21 Tahun 2021 Agar Masyarakat Memahami Tata Ruang
* Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Abdul Kamarzuki. (Foto: Hms ATR/BPN).

Jakarta, Obsessionnews – Pemerintah secara resmi telah menerbitkan aturan turunan juga aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan empat Peraturan Presiden (Perpres), salah satunya adalah PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Untuk menyebarluaskan informasi serta menyamakan persepsi antar pemangku kepentingan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyelenggarakan sosialisasi kebijakan tersebut di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (03/05/2021).

Kegiatan sosialisasi ini diikuti secara langsung dengan menerapkan protokol kesehatan oleh jajaran Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta, Kantor Pertanahan se-DKI Jakarta dan Pemerintah Daerah pada kawasan Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Hadir sebagai narasumber pada kegiatan ini, Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Abdul Kamarzuki didampingi Kepala Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta, Dwi Budi Martono dan Plt. Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Vera Revina Sari serta dimoderatori oleh Direktur Perencanaan Tata Ruang Nasional, Dwi Haryawan.

Pada kesempatan ini, Dirjen Tata Ruang menegaskan bahwa UU CK dan PP Nomor 21 Tahun 2021 dapat memberi kepastian perizinan berusaha karena pada PP Nomor 21 Tahun 2021 memiliki terobosan-terobosan dalam kebijakan penyelenggaraan penataan ruang, antara lain penyederhanaan produk Rencana Tata Ruang (RTR), integrasi tata ruang darat dan laut, percepatan penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan juga Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta adanya mekanisme baru Kesesuaian Kegiataan Pemanfaatan Ruang (KKPR) untuk kegiatan berusaha dan nonberusaha.

Lebih lanjut, ia menjelaskan salah satu terobosan dalam PP baru ini adalah Rencana Tata Ruang (RTR) sebagai landasan KKPR sebagai dasar perizinan yang posisinya berada di hulu, sehingga saat ini RTR menjadi acuan tunggal (single reference) di lapangan. “UU Cipta Kerja juga mengamanatkan untuk mengintegrasikan tata ruang laut dan darat menjadi satu, salah satunya dengan integrasi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) ke dalam RTRW Provinsi. Dengan integrasi ini, diharapkan tidak akan ada produk tata ruang yang berjalan sendiri-sendiri sehingga tumpang tindih perizinan pun dapat dihindari,” kata Abdul Kamarzuki.

Terobosan berikutnya dikatakan Abdul Kamarzuki yaitu berada dalam proses penyusunan dan penetapan RTR. Sebelum PP ini dibentuk, jangka waktu penyusunan dan penetapan RTR tidak dibatasi sehingga terdapat daerah-daerah yang tertinggal karena proses penyusunan RTR-nya memakan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, PP ini menetapkan jangka waktu untuk penyusunan RTRW paling lama 18 bulan, sedangkan RDTR paling lama 12 bulan. Hal ini dilakukan Pemerintah Pusat sebagai dorongan untuk Pemerintah Daerah agar setiap daerah memiliki RTR masing-masing sehingga dapat melaksanakan mekanisme KKPR dan mempercepat investasi yang masuk ke daerah tersebut.

Dirjen Tata Ruang juga mengatakan pelaksanaan PP Nomor 21 Tahun 2021 menuntut masyarakat agar mulai memahami tata ruang. “Dengan terintegrasinya produk RTR dengan sistem OSS, daerah yang sudah memiliki RDTR dapat langsung memproses penerbitan KKPR dengan lebih cepat. Mekanisme ini membuat produk tata ruang menjadi lebih mudah untuk diakses publik dan transparan. Ke depannya, diharapkan semua elemen masyarakat dapat memanfaatkan ruang dengan lebih patuh sesuai rencana tata ruang, sehingga dapat terwujud penyelenggaraan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan,” jelas Abdul Kamarzuki.

Untuk diketahui, dengan berlakunya PP Nomor 21 Tahun 2021, penyelenggaraan penataan ruang di daerah nantinya akan dikawal oleh asosiasi profesi dan asosiasi akademisi. Hal ini diberlakukan karena untuk mendukung inklusivitas masyarakat dalam aspek perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang, maka dibentuk Forum Penataan Ruang di daerah.

“Forum ini nantinya akan beranggotakan unsur pemerintah daerah, perwakilan asosiasi profesi, perwakilan asosiasi akademisi dan tokoh masyarakat serta bertugas memberikan pertimbangan kepada kepala daerah dalam menyikapi berbagai dinamika yang terjadi di lapangan. Dikarenakan pentingnya peran Forum Penataan Ruang di daerah, maka Pemerintah Daerah Provinsi serta Kabupaten/Kota diharapkan untuk segera membentuk Forum Penataan Ruang paling lambat 12 bulan setelah Peraturan Menteri tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang berlaku. Dengan demikian, rencana tata ruang dapat mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,” imbuh Dirjen Tata Ruang.

Sebagai tuan rumah, Plt. Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Vera Revina Sari menyambut baik dilangsungkannya peninjauan Kembali RTRW dan RDTR di seluruh kecamatan di DKI Jakarta. Mewakili Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Ia berharap dengan diberlakukannya PP Nomor 21 Tahun 2021 dapat menjadi suatu arahan yang bisa diinterpretasikan dengan tepat. “Jadi diharapkan tidak ada intrepretasi yang berbeda baik dalam hal prosedur yang dilewati, substansi dan juga mungkin penyusunan rencana,” ucapnya. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.