Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

Diplomasi Nice Guy, Antara Kenyataan atau Ilusi Prabowo?

Diplomasi Nice Guy, Antara Kenyataan atau Ilusi Prabowo?
* Jokowi dan Prabowo Subianto dalam debat capres keempat. (Foto: Indonesiainside.id)

Jakarta, Obsessionnews.com – Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Arrmanatha Nasir membantah pernyataan Calon Presiden Prabowo Subianto yang dalam debat keempat menyinggung soal ‘diplomasi nice guy’ atau diplomasi yang hanya bertemu dan senyum-senyum. Tata, panggilan akrabnya, menyebut peran diplomasi Indonesia justru diakui oleh dunia.

“Peran diplomasi Indonesia empat tahun terakhir diapresiasi dan dihargai masyarakat internasional,” kata Tata kepada wartawan, Minggu (31/3/2019).

Diplomasi nice guy yang dilontarkan Prabowo dinilai hanya sebagai ilusi alias tidak berdasar. Karena itu, Tata membeberkan sejumlah peran diplomasi Indonesia yang diakui dunia. Antara lain memperjuangkan kemerdekaan dan membantu rakyat Palestina, peran Indonesia dalam isu Rakhine State di Myanmar, serta peran dalam mengembangkan konsep Indo-Pasifik yang mengedepankan kerja sama untuk menjaga perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan kawasan ASEAN.

“Peran Indonesia dalam melindungi pekerja migran di ASEAN, peran Indonesia dalam kerja sama sub-regional untuk menanggulangi foreign terrorist fighters di kawasan,” imbuh Tata.

Tata juga menyebutkan pencapaian Indonesia yang berhasil menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Hal itu menurutnya juga sebagai bukti peran Indonesia dalam diplomasi.

“Terpilihnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB adalah salah satu bentuk pengakuan peran dan kontribusi diplomasi Indonesia selama ini,” tuturnya.

Kontribusi diplomasi Indonesia dalam empat tahun terakhir yang diapresiasi dan dihargai dunia, disebut Tata, antara lain meliputi perjuangan kemerdekaan dan membantu rakyat Palestina, peran Indonesia dalam upaya mendukung perdamaian di Afghanistan.

Selain itu mengembangkan konsep Indopasifik sehingga ASEAN memiliki konsep bersama Indopasifik yang mengedepankan kerja sama untuk menjaga perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan kawasan, melindungi pekerja migran di ASEAN, dan peran Indonesia dalam kerja sama sub-regional untuk menanggulangi foreign terrorist fighters di kawasan.

Pernyataan Prabowo soal ‘diplomasi nice guy’ juga mendapat kritikan politikus PDIP, Charles Honoris. Menurut Charles, sikap yang ditunjukkan Prabowo saat debat semalam itu, tidak layak ditunjukkan seorang capres. Charles mengatakan, peran Indonesia dalam kancah internasional saat ini sudah semakin diakui. Baik perannya sebagai salah satu negara muslim terbesar di dunia, maupun dalam mewujudkan perdamaian dunia. 

“Seperti kata Presiden Jokowi, RI memainkan peran sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Misalnya, peran RI yang terus konsisten memperjuangkan kemerdekaan dan membantu rakyat Palestina, dan juga peran RI dalam meredakan konflik di Rakhine State, Myanmar, sebagaimana diminta oleh PBB,” katanya. 

Bahkan, kata Charles, diplomasi ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi juga menorehkan pencapaian yang mengagumkan. Indonesia telah mampu memberi kontribusi bagi perekonomian negara. 

“Misalnya ekspor 250 kereta api oleh PT INKA ke Bangladesh dengan nilai kontrak sekitar USD 100,9 juta dan berikutnya Filipina yang sudah meneken kontrak sebesar USD 52,8 juta. Belum lagi ekspor bus yang juga mulai dilakukan ke negara tetangga,” ujar Charles.

Karena itu, menurut anggota DPR Komisi I itu, debat semalam menunjukkan perbedaan sikap dan pendekatan dalam hubungan internasional yang mencolok antara Jokowi dan Prabowo. Jokowi lebih mengedepankan diplomasi dan multilateralisme. Sedangkan Prabowo mengedepankan hard power dan militerisme. 

“Pendekatan hard power dan militerisme cenderung diambil oleh negara-negara diktator dan fasis seperti Nazi Jerman, dan sebagainya. Tentu pendekatan diplomasi hard power ini sudah ketinggalan zaman,” kata Charles. 

Sebelumnya, Prabowo Subianto menyoroti diplomasi internasional pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang kini menjadi rivalnya di arena Pilpres 2019. Menurutnya, Indonesia selama ini menerapkan diplomasi ‘nice guy’. 

Prabowo menyampaikan hal itu di depan Jokowi, di arena debat capres ke-4 di Hotel Shangri-La, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Konteks kritiknya berawal dari apresiasi terhadap kerja diplomasi luar negeri Indonesia dalam isu Rohingya, isu yang dikemukakan Jokowi sebelum Prabowo mendapat kesempatan berbicara.

“Kalau negara kita tidak kuat, dia senyum sama kita. Memang tugasnya diplomat. Sebuah diplomat dibayar untuk menjadi orang baik, tapi dia tidak segan, dia hitung kekuatan kita,” kata Prabowo.

Namun diplomasi yang ramah di mata negara-negara tetangga itu menurut Prabowo tidak cukup. Indonesia belum mendapat penghormatan dari kalangan internasional. Sampai-sampai wartawan internasional menyatakan Indonesia adalah bangsa yang berpotensi menjadi bangsa yang besar dan akan terus berpotensi saja, bukan menjadi besar dalam artian sebenarnya. Maka diplomasi tidak cukup hanya berhenti pada level menjadi ‘nice guy’ yang senyam-senyum saja.

“Saya kembali menganggap ada hal yang mungkin Bapak tidak merasakan bahwa sebenarnya kita tidak terlalu dihormati di luar Indonesia, kita tidak terlalu dihormati di luar Indonesia. Karena kita tahu, Indonesia ini ya selalu utang banyak, mata uang lemah, ya kan, impor makan, negara agraris impor makan, luar biasa. Di mana kita dihormati, maaf, pemerintah pasti protokol yang jemput. Kita rakyat biasa, kita tidak dihormati di ASEAN, kita tidak dihormati oleh komunitas,” ujar Prabowo. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.