Sabtu, 3 Juni 23

Diperiksa Penyidik Polri, Kompolnas Merasa Dilecehkan

Diperiksa Penyidik Polri, Kompolnas Merasa Dilecehkan

Jakarta – Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh penyidik Badan Reserse Kriminal (Bereskrim) Polri yang memeriksa dirinya terkait tuduhan fitnah terhadap institusi Polri saat memberikan pernyataan di media televisi beberapa waktu lalu.

“Ketika kami diproses juga, kami harapkan yang memeriksa adalah direkturnya, ya setaralah. Kami kan ada MoU (memorandum of understanding) bahwa kami diperlakukan seperti bintang tiga nih,”  ujar Adrianus saat bertemu koalisi masyarakat sipil di Kantor Kompolnas, Rabu (27/8/2014).

Saat menjalani pemeriksaan di Bareskrim Selasa (26/8), Adrianus merasa dilecehkan karena yang memeriksa dirinya tidak sesuai dengan pangkatnya. Sehingga ia kecewa dengan tindakan Polri. “Ini bukan bintang tiga malah AKP (ajun komisaris polisi) yang memeriksa. Jadi, ya nelongso juga ya. Belum sampai substansi hukum saja secara kehormatan kami sudah ditelanjangi,” sesalnya.

Terlebih lagi ketika dia mengatahui, ternyata yang melaporkan dirinya ke Bareskrim adalah seorang PNS wanita yang bekerja di bagian Humas Polri. Ia melihat hal ini sebagai keanehan. Pasalnya, lembaga setingkat Kompolnas yang mempunyai tugas mengawasi kinerja Polri justru dilaporkan seorang PNS. “Lalu kepentingan PNS itu apa? Mestinya kalau mau petinggi Polri yang melaporkan,” ujar Adrianus mempertanyakan.

Sementara itu, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari aktivis LSM dan pengamat politik seperti Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti, Peneliti Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, aktivis Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Sihol Manulung dan juga pengamat politik UI Bonie Hargen, menolak kriminalisasi Kompolnas yang dilakukan oleh Polri.

Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti menilai Polri tidak punya landasan hukum yang kuat untuk memanggil Adrianus. Pasalnya, apa yang dikatakan Adrianus adalah bagian dari cara kerja Kompolnas untuk mengawasi kinerja Polri.

“Kompolnas ini lembaga independen, yang tugasnya mengawasi kinerja Polri. Kalau memang ada anggotanya yang diduga terlibat kasus korupsi, ya harusnya itu dianggap bagian dari laporan yang harus didalami oleh Polri. Bukan malah dikriminalisasi,” tegas Ray.

Ia pun menganggap Polri sudah menjadi lembaga yang anti kritik dan otoriter. Terlebih jika berani menjadikan Adrianus sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Menurut Ray, posisi Kompolnas seakan-akan berada di bawah Polri, padahal Kompolnas dibentuk oleh Undan-Undang yang setara kedudukannya dengan lembaga negara yang lain.

“Bahkan, Kompolnas ini bisa sama kedudukannya dengan presiden. Karena ini komisi yang dibentuk secara indepeden,” tegasnya.

Adrianus sendiri juga menolak dikatakan telah memfitnah Polri. Ia merasa apa yang ia sampaikan di televisi adalah berasal dari laporan masyarakat yang konten menyoroti mengenai kinerja Polri. Dan mestinya, pernyataannya itu bukan dianggap sebagai fitnah tapi laporan yang harus didalami oleh Polri karena tugas Kompolnas adalah sebagai pengawas.

Diketahui, ‎dalam wawancara dengan Metro TV, Adrianus menyebutkan Kepolisian RI (Polri) terkait dengan kasus suap Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Murjoko Budoyono. Bahkan, Adrianus menyebut Bareskrim Polri sebagai anjungan tunai mandiri (ATM), sehingga di badan itu berpotensi terjadi penyimpangan.

Murjoko dan Ajun Komisaris Polisi Dudung diduga menerima suap sebesar Rp6,5 miliar dari bandar judi online berinisial AI, DT, dan T. Mereka mendapatkan uang tersebut karena membantu membuka rekening ketiga orang itu yang diblokir Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat pada 2013. (Abn)

 

Related posts