Kamis, 25 April 24

Di Antara 2 Pilihan

Di Antara 2 Pilihan

Oleh: Ustadz Felix Siauw, Pengemban Dakwah

 

Tidak ada yang netral dalam hidup ini. Kalau kita tidak sedang memperjuangkan kebaikan, maka kita sedang melanggengkan keburukan. Kita tak bisa netral.

Sering kali hidup memang dua pilihan saja, hitam putih, surga neraka, pahala siksa, lelaki wanita, iman kafir, dan sebagainya. Dan memang kita harus memilih salah satunya.

Anggaplah hidup manusia seperti tanah kosong. Bila tidak ditanam bunga, yang muncul ya rerumputan dan alang. Tidak ada kata netral dalam hidup sebenarnya.

Sama persis seperti diri kita, bila kita tidak melatih kebiasaan baik, maka diri kita akan penuh kebiasaan buruk tanpa kita sadari. Bila kita tak memaksa rajin, kita malas.

Sama seperti negeri ini, pasti punya kecenderungan, walau selalu dikatakan ‘netral’. Pertanyaannya ke mana negeri ini mengarah? Apakah pada kebaikan atau keburukan?

Dalam Islam, bila tidak sedang taat wahyu, artinya kita sedang ikut nafsu. Bila kita tidak mengajak orang pada kebaikan artinya kita menyetujui keburukan.

Sama seperti negeri ini, harus punya identitas, agar tidak mencla-mencle dan jelas arahannya. Sayang saat ini banyak orang yang ingin mengubah haluan negeri.

Akar negeri ini adalah Islam. Perlawanan pada penjajahan juga atas nama jihad. Pun saat dimerdekakan disebut nama Allah, mereka yang rembuk juga mayoritas Muslim.

Lalu bagaimana mungkin ada yang keberatan dan protes bila kaum Muslim ingin menjalankan perintah agama di negeri yang sudah dialiri oleh darah mereka sendiri?

Jadi sebenarnya saat mereka mengatakan “Ini negara bukan milik satu kelompok atau satu agama saja”. Sejatinya mereka tak ingin kaum Muslim taat pada Allah secara total.

Masalahnya, agama kita punya aturan lengkap dari cara sujud sampai ekonomi, mereka tak punya begitu. Jadi kata-kata itu wajar bagi mereka tapi merugikan kita.

Ingat, saat melaksanakan ajaran agama di negeri ini ingin dicitrakan intoleran, sebenarnya di saat yang sama mereka ingin arahkan kita agar ikut aturan mereka.

Waspada pada penjajahan pemikiran, yaitu kita dijauhkan dari Islam dengan jargon-jargon dan doktrin semisal toleransi, pluralisme, sekulerisme, dan semuanya kebablasan.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.