Rabu, 17 April 24

Desakan Hapus UN Menguat

Desakan Hapus UN Menguat

 A.Rapiudin
Jakarta– Kebijakan pemerintah yang masih menggunakan  Ujian Nasional (UN) sebagai penentu kelulusan siswa sekolah terus mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, apalagi setelah tertundanya pelaksaan UN di 11 provinsi.  Berbagai desakan agar UN dihapus juga terus bermunculan.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar memerintahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh untuk tidak menyelenggarakan UN lagi pada tahun depan.  “Ini adalah UN terakhir. Kekisruhan pelaksanaan UN 2013 harus menjadi momentum menghapus UN,” tegas Retno di Jakarta, Sabtu (20/4).

Menurutnya, banyak  pengaduan dari berbagai daerah terkait pelaksanaan UN kali ini. Salah satunya adalah soal UN yang difotocopy lantaran naskahnya kurang. Ini terjadi Riau, Sumatera  Utara, dan Banten.

“Ini berpotensi merugikan siswa karena LKJN UN yang difotocopy kemungkinan tidak terbaca oleh sistem penilaian komputerisasi, sehingga siswa bisa saja dinyatakan tidak lulus. Apalagi, soal dan jawaban satu paket dari percetakan dan memiliki kode masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya,” katanya.

Anggota Komisi X DPR Herlini Amran juga punya pandangan yang sama. Ia mengaku, sejak awal pihaknya sudah meminta pemerintah agar menghapus UN sebagai penentu kelulusan siswa. Mekanisme penentuan kelulusan siswa sebaiknya dikembalikan kepada sekolah masing-masing.

“Apalagi, dengan kisruh UN tahun ini, maka selanjutnya tidak perlu ada UN lagi. Kami di Komisi X DPR akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan UN,” ujarnya.

Koleganya di Komisi X DPR, Itet Tridjajati Sumarijanto menilai, UN tidak memberikan kenyamanan bagi sebagian siswa di beberapa daerah lantaran standarnya disamakan dengan pusat. Kondisi ini jelas membuat pelajar di pelosok daerah mengalami kesulitan menjawab soal-soal UN.

Anggota Komisi X DPR lainnya, Zulfadhli mengatakan, keberadaan UN  sebaiknya ditinjau kembali kelayakannya dalam sistem pendidikan nasional. Masyarakat, katanya, bisa mengajukan masalah ini ke Mahkamah Agung (MA) untuk melakukan peninjauan kembali apakah UN masih layak dipakai sebagai standar kelulusan siswa atau tidak.

Tak hanya DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga mempertanyakan UN sebagai penentu kelulusan siswa. Menurut anggota DPD  Istibsjaroh, hasil akhir  sekolah tidak hanya ditentukan oleh UN, tetapi oleh pendidik dan sekolah. Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal  58, pendidik dan sekolah berhak memberikan nilai sebesar 40 persen  kepada siswa.

Sementara itu, menanggapi desakan agar UN dihapus, Mendikbud Muhammad Nuh mengatakan,  tidak mungkin menghapus UN. Sebab, UN merupakan penentu kelulusan siswa dari sekolah.

“Terus anak-anak mau ujian pakai apa? Harus ujian dong,” tandasnya. (rud)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.