Jumat, 19 April 24

Demo Berlanjut di Myanmar, Meski 38 Tewas Ditembak Aparat

Demo Berlanjut di Myanmar, Meski 38 Tewas Ditembak Aparat
* Demo terus berlanjut di Myanmar meski banyak yang ketembak mati. (Foto: New Straits Times)

Myanmar saksikan hari paling berdarah, Rabu (3/3/2021),  aparat muncul dengan peluru tajam dan mulai menembak warga sipil, namun demonstran tetap turun ke jalan.

Para demonstran anti-kudeta kembali turun ke jalan di kota-kota Myanmar pada Kamis (4/3), sehari setelah PBB mengatakan 38 orang meninggal akibat tindakan aparat keamaman.

Di kota terbesar Yangon, para pengunjuk rasa memasang barikade dengan ban-ban dan kawat berduri.

 

Sejumlah laporan mengatakan polisi menggunakan tembakan dan gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa namun belum ada laporan korban pada Kamis ini.

Kekerasan yang terjadi pada Rabu (03/03) adalah yang terparah dan paling berdarah sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu, dan menuai kritik dari PBB, kelompok hak asasi manusia dan sejumlah pemimpin dunia yang menyebut sebagai “kekerasan brutal”.

 

Sementara itu di Mandalay, massa berkumpul untuk pemakaman remaja perempuan berusia 19 tahun yang ditembak mati dalam protes sehari sebelumnya.

Kyai Sin, yang dikenal dengan panggilan Angel, termasuk salah seorang dari 38 orang yang meninggal dalam protes Rabu (03/02). Orang berdiri di pinggir jalan sepanjang prosesi pemakaman Angel.

Warga menyanyikan lagu patriotik dan meneriakkan slogan anti kudeta, lapor kantor berita Reuters.

 

Gambar remaja yang mengenakan kasus bertuliskan “Everything will be OK” (semua akan baik-baik saja) menjadi viral.

Angel menyadari bahaya ikut protes dan ia menulis jenis darahnya di Facebook dan meminta agar organ tubuhnya didonasikan bila ia meninggal.

Banyak warga memujinya di media sosial dan banyak yang menyebutnya “pahlawan.”

Dewan Keamanan PBB akan menyelenggarakan pertemuan guna membicarakan situasi di negara itu Jumat (5/3).

 

Utusan PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan banyak gambar-gambar yang mengejutkan.

Para saksi mata mengatakan aparat keamanan menggunakan peluru karet dan tajam.

Schraner Burgener mengatakan paling tidak 50 orang meninggal “dan banyak yang terluka” sejak kudeta dilancarkan.

Di satu gambar video – kata Burgener – polisi terlihat memukuli tenaga medis sukarelawan. Sementara tayangan video lain menunjukkan demonstran ditembak dan mungkin terbunuh di jalan, katanya.

“Saya bertanya kepada pakar senjata dan mereka dapat memastikan ke saya. Tidak jelas namun tampaknya senjata kaliber 9mm digunakan, jadi peluru tajam,” katanya.

Protes besar dan pembangkangan sipil ini terjadi di seluruh Myanmar sejak militer melakukan kudeta.

Di Mandalay, seorang mahasiswi mengatakan kepada BBC, demonstran terbunuh di dekat rumahnya.

“Saya rasa sekitar pukul 10:00 atau 10:30 pagi, polisi dan tentara datang ke kawasan itu dan mereka mulai menembaki warga sipil. Mereka tidak memberikan peringatan apapun kepada warga sipil.

“Mereka langsung muncul dan mulai menembak. Mereka menggunakan peluru karet namun mereka juga menggunakan peluru tajam untuk membunuh warga sipil dengan cara keji,” tambahnya.

 

Pihak militer belum memberikan komentar atas kematian para demonstran.

Pada Rabu kemarin (3/3), sedikitnya 38 orang meninggal di Myanmar dalam rangkaian bentrokan antara aparat keamanan dan demonstran, yang digambarkan PBB sebagai “hari paling berdarah” sejak kudeta terjadi sebulan lalu.

Utusan khusus sekjen PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan, hari Rabu adalah hari yang paling berdarah.

“Hari ini adalah hari yang paling berdarah sejak kudeta militer pada 1 Februari,” kata Schraner Burgener.

 

Menurutnya, sedikitnya 50 orang telah tewas “dan banyak lainnya terluka” sejak kudeta dimulai.

Dia juga mengatakan agaknya pasukan keamanan menembak dengan peluru tajam.

“Satu video menunjukkan seorang pengunjuk rasa diambil lalu ditembak dari jarak dekat oleh aparat keamanan. Mungkin sekitar satu meter. Sepertinya korban ini meninggal dunia,” ungkapnya.

Dia kemudian meminta pendapat ahli senjata, yang disebutnya “membenarkan bahwa polisi menggunakan senjata organik dan mereka menggunakan peluru tajam”. (Red)

Sumber: BBC News

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.