Minggu, 2 April 23

Cegah Eksekusi Mati, PBB Kampret dan Sontoloyo

Cegah Eksekusi Mati, PBB Kampret dan Sontoloyo

Jakarta, Obsessionnews – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengecam sikap Sekjen PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) Ban Ki Moon yang meminta Indonesia membatalkan eksekusi hukuman mati terhadap sejumlah warga negara asing pelaku narkoba. Pasalnya, pihak PBB tidak pernah meminta pembatalan TKI yang dieksekusi mati akibat korban trafficking (perdagangan manusia).

PBB juga diam saja ketika politisi, wartawan dan aktivis dihukum mati di Mesir hanya karena perbedaan pendapat. Sedangkan di Indonesia ekskusi mati sudah berada di jalan yang benar, karena pelaku narkoba adalah penjahat yang sangat merugikan bangsa mana pun. Oleh karena itu, Fahri Hamzah menilai PBB kampret dan sontoloyo.

“Untuk nyawa (orang) Indonesia, dia (Sekjen PBB) diam saja. PBB diam saja melihat politisi, wartawan, aktivis, dihukum mati di Mesir hanya karena perbedaan pendapat. Kampret, kampret ini! Muak kita! Nggak usah ajarin soal kemanusiaan lah,” kecam Fahri dengan nada tinggi dan geram.

Fahri menyerukan, siapa pun harusnya menghormati sikap pemerintah yang tegas menghukum mati terpidana narkoba. Sebab, efek dari penggunaan narkoba sangat tinggi. Ini terbukti dengan 50 orang harus merenggang nyawa karena narkoba setiap hari. “Kejahatan terhadap nyawa balasannya nyawa. Sudah tepat karena itu kejahatan terhadap nyawa. Benar Presiden menunjukkan kita tak main-main terhadap narkoba,” tegasnya.

Oleh karena itu, Politisi PKS ini secara tegas mendukung langkah pemerintah yang telah mengeksekusi mati para terpidana narkoba. Dengan langkah itu saat ini seluruh dunia tahu bahwa Indonesia tidak main-main dengan narkoba dan saatnya menghukum produsen,distributor dan bandar itu dengan tegas.

“Ini soal kejahatan, jutaan nyawa bangsa Indonesia ini dipertaruhkan yang harus dibayar juga dengan nyawa. Saya melihat data kematian terkait narkoba ini cukup besar. Jadi, marilah kita menghormati hukum, dan Indonesia mengirim sinyal bahwa kita tidak main-main dengan narkoba bahkan tidak bisa dimaafkan,” tegas Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senayan, Rabu (29/4/2015).

Ia pun mengritik keras PBB yang selalu menggunakan standar ganda. “Kalau giliran yang kena warga negara-negara maju, nyawa warganya seperti mahal dan terus melakukan intervensi. Tapi, mana suara PBB ketika aktivis politik di Mesir dihukum mati? Mereka diam saja. Mana sikap PBB, mana perlindungan terhadap aktivitas politik? Jadi, sudahlah ini omong kosong, maka jangan ajari kami soal kemanusiaan!” seru Vokalis DPR RI.

Lebih lanjut, Fahri berharap kepada masyarakat untuk mengerti bahwa Indonesia tidak boleh mengorbankan rakyatnya sendiri hanya karena harus mendengarkan suara negara-negara lain. ”Narkoba ini korbannya kehilangan nyawa dan itu bangsa Indonesia. Jadi harus dibayar juga dengan nyawa,” tuturnya.

Ada kemungkinan pihak PBB mendapat tekanan dari negara asal terpidana mati narkoba agar meminta Indonesia untuk membatalkan hukuman mati kepada warganya telah divonis hukuman mati. Atau bahkan, pihak PBB diduga tunduk pada gembong sindikat narkoba internasional.

Oleh karena itu, Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Subang, Jawa Barat, Aep Saefulloh menyerukan agar jangan sampai kedaulatan hukum Republik Indonesia diintervensi pihak asing. “Jadi, silakan saja menyampaikan imbauan tetapi jangan memaksakan kepada negara yang telah memiliki kedaulatan hukum,” tegasnya.

Sekjen PBB Ban Ki-Moon
Sekjen PBB Ban Ki-Moon

Sebelumnya, Sekjen PBB Ban Ki-Moon meminta Indonesia untuk tidak mengeksekusi mati 10 narapidana kejahatan narkotika, yang dua di antaranya warga Australia. Warga negara Australian, Nigeria, Brasil, Ghana dan Filipina ada dalam daftar yang akan segera dieksekusi mati. Sekjen PBB mendesak Presiden Jokowi untuk “segera mempertimbangkan untuk mengumumkan moratorium hukuman mati di Indonesia, dengan pandangan mengarah ke abolisi.”

“Menurut hukum internasional, jika hukuman mati sama sekali harus digunakan, maka itu hanya dikenakan kepada kejahatan-kejahatan sangat serius, misalnya yang melibatkan pembunuhan berencana, dan hanya demi upaya melindungi yang selayaknya,” kata juru bicara Ban Ki-moon.

“Pelanggaran yang berkaitan dengan narkotika secara umum tidak dipertimbangkan masuk dalam kategori kejahatan yang sangat serius,” kata dia seperti dikutip Reuters.

Pakar hokum internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana meminta Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri atau Duta Besar RI di New York perlu segera melakukan protes keras terhadap Sekjen PBB Ban Ki Moon yang diwakili Juru Bicaranya terkait pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.

“Pernyataan demi pernyataan disampaikan baik menjelang dan pascapelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Terakhir kali Sekjen menyesalkan hukuman mati di Indonesia dan mengatakan bahwa hukuman mati tidak memiliki tempat di Abad XXI ini,” papar Hikmahanto.

Ia menilai, pernyataan hukuman mati dari Sekjen PBB yang disampaikan berdekatan dengan pelaksanaan hukuman mati di Indonesia mengindikasikan pernyataan tersebut ditujukan kepada Indonesia. “Padahal Sekjen PBB tidak seharusnya menyampaikan pernyataan yang bersifat khusus dan ditujukan ke negara tertentu. Larangan ini terdapat dalam Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB,” tegasnya.

Pasal tersebut menyatakan, “Tidak ada ketentuan yang termaktub dalam Piagam ini yang memberi kewenangan bagi PBB untuk melakukan intervensi terkait dengan masalah-masalah yang esensinya merupakan yurisdikasi dari setiap negara...” (Ars)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.