Sabtu, 23 September 23

Busyro: Vonis Akil Seumur Hidup, Peringatan Bagi Pejabat Lain

Busyro: Vonis Akil Seumur Hidup, Peringatan Bagi Pejabat Lain

Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengapresiasi langkah majlis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berani memvonis mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Muchtar dengan hukuman seumur hidup.

Busyro mengatakan, dengan adanya putusan tersebut diharapkan akan dijadikan contoh atau peringatan kepada semua pejabat publik untuk menjaga integritasnya sebagai penyelenggara negara. Menurut Busryo putusan tersebut juga bisa menyelamatkan demokrasi Indonesia yang sudah tercoreng oleh kelakuan Akil.

‎”Putusan ini merefleksikan rasa keadilan hukum dari majelis hakim dan sekaligus penghormatan majelis hakim terhadap penguatan dan pemuliaan demokrasi yang selama ini dirobek-robek sebagian oleh proses politik,”‎ ujar Busyro melalui pesan singkatnya, Selasa (1/7/2014).

Sama halnya dengan Busyro, Wakil Ketua KPK yang lain, Bambang Widjojanto juga mengapresiasi keberanian majlis hakim untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Akil. ‎Bahkan, Bambang berjanji KPK akan mengawal kasus Akil sampai berkekuatan hukum tetap sampai ke Mahkamah Agung.

“KPK akan memastikan bahwa semua putusan yang sudah diputus di PN (pengadilan negeri) dikuatkan di tingkat MA (Mahkamah Agung)” katanya.

Diketahui, Akil dijatuhi vonis semur hidup oleh majlis hakim Tipikor Senin (30/6/2014). Hakim menilai Akil terbukti secara sah dan meyakinkan telah menerima suap, hadiah atau janji terkait kasus penanganan sengketa Pilkada yang ditangani MK, dan juga kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).‎

‎Vonis Akil sudah sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, yang sebelumnya telah meminta kepada majlis hakim untuk menjatuhkan hukuman terhadap Akil dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup.

Ada beberapa hal yang memberatkan kenapa Akil divonis seumur hidup. ‎Pertama, terdakwa adalah ketua lembaga tinggi negara yang merupakan benteng terakhir pencari keadilan sehingga harus memberikan contoh terbaik dalam integritas,  kedua perbuatan terdakwa menyebabkan runtuhnya wibawa MK Republik Indonesia, ketiga diperlukan usaha yang sulit dan lama untuk mengembalikan kepercayaan kepada lembanga MK.

Akil juga disebut, tidak pernah bersikap sopan di Pengadilan, serta tidak mengakui kesalahannya, sekaligus tidak menyesali kesalahnya.‎ Hal yang dianggap meringankan Akil tidak ada.

‎Dalam kasus ini Akil terbukti menerima suap atau hadiah dari beberapa kasus Pilkada yang ia tangani di MK, diantaranya yakni  Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak, Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

Untuk Pilkada Kota Palembang, hakim menyatakan orang dekat Akil Muhtar Ependy terbukti menerima Rp 19,8 miliar dari Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito. Baik Romi maupun Masyito juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, karena diduga menerima suap dan memberikan keterangan palsu.

Kemudian, selain itu mantan anggota DPR itu juga dinyatakan terbukti menerima suap terkait Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar). Sebagaimana yang tercantum dalam dakwaan kedua.

Bahkan dalam dakwaan ketiga, hakim menyebut Akil terbukti menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga. Hakim juga menyatakan Akil terbukti menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana sebesar Rp 7,5 miliar sebagaimana dakwaan keempat.

“Terungkap terdakwa menerima uang Rp 7,5 miliar ke rekening CV Ratu Samagat yang berhubungan dengan jabatannya,” kata hakim. Suwidya saat membacakan surat putusan.

‎Dalam kasus ini, Akil hanya dinyatakan tidak terbukti menerima suap dalam Pilkada Lampung Selatan sebesar Rp 500 juta.  sebagaimana Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Menurut hakim, berdasarkan fakta persidangan, uang yang diterima Akil tersebut tidak bertujuan untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Lampung Selatan. Ketua Majelis Hakim Suwidya menyatakan perbuatan Akil menerima Rp 500 juta merupakan gratifikasi. “Perbuatan menerima menurut majelis lebih kepada gratifikasi daripada suap,” terangnya. (Abn)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.