
Jakarta – Sikap KPK yang tak kunjung menahan mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Brigjen (Pol) Didik Purnomo, menimbulkan tanda tanya. Padahal Didik telah ditetapkan sebagai tersangka sejak dua tahun lalu dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) Korlantas Polri.
Benarkah Didik belum ditahan karena penyidik belum menemukan dua bukti permulaan yang cukup? Jika benar mengapa KPK harus terburu-buru menetapkan Didik sebagai tersangka.
Menjawab pertanyaan itu Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, penahanan seorang tersangka menjadi kewenangan Penyidik. Jika dalam pemeriksaan ditemukan alasan yang kuat maka Penyidik bisa jadi melakukan penahanan.
“Penahanan kewenangan penyidik, ada alasan subyektif dan obyektif. Menurut penyidik belum diperlukan penahanan,” ujar Johan di kantornya, Selasa (23/9/2014).
Johan menjelaskan, penyidik masih mempertimbangkan beberapa alasan sehingga menganggap Didik belum perlu ditahan. Salah satu alasannya kata Johan, penyidik masih dalam tahapan melengkapi pemberkasan Didik.
“Seseorang ditahan harus ada dua alat bukti cukup. Yang lama pemberkasannya. Pasti penyidik sudah menghitungkan waktu,” tutur Johan.
Didik ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait proyek simulator SIM sebesar Rp 121,8 milyar.
Perbuatan itu diduga dilakukan Didik bersama-sama dengan Djoko, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang, dan Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto.
Tender proyek simulator sekitar Rp 198,7 miliar itu dimenangi PT CCMA, perusahaan milik Budi Susanto. Diduga, Budi memiliki kedekatan dengan Djoko. Budi pun menyubkontrakkan proyek tersebut ke PT ITI dengan nilai kontrak sekitar Rp 90 miliar. (Has)