Rabu, 24 April 24

Bolehkah Umumkan Kematian Pakai Microfon di Masjid? Hukum Umumkan Berita Kematian di Masjid

<span class=Bolehkah Umumkan Kematian Pakai Microfon di Masjid? Hukum Umumkan Berita Kematian di Masjid ">
* Speaker/pengeras suara di masjid. (Foto: Umma)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, Pendakwah

Hukum mengumumkan kematian dalam masjid, hukum asalnya adalah bahwa menyampaikan berita kematian kepada masyarakat agar diketahui lebih khusus oleh keluarga dan sanak saudaranya, maka tidaklah mengapa. Karena mengumumkan seperti itu termasuk hal yang dibolehkan selama tidak ada unsur terlarang di dalamnya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, ada seseorang yang biasa mengumpulkan sampah di masjid (laki-laki atau perempuan hitam) meninggal dunia. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menanyakan tentang orang tersebut dan dikabarkan pada beliau bahwa ia telah meninggal. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِى بِهِ دُلُّونِى عَلَى قَبْرِهِ

“Kenapa kalian tidak mengabariku tentang kematiannya…? Sekarang tunjukkan padaku di manakah kuburnya.” (HR. Bukhari no. 458 dan Muslim no. 956).

Juga terdapat hadits,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَعَى النَّجَاشِىَّ فِى الْيَوْمِ الَّذِى مَاتَ فِيهِ ، خَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى ، فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ أَرْبَعًا

“Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan berita kematian An-Najasyi pada hari kematiannya. Lalu beliau keluar menuju tempat shalat dan membentuk shaf para jama’ah, lantas melaksanakan shalat jenazah dengan empat kali takbir.” (HR. Bukhari no. 1245).

Al-Muwafaq dalam kitabnya At-Tajj wal Iklil li Mukhtashor Kholil berkata, ia mendengar Ibnul Qasim di mana ia berkata bahwa Imam Malik ditanya mengenai pengumuman berita kematian lewat pintu-pintu masjid, ia pun tidak suka. Begitu pula dengan berteriak di masjid mengenai kematian seseorang, itu pun tidak dibolehkan. Ia katakan, “Seperti itu tidak ada kebaikan.” Ia juga berkata, “Tidak mengapa jika ia berkeliling di majelis lalu mengabarkan berita tersebut tanpa mengeraskan suara.” (Dinukil dari Fatwa Islam Web)

Apa yang disebutkan di atas sama dengan yang disebutkan oleh ulama besar Syafi’iyah yaitu Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah, dimana beliau berkata,

أَنَّ النَّعْي لَيْسَ مَمْنُوعًا كُلّه ، وَإِنَّمَا نُهِيَ عَمَّا كَانَ أَهْل الْجَاهِلِيَّة يَصْنَعُونَهُ فَكَانُوا يُرْسِلُونَ مَنْ يُعْلِن بِخَبَرِ مَوْت الْمَيِّت عَلَى أَبْوَاب الدُّور وَالْأَسْوَاق

“Mengumumkan berita kematian tidaklah semua terlarang. Yang terlarang hanyalah yang dahulu dilakukan orang Jahiliyah di mana mereka mengutus beberapa orang untuk mengumumkan berita kematian di pintu-pintu dan di pasar-pasar.” (Fathul Bari, 3: 116).

Ibnu Hajar juga menyebutkan bahwa Sa’id bin Manshur menyebutkan tentang mengumumkan berita kematian yang termasuk perbuatan orang Jahiliyyah. Dikabarkan dari Ibnu ‘Ulayyah, dari Ibnu ‘Aun, ia berkata bahwa ia bertanya pada Ibrahim, “Apakah mereka melarang mengumumkan berita kematian…?” Ibrahim pun menjawab, “Iya terlarang.” Ibnu ‘Aun menjelaskan,

إِذَا تُوُفِّيَ الرَّجُل رَكِبَ رَجُل دَابَّة ثُمَّ صَاحَ فِي النَّاس : أَنْعِي فُلَانًا

“Jika ada yang meninggal dunia, maka ada yang akan menaiki hewan tunggangan lantas berteriak di khalayak ramai, “Aku kabarkan tentang berita kematian si fulan.” (Fathul Bari, 3: 117)

Adapun jika memberitahukan kepada kerabat atau orang-orang terdekat tidaklah mengapa.

Ibnu Sirin berkata,

لَا أَعْلَم بَأْسًا أَنْ يُؤْذِن الرَّجُل صَدِيقه وَحَمِيمه

“Aku menganggap tidaklah masalah jika seeorang mengumumkan berita kematian pada sahabat dan teman dekat.” (Idem)

Ibnu Hajar juga berkata, “Kesimpulannya, semata-mata mengumumkan kematian tidaklah terlarang. Jika lebih dari itu (sampai melakukan yang terlarang), maka tidak dibolehkan. Sebagian salaf sampai-sampai melarang keras dalam hal ini di antaranya adalah Hudzaifah jika sampai kematian seseorang diumumkan, ia pun berkata,

لَا تُؤْذِنُوا بِهِ أَحَدًا ، إِنِّي أَخَاف أَنْ يَكُون نَعْيًا ، إِنِّي سَمِعْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُذُنَيَّ هَاتَيْنِ يَنْهَى عَنْ النَّعْي

“Jangan umumkan berita kematian tersebut kepada seorang pun. Aku khawatir itu termasuk mengumumkan berita kematian (yang terlarang). Sungguh, aku pernah mendengar dengan kedua telingaku dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa mengumumkan kematian seperti itu terlarang. Dikeluarkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, dengan sanad yang hasan. [1]”

Ibnul ‘Arabi mengatakan, “Kesimpulan dari berbagai hadits mengenai hal ini adalah perlu ada tiga rincian.

الْأُولَى إِعْلَام الْأَهْل وَالْأَصْحَاب وَأَهْل الصَّلَاح فَهَذَا سُنَّة ، الثَّانِيَة دَعْوَة الْحَفْل لِلْمُفَاخَرَةِ فَهَذِهِ تُكْرَه ، الثَّالِثَة الْإِعْلَام بِنَوْعٍ آخَر كَالنِّيَاحَةِ وَنَحْو ذَلِكَ فَهَذَا يَحْرُم

1. Menyampaikan berita kematian seseorang kepada keluarga, kawan dan orang-orang shalih. Hal ini hukumnya dianjurkan.

2. Mengumumkan kematian kepada kumpulan orang dengan tujuan menyebut-nyebut kelebihan mayit. Hukum hal ini adalah makruh.

3. Pengumuman kematian jenis lain semisal dalam bentuk meratapi kematian dan semisalnya. Hukum poin ketiga ini adalah haram.”

Silakan simpulkan untuk hukum mengumumkan berita kematian di masjid, termasuk yang mana.

Bolehkan Mengumumkan Kematian dengan Pengeras Suara…?

السؤال : عندنا في الغرب الجزائري يعلن عن موت أحدنا من خلال تعليق مكبر الصوت على سيارة والتجوال ما بين طرق المنطقة،معلنين عن الشخص الذي توفاه الله ومكان الاجتماع للصلاة عليه ومكان دفنه وحسب،فهل هذا يدخل في النعي المنهي عنه علما أنه لا تذكر محاسنه عند الإعلان…؟

Pertanyaan:
“Kami di sisi barat Aljazair memiliki kebiasaan mengumumkan kematian dengan menggunakan pengeras suara yang diletakkan di mobil lalu mobil berputar-putar di berbagai jalan di daerah kami sambil mengumumkan nama orang yang meninggal dunia, tempat pelaksanaan shalat jenazah untuk orang tersebut dan tempat pemakamannya. Itu saja yang diumumkan. Apakah perbuatan ini termasuk mengumumkan kematian yang terlarang? Perlu diketahui bahwa pada saat itu tidak ada pujian-pujian untuk mayit.”

الجواب: النعي هو الإخبار بموت شخص، وقد ثبت عن حذيفة بن اليمان رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن النعي» رواه أحمد (23270)، والترمذي (986) وحسّنه، ووافقه الألباني

Jawaban Syaikh Abu Said al Jazairi: “An-Na’yu adalah mengumumkan kematian seseorang. Terdapat hadits sahih dari Hudzaifah bin al Yaman bahwa Nabi melarang anna’yu. (HR Ahmad dan Tirmidzi, dinilai hasan oleh Tirmidzi dan al-Albani).

وما يفعله أهل بلدك هو موجود في كثير من البلاد، وهُو النّعي الذي يكون على رؤوس المنابر وفي الأسواق والتجمّعات، كما كان يفعل أهل الجاهلية

Perbuatan penduduk negerimu itu ada di banyak daerah. Itulah mengumumkan kematian di menara masjid, di tengah-tengah pasar dan perkumpulan banyak orang. Ini sama persis dengan kelakuan orang-orang jahiliah.

أما النعيُ من أجل مقصد شرعي ليسمع أصحابه وأقرباؤه وكل من سيأتي للصلاة وحضور جنازته فهو أمر جائز، وهذا لا يُتوسّع فيه

Sedangkan mengumumkan kematian dengan tujuan yang dilegalkan oleh syariat semisal memberitahukan berita kematian kepada kawan dan kerabat mayit serta semua orang yang akan mendatangi rumah duka untuk melakukan shalat jenazah dan menghadiri jenazahnya itu dibolehkan. Pengumuman kematian semacam ini seharusnya bersifat terbatas.

وثبت في صحيح البخاري (1328) وصحيح مسلم (951) أن النبي صلى الله عليه وسلم نعي للناس النجاشي في اليوم الذي مات فيه فخرج بهم إلى المصلى، وكبّر أربع تكبيرات

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan kepada para sahabat kematian Najasyi pada hari kematian. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat melakukan shalat jenazah di tanah lapang. Ketika itu beliau bertakbir sebanyak empat kali.

قال النووي رحمه الله تعالى: فيه استحباب الإعلام بالميت لا على صورة نعي الجاهلية، بل مجرّد إعلام للصلاة عليه وتشييعه وقضاء حقّه في ذلك، والذي جاء من النهي عن النعي ليس المراد به هذا، وإنما المراد نعي الجاهلية المشتمل على ذِكر لمفاخر وغيرها» اهـ

An-Nawawi mengomentari hadits di atas dengan mengatakan, “Hadits di atas adalah dalil dibolehkannya mengumumkan kematian asalkan tidak menyerupai orang-orang jahiliah dalam mengumumkan kematian. Itulah mengumumkan kematian semata-mata ajakan untuk mensholati jenazahnya, mengantarkannya ke pemakaman dan menunaikan hak mayit dengan melakukan hal-hal di atas. Sedangkan pengumuman kematian yang terlarang tidaklah pengumuman kematian sebagaimana di atas. Yang terlarang adalah mengumumkan kematian ala jahiliah. Itulah pengumuman kematian diiringi dengan memuji-muji mayit.”

وقال ابن العربي المالكي رحمه الله: يؤخذ من مجموع الأحاديث ثلاث حالات: الأولى: إعلام الأهل والأصحاب وأهل الصلاح، فهذا سنّة. الثانية: دعوة الحفل للمفاخرة، فهذه تكره. والثالثة: الإعلام بنوع آخر كالنياحة ونحو ذلك، فهذا يحرم» اهـ

Ibnul ‘Arabi al Maliki mengatakan, “Kesimpulan dari berbagai hadits mengenai hal ini adalah perlu ada tiga rincian.

Pertama, menyampaikan berita kematian seseorang kepada keluarga, kawan dan orang-orang shalih. Hal ini hukumnya dianjurkan.

Kedua, mengumumkan kematian kepada kumpulan orang dengan tujuan menyebut-nyebut kelebihan mayit. Hukum hal ini adalah makruh.

Ketiga, pengumuman kematian jenis lain semisal dalam bentuk meratapi kematian dan semisalnya. Hukum poin ketiga ini adalah haram. (*)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.