
Imar
Jakarta-Lembaga Penyiaran Publik TVRI dinilai gagal dalam hal independensi
dan asas keadilan politik. Pasalnya, ada dugaan bahwa sejumlah waktu siaran
atau blocking time TVRI dibeli oleh beberapa partai politik untuk
berkampanye atau menayangkan program internal partainya.
“Hal ini terjadi pada siaran satu jam penuh pada acara ulang tahun Partai
Golkar, Kongres Luar Biasa Partai Demokrat, dan ulang tahun Sentra
Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia atau SOKSI, sebuah organisasi
masyarakat yang terafiliasi dengan Partai Golkar,”kata Direktur Remotivi Roy
Thaniago di Jakarta, Jum’at (6/6/2013).
Roy juga mencontohkan seperti pada 20 Maret 2013, misalnya, selama satu
jam, TVRI menyiarkan acara ulang tahun ke-45 Fraksi Partai Golkar, yang
bukan merupakan acara yang ada sangkut pautnya dengan kepentingan publik.
“Remotivi menilai isi siaran tersebut sarat dengan muatan kampanye Aburizal
Bakrie, di mana wajahnya begitu sering tersorot kamera,”ungkapnya.
“Hingga puncaknya, kader Partai Golkar Tantowi Yahya yang juga merupakan
anggota Komisi I DPR, yang salah satu tugasnya mengawasi bidang
penyiaran—bersama kader Golkar lainnya menyanyikan sebuah lagu*country *dengan
lirik yang memuja-muja Aburizal Bakrie: Aburizal Bakrie, anak sejuta
bintang. Aburizal Bakrie pemimpin kita semua. ARB!,”tambahnya.
Contoh lain, menurut Roy pada 30 Maret 2013, TVRI digunakan untuk
menyiarkan secara langsung kongres luar biasa untuk pemilihan ketua umum
Partai Demokrat. Siaran bahkan dilengkapi dengan *bumper *khusus KLB Partai
Demokrat untuk membuka setiap segmen.
“ Selama satu jam penuh, siaran khusus ini digunakan untuk menyiarkan polah
kader Partai Demokrat yang bersorak-sorai meminta Susilo Bambang Yudhoyono
sudi “turun gunung” menjadi ketua umum partai pemenang Pemilu 2009
itu,”tandasnya.
Hal serupa, tambahnya kembali terjadi pada siaran TVRI 22 Mei 2013 yang
menyiarkan acara ulang tahun ke-53 SOKSI, sebuah organisasi masyarakat yang
terafiliasi dengan Partai Golkar. Siaran ini berisi pidato-pidato tokoh
SOKSI yang bicara mengenai urusan internal mereka.
“Misalnya saja pada pidato Ketua Penyelenggara Rapimnas SOKSI, Markus Nari,
yang menginstruksikan sosialisasi dan pemenangan Partai Golkar dalam Pemilu
Legislatif dan Pemilu Presiden 2014, khususnya pemenangan Aburizal Bakrie
untuk menjadi Presiden RI. Aburizal sendiri, yang merupakan Ketua Partai
Golkar sekaligus Ketua Dewan Pembina SOKSI, juga ikut berpidato mengenai
peran SOKSI dalam kelahiran Partai Golkar,”paparnya.
Dalam siaran ini, sambungnya kamera kerap menyorot kader-kader SOKSI yang
mengenakan topi bertuliskan “ARB Presidenku”. “Muatan siaran demikian sudah
pasti cukup sebagai konsumsi internal partai atau organisasi saja, karena
tak ada hubungannya dengan kepentingan publik, sehingga tak perlu disiarkan
oleh TVRI,”tegasnya.
Remotivi, lanjutnya menilai hal ini sebagai pengkhiatan TVRI kepada publik
Indonesia secara keseluruhan. TVRI, sebagai Lembaga Penyiaran Publik, sudah
seharusnya mendedikasikan keberadaannya secara penuh untuk kepentingan
publik, bukan untuk kepentingan lain, seperti komersial dan politik.
“Tuntutan ini tentu beralasan, karena TVRI dibiayai dari pajak yang
dibayarkan oleh warga negara,”tegasnya.
Lagipula, tambah dia TVRI juga merupakan satu-satunya stasiun televisi
dengan jangkauan siaran terluas hingga seluruh pelosok Indonesia. Kedua hal
tersebut adalah hak istimewa yang diberikan negara kepada TVRI, semata-mata
karena ia bertugas menjalankan amanat undang-undang, yang harus menjadikan
dirinya netral, independen, tidak bersifat komersial, dan berfungsi
memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat seperti dalam UU Penyiaran
Nomor 32 Tahun 2002 pasal 14 ayat 1.
“Apabila TVRI memproduksi dan menyiarkan acara itu secara cuma-cuma tanpa
menerima bayaran apa pun, berarti ia melanggar UU Penyiaran nomor 32 tahun
2002 pasal 14 ayat 1, bahwa: Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga
penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat
independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk
kepentingan masyarakat,”terangnya.
Namun jika TVRI menerima bayaran atau imbalan lain atas disiarkannya
acara-acara internal partai politik tersebut, maka TVRI melanggar UU
Penyiaran pasal 46 ayat 10, bahwa: “Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang
dibeli oleh siapa pun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran
iklan”. Untuk itu, Remotivi meminta Komisi Penyiaran Indonesia memanggil
TVRI untuk mengklarifikasikan hal ini.
“Ini sekaligus untuk mengingatkan kembali, bahwa TVRI kini adalah lembaga
penyiaran milik publik, yang keberadaannya murni didedikasikan untuk
kepentingan publik, dan bukan media yang menjadi corong partai politik
tertentu.