
Jakarta, Obsessionnews – Jebloknya nilai tukar rupiah, bukan saja berdampak pada masyarakat kecil namun dirasakan pula oleh pengusaha. Belum lagi kalau Bank Indonesia (BI) ikut ‘bermain’ di pasar, akhirnya para pegusaha lokal pusing tujuh keliling.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi Tetap Fiskal dan Moneter Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Adler Manurung dalam diskusi Aktual Forum bertema “Rupiah Anjlok Peringatan Dini Krisis Ekonomi?” bertempat di Resto Warung Komando, Jl. Dr. Saharjo Raya, Tebet Jakarta Selatan, Minggu (5/3/2015).
Adler membeberkan, nilai tukar melemah, dari segi investor biasanya harga saham akan melemah dan investasi akan turun sehingga investor tidak mau berinfestasi karena rupiah melemah.
“Kemungkinan BI-nya main di pasar, ini membuat kita pengusaha pusing tujuh keliling ditambah dengan persoalan pemerintah sekarang,” keluhnya.
Ia pun menilai, cadangan devisa Indonesia sekarang naik lambat dengan kisaran 19 USD, sebab BI tidak punya hak untuk semua eksporting yang keluar negeri tidak pernah kembali.
Dipaparkan pula, berdasarkan UU No 24 tahun 1999 tentang Devisa, yang ditandatangani World Bank (WB) dan International Monetary Fund (IMF) mau membantu kita dia minta sesuatu, sehingga eksporting kita tidak bisa balik.
“Artinya anak-anak perusahaan multinasional yang ada di Indonesia kalau di pake ke luar negeri tidak akan bisa kembali ini problem,” ungkapnya pula.
Adler berharap, BI atau Pemerintahnya dan DPR-nya merubah UU tersebut. “Sehingga eksporting kita baik, dimana perusahaan nasional maupun lokal kalau ekspor barang uangnya balik dulu. Itu yang harus dikerjakan secepatanya, di satu sisi memajukan pengusaha disisi lain untuk membangun negara,” tuturnya.
“Kalau BI masih ikut ‘bermain’ di pasar berdasarkan data yang saya miliki yang hampir tiap minggu main maka intervensi ini problem. Kalau dolarnya naik BI-nya jual sampai ke bawah dia untungnya disitu. Internvensinya apakah supaya dapat untung saya tidak tahu. Jadi gejolak rupiah ini sangat berpengaruh pada perusahaan,” bongkarnya.
Jika BI melakukan ekspansi ini, menurut Adler, akan bisa berakibat fatal. Ia menuturkan, seharusnya BI menahan tingkat bunga, tapi malah yang terjadi penyerapan APBN yang tidak jelas sehingga rupiah terdepersiasi.
“Penyebabnya bisa karena market, bisa juga di rem-rem, sehigga rupiah terdepresiasi. Seharusnya BI dan Pemerintah itu membuat kebijakan viskal, dan dibuat ambigu sehingga tidak terdepresiasi, dan baik pada perusahaan-perusahaan kita,” terangnya.
Adler menyoroti, Pemerintah membuat segala macam ekspansi begitu pun sebaliknya, BI melakukan eksapnsi juga. “Banyak hal pemerintah tidak sejalan dengan BI, begitu pun BI tidak sejalan dengan pemerintah, seharusnya BI dan pemerintah membuat kebijakan viskal itu,” tegasnya.
Ia membandingkan pula nilai inflaksi Indonesia yang lebih rendah dari Amerika, bunga lebih tinggi dari Amerika, dan faktor fariabel. “Satu faktor yang membuat ada lidiu kurs karena soal inflaksi, inflaksi kita selalu lebih tinggi dari inflaksi di Amerika. Yang kedua, tingkat bunga lebih tinggi dari Amerika, faktor ketiga masa variabel,” jelasnya.
Selain itu, ia mempertanyakan besaran fanancing, jika pemerintah mau inflasi jalan tol. Ia menilai kalau pemerintah mau inflasi seharusnya ada selisih antara penerimaan pemerintah dengan penggunaan pemerintah. “Penggunaan pemerintah kita dari pajak tidak transparan, sehingga selisih keuangan itu dari utang atau bon yang diambil bisa lokal dan bisa asing,” katanya.
“Di jaman pertama reformasi uang bon kita itu kecelakaan, obligasi kita kecelakaan karena pemerintah harus merekap berapa bank-bank BNI, Bank Pemerintah, BCA. BCA itu nilainya 50 triliun namun ketika itu dijual pada Djarum hanya senilai 3 triliun, bayangkan,” kritiknya.
“Selama 10 tahun melakukan investasi tidak tahu kemana itu hasilnya, ketika Jokowi masuk sebagai Presiden dalam tiga bulan terakhir harus memperoleh 160 triliun Jokowi mau investment uang dari mana, biaya subsidi kurang, uang selama ini kemana itu. Jadi dia di suruh Jualan ke Cina, ke Rusia, karena memang tidak ada uang. Seharusnya melakukan financing kalau pintar Jokowi jualan ke Cina bisa dapat lebih,” paparnya.
“Pemerintah kita sekarang di lemah, kalau semua memaki pemerintah dan BI yang tidak jelas, yang rusak kita ini. Jadi saya katakan pemerintah sekarang mencari uang susah dari mana cari duit karena kenapa tidak ada yang mau, ini bukan sala pemerintah tapi ini masalah kita bersama mari kita cari solusinya bersama,” belanya. (Asma)