Jumat, 19 April 24

SBY “Berkicau” dan BG pun “Gagal” Jadi Kapolri

SBY “Berkicau” dan BG pun “Gagal” Jadi Kapolri

Jakarta – Sudah kesekian kali, gonjang-ganjing kasus hukum yang dipolitisasi menjadi drama yang menarik dipertontonkan di media massa. Apalagi, belakangan ini situasi diramaikan dengan calon tunggal Kapolri yang disodorkan Presiden telah diloloskan dalam paripurna DPR meski yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus gratifikasi dan rekening gendut.

Kasus ini menarik karena melibatkan Istana, KPK, DPR, dan rivalitas internal Polri. Istana memiliki hak prerogatif. KPK lembaga superbody yang tak bisa dikalahkan. DPR punya kekuasaan politik yang besar. Alhasil, pro kontra pengangkatan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) yang berstatus tersangka KPK, menjadi mandeg (deadlock) meski calon dari Presiden Jokowi ini sudah disetujui oleh paripurna DPR RI.

Awalnya, penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK membuat publik terkejut. Sebab, penetapan ini terjadi menjelang hari “H”, saat Budi akan segera ditetapkan oleh DPR sebagai Kapolri melalui proses fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) yang dilaksanakan oleh Komisi III DPR pada Rabu (14/1/2015).

Ribut, karena meski BG sudah ditetapkan jadi tersangka, DPR tetap melakukan fit and proper test terhadap Kepala Lemdiklat Polri itu. Alasan pihak DPR, menghormati asas praduga tak bersalah‎, kemudian alasan lain bahwa proses ini sudah teragendakan oleh DPR secara matang sehingga tidak boleh dibatalkan. “Pertimbangannya kita hormati asas praduga tidak bersalah,” kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Junimart Girsang.

Sidang pun berlanjut, BG kemudian diputuskan dan ditetapkan sebagai Kapolri melalui Sidang Paripurna ‎DPR, Kamis (15/1), sehari setelah Komisi III menggelar fit and proper test. Keputusan “kilat” itu sekaligus memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai Kapolri.

‎Kondisi ini akhirnya membuat Presiden Jokowi merasa terjepit dan bimbang karena kubu Megawati Soekarnoputri menghendaki BG segera dilantik. Fatalnya, BG sudah berstatus tersangka sehingga bakal berdampak buruk terhadap citra pemerintah di hadapan masyarakat dan dunia internasional apabila Jokowi memaksakan pelantikan.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva juga mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan BG menjadi Kapolri karena sudah berstatus tersangka yang akan mempengaruhi legitimasi publik. “Masa seorang Kapolri adalah tersangka. Seorang tersangka lolos sebagai Kapolri, apa kata dunia? Apalagi yang mau di-fit and proper test,” kritik ujar Hamdan, Rabu (14/1) lalu. “Walaupun diterapkan asas praduga tak bersalah, nilai-nilai moral integritas, artinya layak tidak layak, itu yang berkaitan dengan integritas,” tambahnya.

Karena merasa terjepit, Presiden akhirnya sibuk melakukan pertemuan dengan Pimpinan Partai Politik terutama yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Tentunya pertemuan tersebut untuk menentukan nasib BG, apakah akan dilantik sebagai Kapolri atau tidak.

Jokowi setidaknya membutuhkan waktu empat hari untuk menentukan nasib BG, sejak jenderal bintang tiga polisi ini ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (12/1) oleh KPK. Pada Jumat pagi (16/1), Presiden sudah memanggil BG dan Jenderal Sutarman ke Istana Negara, untuk membahas persoalan tersebut.‎ Namun, hasilnya masih deadlock.

Akhirnya, keputusan yang dinanti-nanti publik  terjawab pada Jumat malam (16/1), Presiden di Istana memberikan keterangan pers tentang nasib BG. Hasil keputusannya, ternyata Jokowi menunda pelantikan BG untuk sementara waktu, dan menunjuk Wakil Kapolri Komjen Pol Badroddin Haiti sebagai Pelaksana tugas (Plt) Kapolri. Sedangkan Jenderal Sutarman dibantarkan statusnya sebagai polisi biasa alias non-job.

Nasib BG yang ngambang menyisakan pertanyaan lagi bagi publik. Namun, Jokowi segera mengelak. ‎”Menunda bukan membatalkan, ini perlu digaris bawahi,” kilah Presiden yang juga “Petugas Partai” PDI-P ini. Tapi alasan penundaan itu cukup jelas, bahwa BG saat ini berstatus tersangka oleh KPK, maka dirinya perlu untuk lebih fokus terhadap proses hukum yang harus dilaluinya.

Persoalan dan pertanyaannya adalah sampai kapan pelantikan BG harus tertunda? Sebab, dalam keterangan persnya Jokowi tidak menjelaskan batas waktu. Menteri Sekretaris Negara Pratikno pun ikut menyahut pertanyaan wartawan. “Kalau sudah berkekuatan hukum tetap, ya sudah,” kata Pratikno, yang sebelumnya Rektor UGM, Almamater Jokowi.

Dengan ditundanya pelantikan BG sebagai Kapolri, berarti Presiden mengambil opsi kedua, menunda pelantikan BG. Sebelumnya, ‎kata Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijanto, Presiden juga ditawari opsi pertama yakni tetap melantik BG sebagai Kapolri karena sudah disetujui DPR.

Nampaknya, keputusan Presiden untuk menunda pelantikan BG sudah tepat. Pasalnya, jika mantan Ajudan Presiden Megawati Sopekarnoputri itu tetap dilantik, maka aksi demo penolakan di masyarakat akan merebak. Justru kebanyakan yang demo dari pihak relawan Jokowi sendiri, seperti Relawan Konser Salam Dua Jari dan Koordinator Barisan Jokowi Presiden (Bara JP) Boni Hargens. Mereka menolak tersangka BG dilantik jadi Kapolri oleh Jokowi.

Yang mengejutkan, ‎penolakan datang dari Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Melalui akun Twitternya, @SBYudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat ini berkilah dengan menyerukan kepada masyarakat untuk sama-sama menyelamatkan negara, presiden dan polri, dari adanya kasus tersebut. “Mari kita selamatkan negara, presiden dan polri,” kicau SBY Jumat (16/1), yang seolah ditujukan khusus bagi Presiden Jokowi.

Lanjutnya, SBY bahkan meminta kepada Presiden Jokowi untuk mau mendengar aspirasi dan kemauan masyarakat yang menginginkan agar BG tidak jadi dilantik sebagai Kapolri. “Mari kita selamatkan Negara, Presiden dan Polri. Dengarkan suara rakyat,” kicau SBY lagi, seolah bapaknya Ibas ini ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat yang menginginkan penolakan BG tersebut.

Namun kita paham, sesungguhnya kicauan SBY ini adalah sentilan terhadap “musuh bebuyutannya” Megawati (plus Surya Paloh) meski ditulisnya ke Jokowi. Maklum, kabarnya majunya Budi Gunawan sebagai calon Kapolri disodorkan oleh kubu Megawati, dan kini ketua umum PDI-P itu berkolaborasi dengan Surya Paloh di Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Politisi PDI-P Eva Kusuma Sundari yang gagal menjadi menteri pun angkat bicara mengenai kasus ini. Eva meminta kepada Presiden Jokowi untuk menunda pelantikan BG, penundaan itu bisa saja sampai Kapolri Sutarman pensiun pada Oktober 2015. “Selama penundaan itu, KPK diharapkan bekerja menuntaskan kasus BG,” tutur Mantan Anggota Komisi Huikum DPR RI, Jumat (16/1).

Apabila pada bulan Oktober nanti KPK belum juga bisa menuntaskan kasus BG, Eva mengusulkan agar Presiden mengajukan nama calon Kapolri lain lagi ke DPR, atau mengeluarkan surat untuk memperpanjang masa jabatan Sutarman. “Ya mungkin itu pilihanya,” tegas kader senior PDI-P ini.

Sikap Eva ini sudah cukup jelas, bahwa sebenarnya ia juga menolak BG sebagai Kapolri, meski harus berseberangan pandangan secara politik dengan ketua umumnya, Megawati. ‎Keinginan Megawati nampaknya belum bisa terwujud, atau ia sudah menyiapkan strategi yang lain, di saat SBY bernyanyi di Twitter layaknya suami Ani Yudhoyono ini memberi contoh seolah dirinya pemimpin yang patuh kepada rakyat. (Albar)

Related posts