
Pekalongan, Obsessionnews – Sore itu semakin sayup. Warna kuning emas berbalut lanskap pepohonan mangrove atau bakau melengkapi golden time, istilah bagi pecinta fotografi. Jarum jam menunjukkan pukul 17.27 WIB. Demikian secuil potret eksotisme Pusat Informasi Mangrove (PIM) di Kelurahan Pasirsari, Kota Pekalongan, Jawa Tengah.
Berawal dari keprihatinan warga lokal melihat abrasi pantai yang kian mengancam, sekelompok warga melakukan pelestarian lingkungan untuk menangkal pantai yang kian terkikis ombak.
Miftahudin, ketua pengelola PIM, menjelaskan sejak 2002 warga sudah peduli dan mengambil tindakan nyata. “Dulu muncul kelompok warga pengawas yang mengawasi pengambilan pasir dan penghijauan,” terangnya kepada obsessionnews.com, Kamis (2/4).

Kegiatan penghijauan dilakukan pada 2005 seiring diberlakukannya program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) dari Departemen Kehutanan. Gerakan ini berupa penanaman mangrove di wilayah tepi laut hingga sekarang.
“Di sini kan daerah rob, tingkat abrasinya tinggi, akhirnya dijadikan kawasan percontohan sekaligus juga konservasi,” ujar Miftahudin.
PIM didukung oleh pemda setempat. Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan membebaskan lahan sebesar 5,7 hektar pada 2010 dan dibuatlah pusat edukasi ini.
Sejatinya PIM ditujukan hanya untuk konservasi dan pendidikan mangrove bagi masyarakat. Adanya ekowisata hanyalah dampak sampingan mengingat pemandangan PIM yang memanjakan mata.
“Karena objek wisata di Pekalongan masih terbatas, maka imbasnya mereka tertarik datang kemari,” tutur lulusan Universitas Pekalongan tersebut.
Beragam jenis mangrove ditanam di lokasi PIM, mulai dari Avicennia spp, Bruguiera, Xyiocarpus, Sonneratia hingga Nypa. Warga dapat dengan mudah mendapatkan pengetahuan baru tentang pentingnya mangrove.
Tidak hanya sebagai penahan ombak, ternyata mangrove juga dimanfaatkan oleh PIM menjadi olahan makanan dan bahan bakar. Contohnya Sonneratia atau lebih dikenal Pidada. Mangrove jenis ini bisa dibuat menjadi sirup. Selain itu buah Api-api (Avicennia) bisa diproduksi sebagai tepung untuk roti.
PIM seringkali memberikan pelatihan pembibitan, penanaman, dan pemanfaatan mangrove. “Nantinya produk olahan diikutsertakan dalam pameran. Untuk sirup sudah dijadikan produksi tetap kelompok warga,” tandas Miftahudin.
Memasuki PIM hamparan luas tanaman mangrove berjejer rapi menyambut pengunjung. Pengelola tidak memungut tiket masuk. Cukup dengan membayar parkir, pengunjung bisa menikmati temaram sore. Terdapat pula perahu yang disewakan dengan tarif Rp 10.000 dengan jalur melingkari area PIM.
Selain berdampak positif terhadap berkurangnya air rob, PIM juga turut serta membantu ekonomi warga dengan berjualan di sekitar taman. Terlebih suasana bersih dan nyaman sangat terasa di seluruh area, PIM pantas dijadikan wisata edukasi bagi keluarga. (Yusuf IH)