Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

Baru Sadar IMF Rugikan Indonesia, Boediono Dinilai ‘Telmi’

Baru Sadar IMF Rugikan Indonesia, Boediono Dinilai ‘Telmi’
* Mantan Wakil Presiden Boediono.

Jakarta, Obsessionnews.com – Nampaknya mantan Wakil Presiden Boediono baru sadar kalau resep ekonomi yang disuguhkan IMF (Dana Moneter Internasional) untuk menangani krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997-1998 ternyata salah dan justeru merugikan Indonesia.

Hal ini membuat Boediono dinilai telat mikir alias ‘telmi’. Pasalnya, Ekonom senior Rizal Ramli sudah 20 tahun lalu menolak mentah-mentah resep yang disuguhkan IMF tersebut karena sadar betul resiko yang harus ditanggung bangsa ini. Saat itu, Rizal Ramli sudah mengingatkan bahaya bergantung pada IMF.

Yakni, krisis ekonomi 1997-1888 memang memberikan tekanan yang sangat besar bagi perekonomian domestik. Bahkan, untuk meredakan tekanan global saat itu, pemerintah terpaksa berutang kepada IMF senilai USD 9,1 miliar dan baru bisa lunas pada 2006.

Kini, Boediono baru mengaku sadar dan menilai bahwa IMF salah dalam menghadapi krisis moneter di Indonesia pada 1997-1998. Saat itu, IMF menyarankan agar Indonesia menutup 16 bank kecil yang memiliki aset 3-4 persen dari total aset perbankan nasional, namun tanpa payung pengaman.

Menurut Boediono, saran IMF tersebut justru memberikan dampak psikologis bagi masyarakat di Indonesia. Bahkan, setelah 16 bank ditutup. masyarakat semakin enggan menyimpan dananya di bank nasional.

“Pada waktu itu resep ronde pertama salah. Untuk 16 bank yang 3-4 persen dari aset bank tanpa ada payung pengamannya,” ujar Boediono dalam pembahasan mengenai turbulansi ekonomi di Djakarta Theater, Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Boediono melanjutkan, saat itu masyarakat secara serentak memindahkan dananya dari bank kecil ke bank besar swasta maupun BUMN. Tak hanya itu, sebagian masyarakat bahkan menyimpan dananya ke luar negeri agar dananya tetap aman.

“Itu proses psikologi 16 bank ditutup yang beredar beberapa hari kemudian setelah ditutup, beredar berita who is the next. Lalu ada dampak aliran perpindahan simpanan dari bank yang diperkirkan ditutup ke bank yang dianggap lebih aman. Yang besar dianggap berisiko dipindah ke BUMN. Di BUMN juga dianggap tak aman, dilarikan ke Singapura. Terus terang IMF enggak memikirkan dampak seperti ini,” ungkapnya.

Menurut Boediono, krisis yang terjadi tahun 1997-1998 sangat berbeda dengan krisis tahun 1960 maupun 1980. Pada 1997-1998, krisis moneter lebih disebabkan pembalikan dana asing ke luar negeri, sementara pada 1960 atau 1980 lebih disebabkan anjloknya harga minyak yang menyebabkan beban ke APBN.

“Ini (tahun 1997-1998) lain, karena disentil aliran balik modal yang dulu beredar di dalam negeri untuk likuiditas perekonomian, pulang, balik. Yang terjadi tiba-tiba likuiditas mengering. Itu waktu itu suatu yang baru bagi kita semua. IMF bahkan belum punya resep masih mencari-cari,” paparnya.

Boediono yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mengatakan pemerintah baru menyadari resep pertama dari IMF itu salah setelah beberapa bulan setelahnya.

Baru kemudian pada November 1997, masuk kebijakan baru IMF dan pada Januari 1998 pemerintah mulai membuat blanket guarantee, yakni kebijakan penjaminan 100 persen dana nasabah di perbankan.

“Akhirnya diputuskan blanket guarantee, supaya deposan-deposan ini memikirkan seandainya bank ditutup, maka simpanannya aman. Ini Januari 1998 dilakukan,” kisah mantan Gubernur Bank Indonesia (BI).

Meski pemerintah telah mengeluarkan kebijakan blanket guarantee tersebut, ekonomi tak langsung membaik. Masyarakat juga masih ragu untuk menyimpan dananya di Indonesia. Namun Boediono mengatakan, pemerintah terus mendorong kepercayaan masyarakat bahwa ekonomi akan membaik.

“Itu masa yang rawan dari kemungkinan untuk bangkit kembali. Sebabnya kepercayaan pelaku ekonomi terhadap solvabilitas negara sangat rendah. Berlaku juga bagi orang-orang yang punya duit dalam negeri, karena masih ragu pemerintah dengan beban krisis 97-98 begitu besar,” tandasnya.

Rizal Ramli.

IMF Rusak Ekonomi Indonesia
Pelayanan yang dilakukan pemerintah dalam pertemuan IMF-Bank Dunia berbuah kritikan sejumlah kalangan. Bahkan, Ekonom Senior Rizal Ramli mengingatkan blunder IMF rusak ekonomi Indonesia.

Rizal Ramli (RR) mengawali dengan cerita ketika itu Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1998. Krisis itu kalau ditangani sendiri yang tadinya tumbuh rata-rata 6 persen, ekonomi Indonesia paling akan anjlok 2 – 0 persen.

“Akan tetapi, karena kita mengundang IMF, ekonomi Indonesia malah anjlok ke minus 13%. Kok IMF malah bikin lebih rusak?” kata RR beberapa waktu lalu.

RR satu-satunya ekonom Indonesia yang menolak pinjaman IMF di pertemuan para ekonom di Hotel Borobudur dengan Managing Director IMF Camdesus bulan Oktober 1997, sebelum Camdesus bertemu Presiden Soeharto di Istana saat itu. “Ekonomi akan semakin rusak di bawah IMF. Ternyata semuanya terbukti,” ulas RR.

Menurut RR, keputusan untuk mengundang dan meminjam dari IMF merupakan kesalahan terbesar Widjoyo dan kawan-kawan yang membujuk Presiden Soeharto untuk mengundang IMF. Pasalnya, IMF menyarankan berbagai program kebijakan yang tak masuk akal dan malah membuat kondisi ekonomi nasional justru semakin terpuruk.

Bulan Oktober 1996, Rizal Ramli sebagai Chairman Econit Advisory Group mengeluarkan 100-an halaman forecast untuk ekonomi Indonesia: “1997: The Year of Uncertainty’. Bahwa ekonomi Indonesia akan mengalami krisis ekonomi 1997-78. “Tidak ada yang percaya, tetapi ternyata semuanya terjadi !” tandas RR.

Namun, forecast RR Oktober 1996 tentang ekonomi 1997 dibantah oleh Departemen Keuangan RI, Bank Indonesia (BI) serta analis-analis asing sebagai mengada-ada dan tidak benar. Bahwa Fundamental ekonomi Indonesia kuat.

“Mereka berbohong didukung oleh pujian-pujian IMF dan Bank Dunia,” ungkap RR sembari mengingatkan tiga poin: utang swasta, current account defisit, overvalued rupiah.

Akhirnya, sesuai ramalan RR, terjadi krisis besar 1997/1998. Ekonomi anjlok dari rata 6 persen ke minus 13 persen, karena salah saran dan kebijakan IMF. Untuk selamatkan bank-bank, BLBI disuntik 80 miliar dolar AS, biaya penyelamatan bank terbesar relatif GDP, perusahaan banyak yang bangkrut, penggangguran naik 40 persen.

“IMF bikin blunder karena menawarkan paket dengan syarat banyak sekali, susah dipenuhi, mengada-ngada, pemerintah terpaksa manut. Misalnya, kebijakan likuidasi 16 bank kecil justru justru hancurkan kepercayaan masyarakat, mereka menarik dana dari bank-bank nasional, banyak bank kolaps,” tukas RR.

Sementara, pinjaman IMF 35 miliar dolar AS digembar-gemborkan untuk membatu Indonesia. Semua pejabat, ekonom dan media percaya dengan propaganda ini.

“Ternyata dipakai membayar utang swasta Indonesia di bank-bank asing yang belum jatuh tempo. Pinjaman IMF itu untuk selamatkan bank-bank asing bukan menolong rakyat,” lanjut RR.

Menurutnya, jika pinjaman IMF 35 miliar dolar AS dipakai untuk pompa ekonomi RI, bukan selamatkan bank-bank asing, ekonomi Indonesia dapat tambahan pembiayaan 350 triliun (kurs Rp10.000/dolar AS), ekonomi Indonesia akan meroket dari minus 13 persen tahun 1998 ke atas 8 persen tahun 1999.

“Rakyat Indonesia dikibuli komprador-komprador dan SPG IMF !” beber mantan mantan Menko Perekonomian era Gus Dur.

RR melanjutkan, tanggal 1 Mei 1998, IMF membujuk Indonesia untuk menaikkan harga bensin 74 persen dan minyak tanah 44 persen.

“Seminggu sebelumnya, RR diundang Asian Director IMF, DR Hubert Neiss, di Grand Hyatt untuk membujuk RR mendukung usulan tersebut. RR menolak dan bahkan ingatkan bisa terjadi kerusuhan. DR Neiss katakan: ‘DR. Ramli, you are aggregating’. Jawaban RR kepada Neiss, ‘Just take a note of what I said !'” kenang RR.

Lalu, sambung RR, tanggal 1 Mei 1998 atas bujukan IMF, pemerintah naikkan harga bensin 74 persen dan minyak tanah 44 persen. kemudian tanggal 2 Mei 1998, demonstrasi besar-besaran anti kenaikan BBM di Makassar, 4 Mei di Medan, dan 9 Mei dan seterusnya.

“Solo hancur, Jakarta minggu ke-2 Mei rusuh. Ini apa yang disebut literatur ‘IMF Provoked Riots'” cerita RR.

RR memberikan contoh, Malaysia kena krisis 1998 menolak saran IMF, atas saran DR. Zeti Acting, Gubernur Bank Sentral, Malaysia selamat dari krisis, ringgit dan ekonomi stabil.

Kemudian, RR mengatakan, Presiden Kim Dae Yung bawa 100 pengutang Korea untuk restrukturisasi utang ke New York. Korea selamat. Indonesia manut IMF, paling hancur

“Hari ini 20 tahun kemudian, masih banyak komprador dan SPG IMF di pemerintahan, elite dan media, baik yang paham maupun sekadar speakers. Semi krisis hari ini, bisa berkembang dan berujung pada pinjaman IMF lagi, dengan kerusakan lebih dahsyat dari 1998. Belajarlah dari sejarah,” sergahnya.

“Di Eropa IMF mengeluarkan kebijakan austerity yang bikin bangkrut Yunani, membuat orang-orang Yunani, Spanyol, Portugal dan Italia tiba-tiba menemukan diri mereka jadi gelandangan yang tidur di taman-taman kota karena tak mampu membayar sewa apartemen,” tutup RR. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.