Kamis, 25 April 24

Banyak Penelantaran Anak, DPR Munculkan UU Ketahanan Keluarga

Banyak Penelantaran Anak, DPR Munculkan UU Ketahanan Keluarga

Bandung, Obsessionnews – Maraknya penelantaran anak menginspirasi Komisi VIII DPR RI untuk membuat UU Ketahanan Keluarga. Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliyah, Senin (25/2). “Kejadian di Bekasi dan Sumbawa menunjukkan orangtua anak-anak ini cukup mampu dalam segi materi dan tinggal bersama,” paparnya.

Ia menjelaskan, jika mengacu pada Undang-Undang 35/2014 tentang Perlindungan Anak, ternyata tidak terpenuhi kebutuhannya secara fisik, mental, spiritual, maupun sosialnya, seperti misalnya saja tidak cukup pengawasan pada anak, membiarkan anak mengurus dirinya sendiri hingga membiarkan anak mengakses tayangan atau situs kekerasan dan porno, maka orangtua sudah masuk kategori menelantarkan anak.”

Kasus penelantaran anak di Cibubur, Bekasi, kasus lain yang mengerikan dan juga melibatkan anak terjadi di Sumbawa Barat, dimana seorang anak usia 12 tahun mensodomi dan membunuh bocah usia 6 tahun.

Lewat penelusuran penyidikan polisi sebagaimana dikutip oleh beberapa media disebutkan bahwa pelaku telah dikeluarkan dari sekolah tahun lalu karena kasus pelecehan pada teman sekolah dan sehari-hari hanya tinggal bersama ayahnya.

Praktis setiap kali ayahnya bekerja sang anak hanya mengurus dirinya sendiri dan akrab dengan aneka perangkat multimedia, TV kabel serta internet yang disediakan orangtuanya. Ledia menyebutkan peristiwa ini bukan semata perkara pidana namun juga masuk ranah penelantaran anak.

“Ini adalah situasi yang rumit dan saling berkait, karena ada persoalan tindak kriminal kekerasan seksual dan pembunuhan serta melibatkan persoalan penelantaran anak dan paparan pornografi,” tandasnya.

Ia mengatakan, anak yang dibiarkan tanpa pengawasan orangtua ternyata sudah terbiasa mengakses situs-situs porno dalam kesehariannya.

Menurutnya, penelantaran anak tak harus terjadi dari mereka yang tidak mampu dan hidup terpisah dari anak tapi juga pembiaran terhadap anak saat tinggal bersama.

Ditegaskan pula, kejadian tersebut menunjukkan rapuhnya ketahanan keluarga menjadi salah satu sumber ancaman bagi keselamatan anak, baik keselamatan fisik, emosi, mental dan spiritual.

“Keluarga sebagai basis pertama dan utama pengasuhan dan perawatan anak untuk tumbuh kembang yang sempurna harus kembali dikuatkan fungsinya,” imbuhnya.

Kesadaran para orangtua dan calon orangtua tentang fungsi dan peran keluarga perlu kembali digiatkan, karena keluarga yang mampu menjadi lingkungan terbaik bagi tumbuh kembang fisik, emosi, mental dan spiritual. Bila pengawasan dilakukan maka anak akan memiliki pondasi untuk melahirkan masyarakat dan negara yang sehat, sejahtera dan maju.

Ledia juga menyoroti pemerintah melalui kementrian dan lembaga terkait lebih aktif dan intensif mendorong program-program penguatan ketahanan keluarga dan menjalin kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan seperti tokoh masyarakat, Ormas, LSM, lembaga sosial termasuk jajaran kelurahan, RW dan RT.

Ia pun menilai, program ketahanan keluarga selama ini seperti yang dikeluarkan dari Kemensos, BKKBN, PKK, Posyandu, lebih banyak mengacu pada penguatan jasmani seperti program gizi dan peningkatan kesehatan, padahal penguatan sisi emosi, mental dan spiritual juga sangat penting. “Karenanya perlu dibuat berbagai terobosan program untuk memenuhi kebutuhan ini semua,” tandas aktifis PKS ini.

Menurutnya, pihak DPR sedang mewacanakan kehadiran RUU Ketahanan Keluarga, untuk memberikan satu bentuk arahan dan kepastian hukum bagi seluruh warga Indonesia dalam mewujudkan keluarga-keluarga Indonesia yang sehat jasmani, emosi, mental dan spiritual. Tahun depan RUU Ketahanan Keluarga ini akan dibahas dan diharapkan dapat terwujud sesegera mungkin. (Dudy Supriyadi)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.