Selasa, 28 November 23

Bandeng Presto Tanpa Duri yang Tenar di Mancanegara

Bandeng Presto Tanpa Duri yang Tenar di Mancanegara

Semarang, Obsessionnews – (28/2)– Gang kecil tersebut mulai bergeliat di pagi hari. Tercium dari kejauhan harum rempah-rempah yang sedang direbus. Mungkin sedikit terkesan kumuh. Tapi siapa sangka dari tempat sempit itu sebuah produk khas Semarang tenar hingga ke mancanegara.

Inilah Sentra Bandeng Presto, Kelurahan Tambak Rejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah. Lokasi lahirnya kuliner Bandeng Presto. Tiap hari ratusan kg bandeng segar didatangkan dan diolah menjadi bandeng lunak tanpa duri. 20 tahun lalu Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mencanangkan program pemberdayaan masyarakat pesisir. Warga Tambak Rejolah yang terpilih.

Bandeng presto Bu Nanik yang digemari wisatawan mancanegara
Bandeng presto Bu Nanik yang digemari wisatawan mancanegara

IMG_0215 (Medium)

Aminah, produsen bandeng, menuturkan kepada obsessionnews.com, Sabtu (28/2), sejak 1995 telah terbentuk komunitas bernama Mina Makmur yang mengakomodir kegiatan yang ada. Bisa dikatakan sudah puluhan tahun masyarakat Tambak Rejo mempunyai ide melakukan pembaharuan bagi diri mereka sendiri.

Pada 1995 Nanik memisahkan diri dari kelompok dan mencoba membuat bandeng presto. Bisa dibilang dia adalah yang pertama kali meracik kuliner itu di paguyuban Mina Makmur. Nanik kemudian menawarkan ke ibu-ibu PKK, tetangga, bahkan ke pasar. Hingga akhirnya banyak yang melirik dan mencoba mengikuti jejaknya.

“Saya sudah lama mendirikan Citra Semarang. Awal cerita, Dinas Perikanan memberikan pelatihan kepada kami. Katanya di sini banyak istri nelayan, jadi dipilih untuk dilatih membuat bandeng presto,” tutur Nanik dengan ramah.

Bandeng presto makanan gurih tanpa duri sudah menjadi ikon Kota Atlas. Memang, kebanyakan dari kita terkadang malas untuk mengonsumsi ikan bandeng karena terlalu banyak duri. Jika tidak berhati-hati, duri kecil menancaplah yang terjadi.

Ia selalu menggunakan bandeng yang baru ditangkap oleh nelayan atau petani tambak. Ikan bandeng kemudian dibersihkan dari sisik sampai organ dalamnya. Nanik menceritakan dalam sehari ia bisa memproses 1 kuintal bandeng.

Setelah bersih, bandeng kemudian dibalut dengan bumbu rempah-rempah seperti kunyit, bawang dan lain-lainnya. Alat yang digunakan untuk melunakkan duri bandeng berupa alat press yang canggih. Dulunya untuk membuat bandeng presto secara massal digunakan oven kukus yang sangat besar. Tapi, kini seiring dengan kemajuan zaman yang pesat, alat press itu tidak digunakan lagi.

Bumbu rempah-rempah serai, kunyit, bawang putih, kunyit, dimasukkan ke dalam dasar panci bersama air. Di atas air diberi penghalang, yaitu sarangan untuk meletakkan bandeng. Butuh waktu sekitar dua setengah jam untuk memasak ikan hingga duri-duri kecil di dalamnya hancur. Namun berbeda untuk ikan bandeng ukuran besar. Waktu memasak bisa tersita hampir lima jam agar bandeng yang dihasilkan sesuai dengan keinginan. Nanik selalu menekankan penggunaan suhu yang sesuai agar kualitas bandeng bisa terjaga.

Hasilnya? Bandeng presto berwarna kuning keemasan yang menggoda selera makan. Tekstur ikan menjadi sangat lembut, begitu pula bau amis ikan seketika menghilang. Belum lagi ketika dimakan, duri bandeng justru terasa sangat gurih di lidah. Aroma khas presto sangat terasa pada gigitan pertama. Apalagi dicampur sambal, siapapun akan tergoda untuk mencoba.

Saat ini Nanik mengelola usahanya bersama empat karyawan. Dia memang tidak begitu terobsesi ingin membesarkan usaha yang dilakoninya. Tapi jangan salah, konsumennya tidak berasal dari dalam kota saja. Banyak warga Pontianak, Bandung bahkan Singapura yang menjadi pelanggan tetap Citra Semarang. Ketika ditanya kenapa banyak warga dari luar daerah menjadi konsumennya, ia menjawab,“Promosinya dari mulut ke mulut saja. Mereka mungkin tertarik dari segi warna dan rasa. Saya selalu memakai bahan terbaik dan ikan segar.”

Pemkot Semarang bukan berdiam diri saja melihat perkembangan warga Tambak Rejo. Seringkali para produsen bandeng presto ini diundang mengikuti bazar. Berulang kali mereka diajak dalam pameran kuliner, tentu saja sekaligus untuk mempromosikan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Semarang.

“Saya sangat berharap pemerintah selalu mengadakan promosi terutama bagi kami agar konsumen bertambah. Semakin banyak promosi, semakin banyak produsen bandeng, sehingga semakin banyak tercipta lapangan kerja,” pungkas Nanik mengakhiri pembicaraan. (Yusuf Isyrin Hanggara)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.