Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

Balada Ekonomi Dunia yang Makin Usang dan Compang Camping

Balada Ekonomi Dunia yang Makin Usang dan Compang Camping
* Ilustrasi sistem ekonomi dunia yang selalu berada di dalam pusaran badai krisis.

Oleh: Samuel M.J Karwur,  A New Dimension Bearer

 

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir. Ada waktu untuk meninggal. Ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam. Ada waktu untuk membunuh. Ada waktu untuk menyembuhkan. Ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun.

Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa. Ada waktu untuk meratap, ada waktu untuk menari. Ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu. Ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk.

Ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi. Ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang. Ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit. Ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara. Ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci. Ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.

Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi. Tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. Adakah sesuatu yang dapat dikatakan,“Lihatlah, ini baru?”

Benar apa yang dikatakan kitab suci, bahwa tidak ada yang baru di muka bumi ini. Demikian pula dengan sistem ekonomi dunia yang usang, kian bertambah compang camping, yang ternyata hanya merupakan pengulangan dari apa yang sudah ada ribuan tahun silam.

Kembali kepada sejarah, semua sama di mana dari masa ke masa, tetaplah yang pasti hanyalah ketidakpastian.  Saya memiliki keyakinan bahwa teori ekonomi sudah berakhir. Tidak ada yang akan menyangkal bahwa situasi ekonomi global saat ini terlihat seperti tidak lagi memiliki harapan, karena telah menjadi begitu rumit dan kompleks untuk dimengerti.

Ala kasino. Itulah istilah yang saya gunakan, dan sekali lagi bisakah suatu bangsa menjadi kaya raya ketika semua warganya menggelontorkan harta dan kekayaan mereka di meja-meja kasino?

Hanya orang gila yang akan menjawab ya. Celakanya, demikianlah sistem ekonomi dunia saat ini dijalankan. Apa yang akan terjadi? Krisis, krisis dan krisis. Itu saja. Bukankah telinga kita sudah terbiasa dengan kata-kata itu hari  ini.

Asia, Eropa, Amerika …. Seluruh dunia sudah pernah masuk ke dalam jurang krisis moneter dan kita tidak berdaya ketika siklus itu kembali terulang.

Trading – kegiatan beli dan jual – antara individu, perusahaan dan bahkan negara. Sekilas, proses ini tampak sangat sederhana. Tapi kemudian ada yang dinamakan swap suku bunga, collateralized debt obligations (CDOs), kapitalisme, pajak dan tarif, lalu ada keuatiran tentang pemerataan kekayaan…

Kesemuanya mengubah sistem ekonomi yang tadinya sederhana menjadi sangat rumit dan ngejelimet.

Tidak banyak orang awam yang mengerti istilah-istilah derivative seperti swap dan CDO. Lantas sekonyong-konyong para ahli ekonomi ramai-ramai berkata gara-gara beragam istilah tersebut, maka sistem ekonomi dunia selalu berada di dalam pusaran badai krisis, khususnya pada periode 2008-2009.

Perbankan memberikan pinjaman dan mortgage, sebelum akhirnya kembali menjualnya sebagai bonds –dikenal dengan istilah sekuritisasi -. Lantas, siapa pun yang nantinya membeli bonds yang dijual bank tadi, akan memperoleh keuntungan dari bunga mortgage yang bahkan bisa dijadikan jaminan, untuk kembali melakukan transaksi pinjaman.

Semua berputar dengan risiko yang diabaikan, karena dijalankan dengan sistem gambling alias judi yang tentu saja sarat dengan nilai-nilai spekulatif. Tapi praktik-praktik “lingkaran setan” ekonomi tersebut ternyata sudah terjadi sejak ribuan, tepatnya 4.000 tahun silam.

Ada sebuah artikel menarik yang dirilis oleh harian terkemuka Amerika, New York Times, di mana sebuah buku tentang ekonomi berjudul Ancient Kanesh, akan segera dirilis ke market. Dalam artikel koran itu diceritakanlah sebuah bangsa kuno bernama Kanesh yang kini lokasinya berada di negara Turki. Arkeolog menemukan sebuah penemuan menakjubkan tentang aktivitas ekonomi bangsa kuno ini.

Ternyata apa yang terjadi hari ini di dalam dunia perdagangan saham, bursa, valas, komoditas, perbankan dan sebagainya, sudah dilakukan oleh bangsa Kanesh 4.000 tahun yang lalu! Mereka berdagang saham dan obligasi. Ada perusahaan-perusahaan semacam Lehman Brothers, JP Morgan dan lainnya. Ada juga sistem portofolio. Ajaibnya, bangsa Kanesh juga membeli hutang-hutang yang akan jatuh tempo, kemudian menjualnya kepada pihak lain sebagai jaminan, untuk mendanai bisnis baru mereka.

Bangsa kuno Kanesh – 4000 tahun silam – menerapkan apa yang manusia hari ini namakan sebagai produk perbankan dan keuangan modern! Wow….

Kemudian sesuatu yang menarik terjadi menurut artikel tersebut. Semakin rumitnya sistem ekonomi, akhirnya membuat bangsa Kanesh terpuruk dalam jurang krisis moneter. Pemerintah berusaha dengan segala cara, mengeluarkan regulasi dan kebijakan baru untuk menyelamatkan ekonomi dari krisis.  Sejarah mencatat satu dekade bangsa Kuno Kanesh mengalami resesi.

Menjadi pertanyaan, apakah siklus yang dialami oleh Kanesh itu terdengar asing bagi kita? Jawabannya adalah tidak. Apa yang dunia alami saat ini telah terjadi ribuan tahun lalu, bahkan ketika peradaban manusia masih menggunakan batu, besi dan tanah.

Mari tengok sejenak apa yang terjadi ketika dunia dihantam krisis tahun 2008-2009. Perusahan-perusahaan di Amerika yang salah melakukan investasi “harus dibuat” bangkrut.  Tujuannya untuk kembali memulai sesuatu yang baru. Tapi apa lacur, skenario tersebut gagal total, karena Federal Reserve melakukan intervensi pasar. Triliunan dana talangan, membanjiri pasar. Kredit macet diambil alih. Suku bunga ditekan sampai hampir nol, supaya uang menjadi murah di dalam negeri sendiri. Harapannya adalah, dengan suku bunga nol dan uang menjadi murah akan membantu meningkatkan demand. Tapi ternyata tidak seperti itu yang terjadi.

Kenyataan pun harus diterima bahwa situasi ekonomi saat ini adalah kebanyakan produksi namun sedikit permintaan. Ada sebuah ketimpangan antara demand dan supply.

Repotnya lagi adalah para ahli ekonomi sampai pada kurikulum di berbagai universitas dunia, masih  mengajarkan teori ekonomi yang berporos pada supply dan demand. Padahal dalam situasi ekonomi yang krisis akibat dijalankan dengan sistem kasino, supply dan demand sudah tidak bisa diandalkan lagi.

Buktinya sudah jelas. Menjadikan supply dan demand sebagai episentrum ekonomi hanya akan terus membawa masalah dan dunia tidak akan pernah keluar dari jerat krisis. Keadaan ekonomi saat ini tidak bisa ditangani dengan apa yang saya namakan text book therapy. Kita berada di situasi yang tidak normal. Teori supply dan demand tidak bisa diterapkan dalam situasi abnormal. Persoalannya, kita terlalu bodoh untuk tetap bergelut dengan sistem yang keliru.

Apa yang akan terjadi?

Di Amerika, Federal Reserve sangat suka mengotak-atik sistem ekonomi. Mereka memotong suku bunga ketika perlambatan terjadi. Tujuannya untuk menstimulus pertumbuhan. Meminjan uang  menjadu gampang. Dalam perhitungan ekonomi akan kembali bergairah ketika uang menjadi murah. Sebaliknya, ketika investasi dan gelontoran dana untuk pertumbuhan mulai tidak bisa dikendalikan, Federal Reserve akan segera menaikkan suku bunga. Tujuannya pasti untuk mengendalikan putaran ekonomi yang mulai “terlalu cepat” untuk dikontrol.

Lantas apa kesalahan yang Federal Reserve lakukan hari ini?

Federal Reserve lagi-lagi menerapkan teori usang supply dan demand. Buktinya apa, saat ini demand tidak ada, sementara suplly malah terus bertambah.

Jangan lupa juga bahwa ketimpangan  dalam hal supply dan demand diperparah dengan situasi terakhir ekonomi China. Sejak krisis terakhir 2008, dunia tidak bisa lagi mengembalikan momentum untuk ekonomi bisa pulih dengan sempurna.  Dinamika supply dan demand telah gagal, namun tidak ada tindakan untuk keluar dari sistem usang yang sudah dipakai bangsa kuno Kanesh 4.000 tahun silam.

Saat ini dolar Amerika perkasa terhadap mata uang dunia lainnya. Artinya, impor Amerika menjadi murah. Berarti negara-negara eksportir termasuk Indonesia akan memperoleh masalah besar. Neraca perdagangan akan melemah, sementara cadangan devisa juga makin tergerus akibat pembiayaan negara yang makin tinggi.

Yang terjadi kemudian adalah, ketika cadangan devisa makin tipis, maka pembayaran hutang luar negeri otomatis akan mulai mandek. Dunia saat ini sedang galau menantikan keputusan Federal Reserve, apakah akan menaikkan suku bunga atau tidak. Jika nanti keputusannya adalah naik, maka dunia benar-benar akan berada di dalam kesulitan besar.

Hampir semua hutang global ada di dalam denominasi US dolar. Kalau nilai dolar melonjak, krisis Yunani akan merembet ke seluruh dunia. Kita akan kesulitan membayar hutang, karena tiba-tiba membengkak akibat makin kuatnya dolar Amerika. Negara-negara seperti Indonesia harus membeli dolar menggunakan mata uang lokal yang makin melemah.

Artinya apa? Cerita Yunani dan bangsa Kuno Kanesh akan kembali terpentas.

Celakanya, kita berada di dalam situasi seperti demikian. Memang betul, tidak ada yang baru di bawah matahari kita! (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.