Jumat, 19 April 24

Bahar Smith Jadi Tersangka, Wamenag Zainut Yakin Polri Profesional dan Transparan

Bahar Smith Jadi Tersangka, Wamenag Zainut Yakin Polri Profesional dan Transparan
* Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi. (Foto: Instagram Zainut)

Jakarta, obsessionnews.com – Polisi saat ini sedang memproses kasus Bahar Smith (BS) yang diduga ucapannya mengandung ujaran kebencian dan unsur kebohongan publik.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, Indonesia sebagai negara hukum maka asas  equality before the law, yaitu asas persamaan di depan hukum, harus diterapkan. Siapa pun yang bersalah harus bertanggung jawab di depan hukum. Proses penegakkan hukum (law enforcement) yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilaksanakan demi tegaknya keadilan dan terjaminnya rasa keadilan di tengah masyarakat.

 

Baca juga:

Ujaran Kebencian Penceramah, Wamenag Zainut: Perlu Penguatan Kompetensi

Wamenag Tegaskan Tidak Ada Kewajiban Penceramah Gunakan Naskah Khotbah Jumat Kemenag

Marak Pro dan Kontra, Wamenag Buka Sosialisasi Program Bimtek Penceramah Agama Bersertifikat

 

 

“Untuk hal tersebut saya mendukung langkah penegakan hukum oleh pihak kepolisian, dan saya yakin polisi bekerja secara profesional, transparan dan menjunjung tinggi asas keadilan dan praduga tidak bersalah,” tutur Wamenag dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/1/2022).

Belajar dari pengalaman BS, lanjutnya, Wamenag mengimbau kepada para penceramah agama/pedakwah dan tokoh agama untuk menjadikan mimbar ceramah sebagai ruang edukasi publik yang mencerahkan dan inspiratif. Setiap tokoh agama, ulama, habaib dan penceramah agama mengemban tugas mulia sebagai pewaris para nabi (waratsatul ambiya) untuk melaksanakan tugas mulia amar ma’ruf nahi munkar,  yakni mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Menurut Wamenag, ada pemahaman sementara orang yang salah terhadap tugas dakwah tersebut. Orang sering memahami tugas mulia tersebut secara keliru, seakan-akan kalau mengajak kebaikan itu dengan cara yang lemah lembut, sedangkan kalau mencegah kemungkaran itu harus dengan cara yang keras dan kasar.

“Pemahaman seperi itu adalah keliru dan tidak dibenarkan menurut agama. Baik amar ma’ruf maupun nahi munkar harus dilaksanakan dengan cara-cara yang baik, santun, berakhlak mulia dan tidak melanggar hukum dan norma susila,” ujarnya.

Wamenag menegaskan, tidak boleh atas nama mencegah kemungkaran (nahi munkar) dengan kata-kata yang kasar, menebarkan ujaran kebencian, hoax, fitnah, adu domba dan teror atau ancaman yang membuat ketakutan pihak lain.

Para penceramah agama hendaknya dalam berdakwah dengan cara-cara yang hikmah, yaitu dengan penuh kebijaksanaan, mauidhah hasanah dengan pesan-pesan yang baik,  dan mujadalah hasanah yakni berdiskusi atau bertukar pikiran dengan cara yang santun dan bijak.

“Saya kira ketiga hal tersebut bersifat umum atau universal yang semua penceramah agama sudah sangat memahaminya. Hanya tinggal penerapannya saja yang dibutuhkan kesadaran dan  tanggung jawab,” tandasnya. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.