Selasa, 5 Desember 23

Aziz Dukung Remisi Bagi Koruptor, Apalagi ‘Whistle Blower’

Aziz Dukung Remisi Bagi Koruptor, Apalagi ‘Whistle Blower’

Jakarta, Obsessionnews – Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin mendukung rencana Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk memberikan remisi atau pemotongan masa tahanan bagi para terpidana kasus korupsi. Menurutnya, Laoly pasti punya dasar pertimbangan yang kuat secara hukum untuk mewacanakan remisi tersebut.

“Saya menganggap pak menteri sudah memahami aturan yang ada,” ujar Aziz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/3/2015).

Pemberian pengurangan hukuman memang menjadi kewenangan Menteri Hukum dan HAM. Namun, Aziz meminta Loaly tetap memperhatikan kondisi masyarakat. ‎Menurutnya, jangan sampai wacana pemberian remisi bisa membuat gaduh masyarakat sehingga ketegangan politik nasional semakin besar.

Selain itu, Aziz ‎mengatakan, Laoly juga harus memperhatikan syarat-syarat khusus bagi para terpidana korupsi. Misalnya, pemberian remisi tidak boleh diberikan untuk kasus yang sudah lewat. “Aturan tak berlaku surat, untuk yang ke depan bisa saja digunakan,” terangnya.

Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyatakan semua narapidana memiliki hak untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat, termasuk salah satunya bagi terpidana kasus korupsi.

Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 sudah mengatur mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan untuk pemberian remisi dan pembebasan bersyarat (PB) bagi para  terpidana korupsi, narkoba, terorisme, kejahatan HAM berat serta kejahatan transnasional yang terorganisasi.

Bagi terpidana kasus korupsi dijelaskan, bahwa remisi bisa diberikan dengan syarat terpidana ‎pada saat menjalani proses persidangan mau bersikap kooperatif terhadap penyidik dan hakim. Selain itu, terpidana turut membantu penegak hukum untuk membongkar kejahatannya (whistle blower) dan telah membayar lunas uang pengganti serta denda sesuai dengan perintah pengadilan.

Namun Yasonna tidak setuju dengan aturan tersebut dan menilai PP itu diskriminatif. Ia mewacanakan akan mengubah persyaratan pemberian remisi untuk terpidana koruptor tersebut apalagi karena pemberian remisi harus memperoleh persetujuan KPK atau kejaksaan sebagai pihak penyidik dan penuntut.

Ia mengungkapkan, secara filosofi penahanan para terpidana tidak bisa diartikan sebagai pembalasan maupun pencegahan, melainkan sebagai upaya perbaikan tindakan. Karena itu, bila seseorang sudah divonis hukuman penjara maka selesailah fungsi hukuman, dan beralih ke fungsi rehabilitasi dan pembinaan.(Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.