Jumat, 26 April 24

Awug, Makanan Tradisional yang Banyak Peminatnya

Awug, Makanan Tradisional yang Banyak Peminatnya

Subang – Makanan tradisional kini mulai dicari. Salah satunya ialah awug atau ada juga menyebutnya dodongkal. Makanan berbahan dasar tepung beras ini masih banyak penggemar fanatiknya, walaupun sulit ditemukan dibandingkan makanan olahan lainnya.

Emak Eder melayani pembeli
Emak Eder melayani pembeli

Bagi Emak Eder (65 tahun), warga RW 20/43 Blok Cicadas, Kabupaten Subang, Jawa Barat, awug atau dodongkal merupakan usaha yang cukup membuat dapur ngebul. Dengan bahan baku tepung beras yang dicampur parutan kelapa, aroma pandan, dan gula merah, semua bahan dicampur kemudian dikukus di atas api sedang.

Tempat untuk mengukusnya adalah wadah berbentuk kerucut dan terbuat dari anyaman bambu yang dinamakan aseupan, dan disimpan di atas dandang sampai adoanan benar-benar matang.

Setelah matang, awug ditutup dengan daun pisang untuk menghindari kontaminasi debu sepanjang jalan. Ketika ada yang membeli disajikan dalam wadah dari daun pisang kemudian ditaburi parutan kelapa. Para pecinta awug lebih banyak menggunakan tangan untuk mengonsumsinya. Saat tepat untuk menikmati awug saat masih hangat. Karena ketika dingin mulai mengeras.

Emak Eder suka mangkal di depan salah satu toko di Panglejar. Untuk menuju ke tempat mangkalnya tersebut dia menggunakan angkutan kota. Di sana telah menanti para langganan. Dengan harga satu porsi berbungkus daun pisang, Mak Eder membandrol Rp 2.500.

Ketika matahari meninggi, Mak Eder langsung berkeliling menuju ke pelosok sekitar Panglejar. Seringkali awug buatannya dikonsumsi oleh tamu-tamu salah satu hotel di sekitar tempat mangkalnya. “Tiap hari tamu hotel jajan awug. Bahkan pegawai hotelnya menjadi langganan Emak,” ujarnya kepada obsessionnews.com saat menjajakan awug, Sabtu (10/1/2015).

Menggoda Selera
Bersamaan dengan awug ada jajanan tradisional pendamping lainnya berupa gurandil atau roro mendut, uli, ketan gurih dan limpung. Makanan ini pun laris diburu oleh para pecintanya. Apalagi menjadi sarapan pembuka bersama kopi panas di waktu pagi hari.

Bahan pembuatan yang digunakan semuanya alami tanpa sintetik yang terdiri tepung beras, aci singkong, kelapa, gula merah dan gula putih, serta pewarna nabati. Nilai total seluruhnyaRp 120 ribu. Setelah diecerkan ke pelanggannya bisa membawa pulang Rp 250 ribu.

Emak Eder juga suka mendapat pesanan paket makanan awug plus 4 jenis makanan lainnya. Apabila ada hajatan atau acara tertentu. “Untuk satu hidangan (paket awug dan 4 jenis lainnya) harganya Rp 200 ribu. Lumayan, Pak daripada ngiderkeun (dagang keliling),” ujar nenek 6 cucu yang mengaku telah berjualan awug lebih dari 20 tahun ini.

Usaha Sampingan
Untuk mencari pembuat makanan tradisonal jenis ini masih bisa ditemukan di Blok Cicadas, Kelurahan Dangdeur, Kabupaten Subang. Bagi warga Blok Cicadas yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani berjualan makanan tradisional merupakan profesi sampingan. Jika sedang musim tanam atau mengerjakan sawah dan musim panen, libur dulu memproduksi makanan tradisional. Hanya beberapa orang saja yang masih berjualan.

“Nah, kalau sudah beres panen atau musim tanam baru marak kembali berjualan awug,” jelas Edeng (70 tahun), salah seorang sesepuh setempat yang juga kakak Mak Eder. (Teddy Widara)

Related posts