
Jakarta – Ganti rugi bagi keluarga korban penumpang AirAsia QZ8501 sebesar Rp1,25 miliar harus tetap dibayarkan. Tidak boleh ada alasan bahwa dana asuransi itu terancam tak cair, karena izin penerbangan AirAsia QZ8501 itu diduga ilegal.
Ketidakserasian antara Ijin Trayek Direktorat Jenderal Perhubungan (DitJenHub) dengan Ijin Terbang Bandara secara yuridis formal, seharusnya dalam konteks praktek keperdataan asuransi bukanlah jadi bahan pertimbangan utama untuk kemudian secara tekstual berkesimpulan sebagai Illegal Flight, mengingat penerbitan Ijin Terbang Bandara Pemberangkatan bagaimanapun sudah diakui (general acceptance) oleh operator-operator teknikal terkait seperti pihak ATC dan pihak Bandara Tujuan.
“Artinya legalitas ijin terbang terbitan oleh Bandara Pemberangkatan telah berfungsi dalam praktek penerbangan berdasarkan otoritas Bandara Pemberangkatan,” tegas Advokator Politik Hukum, Dr Ir Pandji R Hadinoto MH di Jakarta, Selasa (6/1/2015), terkait Legalitas Biasa Polis Asuransi Penerbangan Ekstra.
Menurut Pandji, sudut pandang ini penting agar Kemanusiaan Yang Adil Beradab (Sila-2 Pancasila) dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila-5 Pancasila) terselenggara baik apalagi demi hak-hak para korban kecelakaan penerbangan.
“Bahwa ada perkara ketidakserasian praktek kebijakan operasional dengan praktek kebijakan regulator, hal itu adalah masalah tersendiri terkait good governance khusus tatakelola koordinasi internal regulator dengan subordinatnya yang tidaklah bijak diperlakukan serta merta berdampak negatif atau halangan terhadap hak-hak para korban,” ungkapnya.
Apalagi, lanjut Pandji, dikabarkan AirAsia dapat ganti rugi pesawat Rp1 triliun. “Dengan alasan-alasan seperti di atas maka hak Rp1,25 miliar per korban PerMenHub Nomor 77/2011 tentang ganti rugi kecelakaan pesawat seharusnya serta merta terselenggara,” tandas Inisiator PARRINDO (Parlemen Rakyat Indonesia).
Pandji menegaskan, bagaimanapun tidaklah elok bila bencana penerbangan yang tragis ini jadi polemik dan kemudian disikapi secara yuridis formal semata tanpa pertimbangan cita ideologi negara bangsa Indonesia yakni Pancasila.
“Selain itu juga perlu dirumuskan kebijakan ganti rugi uang rakyat yang digunakan ekstra bagi pembiayaan task forces BASARNAS dan mitra-mitra kerja lainnya akibat kelemahan pemrakarsa bencana yakni pihak operator pesawat terbang,” tutur Koordinator Poros Koalisi Proklamasi 17845 ini.
Sebagaimana diberitakan, AirAsia sebenarnya mengasuransikan penerbangannya. Perusahaan asuransi penanggung jawab utama penerbangan itu adalah Allianz. Klaim untuk pesawat diperkirakan US$ 94 juta. Sementara masing-masing penumpang yang jadi korban, keluarganya dapat santunan US$ 165.000 atau sekitar Rp 2 miliar.
Namun, dana asuransi itu terancam tak cair, karena izin penerbangan AirAsia QZ8501 itu diduga ilegal. Polis asuransi yang diterbitkan secara umum harus seusai dengan peraturan yang berlaku jika ingin dicairkan, peraturan ini termasuk izin terbang dan standar aturan penerbangan. (Ars)