Rabu, 24 April 24

Astari Rasjid, Perupa Kontemporer yang Produktif

Astari Rasjid, Perupa Kontemporer yang Produktif
* Astari Rasyid. (Foto: Sutanto/obsessionnews.com)

Jakarta, Obsessionnews – Siapa yang tak kenal Astari Rasjid? Dialah perupa kontemporer yang sudah puluhan tahun malang-melintang di dunia kesenian tanah air. Salah satu karyanya yang mendapat pengakuan internasional adalah ‘50 Years Barbie Lethel Venture’. Hingga kini Astari masih tetap produktif berkarya.

Astari pernah belajar rancang busana di London. Kemudian ia kursus melukis di University of Minnesota USA dan College of Art London (1987-1988). Dalam berkarya Astari sering mengangkat isu-isu gender, perempuan khususnya. Ia cukup berani mengeksplorasi dunia patriarki feodal budaya Jawa masa kini.

Tradisi Jawa telah menjadi bagian inspirasi karyanya dari awal 1980-an, yang khusus dilihat olehnya dari sudut pandang idiosyncrasy atau bagaimana karakter maupun kebiasaan khas Jawa yang kompleks, terkadang aneh, tidak lazim dan seringkali tidak masuk akal, namun diakui dan masih dijalani.

“Bisa saja orang melihat dari sudut pandang itu. Yang penting kan konsepnya yang mau kita tawarkan apa dari semua karya itu,” ujar wanita ayu itu kepada obsessionnews.com di Jakarta beberapa waktu lalu, di sela-sela diskusi tentang industri seni kreatif yang diselenggarakan oleh panitia BeKreatif (Gebyar Seni Kreatif) Indonesia 2015.

Astari duduk sebagai tenaga ahli dalam kepanitiaan BeKreatif Indonesia 2015 yang akan digelar di Bandung November mendatang. Dalam ajang BeKreatif Indonesia 2015 akan dilombakan musik kontemporer, tari kontemporer, film pendek, game, aplikasi, dan lain sebagainya.

Wanita yang pernah mengajar di Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (1990 – 1996) itu menggarisbawahi permasalahan diskriminasi pada perempuan bisa diatasi dengan membuat sesuatu yang konkret.

“Misalnya saya membuat karya yang bagus, akhirnya diterima, dunia juga melihat. Saya berdampingan dengan para perupa pria, sudah tidak ada perbedaan gender lagi. Kita seniman tidak ada atas nama perempuan atau lelaki,” tandasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan kesetaraan yang ia bela bukan perempuan dalam arti tak berdaya, tetapi womens issue yang juga menjadi isu kemanusiaan. “Perempuan sebagai ‘manusia’. Di antaranya dari sisi kurangnya keadilan, lingkungan, itu yang saya perjuangkan!” ujar mantan peragawati ini.

Astari pernah menggebrak dunia seni tanah air dengan menggelar pameran Seni rupa kontemporer, ‘Biennale Seni Rupa Jakarta IX tahun 1993. Isu pameran digeser ke arena yang lebih luas, mengikuti gejala perupa yang hidup di kalangan generasi baru. Menyuguhkan pelbagai media: lukis, patung, gambar, obyek, instalasi, video, dan seni rupa pertunjukan. Sebuah seni rupa yang meninggalkan batas-batas konvensional yang selama ini terasa mengekang kreativitas perupa itu sendiri.

Sepanjang sejarah seni rupa kontemporer Indonesia, ‘Biennale IX’ paling menarik perhatian publik. Dan merupakan loncatan ke arah perubahan besar, mengangkat wibawa Bienale sebagai forum yang pantas berjajaran dengan bienale lainnya di mancanegara.

Beragam penghargaan pernah diraih oleh wanita yang menjadi Ketua Panitia Pameran Contemporary Art of The Non Aligned Countries Jakarta (1995) itu, seperti ‘Appreciation of Excellence Nokia Indonesia, in the field of Arts’, Jakarta, ‘Philip Morris Indonesian Art Awards VI 1999’, Galeri Nasional, Jakarta, dan ‘Winsor & Newton’s Award, Indonesian Millenium Painting Competition’, Bandung. (Gia)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.