
Obsessionnews.com – Umat Islam akan kembali menggelar aksi pada 11 Februari 2017 di kawasan Monas Jakarta Pusat. Aksi ini sebagai lanjutan dari aksi Bela Islam jilid I,II dan III. Hanya saja rencana ini sempat dilarang oleh Polda Metro Jaya.
Alasannya, selain dianggap politis waktu pelaksanaan aksi sudah hampir memasuki minggu tenang pelaksanaan Pilkada serentak 2017. Demi menjaga kondisifitas dan keamanan Jakarta jelang Pilgub DKI, maka polisi meminta kepada ormas Islam untuk tidak melakukan aksi.
Sebenarnya apa yang dilarang dari aksi 112, apakah aksi yang dilakukan ormas Islam itu menabrak aturan atau UU? Atau hanya sebatas ke khawatiran polisi demi menjaga ketertiban dan keamanan di Jakarta, atau memang benar aksi itu bermuatan politis?
Kegiatan unjuk rasa atau aksi sudah diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, kemudian diturunkan dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan juga Peraturan Kapolri No.9 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Dalam pasal 28 UUD 1945 huruf E, No 3 disebutkan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Adapun UU Nomor 9 Tahun 1988 pasal 9 disebutkan bahwa 1, penyampaian pendapat di muka umum bisa disampaikan dengan unjuk rasa, atau demonstrasi, pawai, rapat umum, dan atau mimbar bebas.
2. Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan ditempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah,instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api,terminal angkutan darat, dan objek-objek vital nasional, pada hari besar nasional.
(3) Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
Di pasal 10 juga mengatur soal kewajiban, bagi pemimpin atau penanggung jawab kelompok aksi untuk memberi tahu, kepada polisi minal 3 hari sebelum pelaksanaan aksi dimulai.
Kemudian di pasal 13 disebutkan, dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.
Melihat beberapa pasal di atas apakah ada aksi 112 yang tidak sesuai dengan UU. Misalnya, dilaksanakan di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah,instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api,terminal angkutan darat, dan objek-objek vital nasional, pada hari besar nasional.
11 Februari bukanlah hari besar nasional. Adapun masalah tempat, kawasan Monas meski itu masuk dalam wilayah ring 1 RI, tapi bila beberapa kejadian sebelumnya, banyak aksi dilakukan di depan Istana, namun, tidak ada yang dibubarkan secara paksa oleh polisi. UU mengatur pelaksanaan aksi dimulai 06.00 -18.00 WIB.
Pihak KPU juga menyatakan, bahwa masa tenang dimulai pada tanggal 12-14 Februari. Artinya, 11 Februari belum memasuki minggu tenang pelaksanaan Pilkada. Bila dikatakan politis, apakah massa aksi ada yang membawa bendera partai atau ada ormas Islam yang berafiliasi dengan partai politik? Hal ini juga perlu dipikirkan.
Aksi 112 dimotori oleh Forum Umat Islam (FUI) dengan didukung oleh GNPF MUI. Juru bicara FPI Slamet Ma’arif,sebagai bagian dari GNPF MUI menyatakan, bahwa aksi 112 hanya bertajuk jalan sehat, dan doa bersama, ia memastikan aksi berlangsung damai dan tertib.
”(Aksi 112) itu jalan sehat, itu pelaksananya dan pengundangnya Forum Umat Islam, FUI. Karena FPI bagian dari FUI, maka FPI akan ikut serta dalam kegiatan tersebut,” ujarnya, Selasa (7/2/2017).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, massa aksi nantinya tidak membawa atribut ormas seperti baju ataupun bendera. Misalnya, Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Pengurus Pusat Parmusi mempersilahkan kadernya untuk ikut aksi, namun, tidak diperkenankan membawa atribut organisasi. (Albar)