Jumat, 8 Desember 23

Aneh: Demokrat Walk Out, SBY Kecewa?

Aneh: Demokrat Walk Out, SBY Kecewa?

Jakarta – Lagi-lagi publik dibingungkan dengan logika politik, bukan logika matematik yang “jujur” dan pasti kebenarannya. Hampir seluruh Fraksi Partai Demokrat (PD) walk out, Jumat (26/9/2014) dini hari, menjelang voting paripurna DPR RI untuk memutuskan Rancangan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) apakah tetap Pilkada Langsung atau dipilih DPRD. Akibatnya, kubu fraksi Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR memenangkan voting yang memutuskan Pilkada lewat DPRD.

Alhasil, RUU Pilkada resmi disahkan dalam paripurna DPR menjadi Undang-Undang (UU), yang memutuskan Pilkada dilakukan musyawarah melalui DPRD. Dalam voting sidang Paripurna DPR RUU Pilkada pada Jumat dinihari (26/9), Anggota DPR yang hadir sebanyak 226 suara memilih Pilkada melalui DPRD, sedangkan 135 anggota memilih Pilkada langsung. Golkar: Pilkada Langsung (11 orang) dan Pilkada lewat DPRD (73 orang). PDIP (88 orang dan 0 orang), PKS (0 dan 55), PAN (0 dan 44), PPP (0 dan 32), PKB (20 dan 0), Gerindra (0 dan 22), Hanura (10 dan 0), Demokrat (6 dan 0).

Publik jelas menerka, anak buah SBY melakukan aksi walk out tentu sudah ada perintah dari Susilo Bambang Yudhoyono  selaku Ketua Umum PD. Sinyalemen ini pun diperkuat oleh ocehan Jurubicara PD Ruhut Sitompul. Si “Poltak” ini mengungkapkan kalau aksi walkout dari sidang paripurna RUU Pilkada yang dilakukan Fraksi PD tersebut sudah berdasarkan persetujuan dari SBY.

Menurut Ruhut, saat Fraksi PD memutuskan untuk walkout, dia langsung meminta penjelasan Anggota Fraksi PD Max Sopacua yang juga Wakil Ketua Umum (Waketum) PD. Menurutnya, Max mengaku bahwa keputusan walk out berdasarkan instruksi langsung dari SBY. “Dia (Max) bilang terima kasih sudah ikut keluar. Nah, aku tanya betul kalian sudah minta izin ke SBY? Katanya ada SMS dari SBY (minta Demokrat walkout). Saya mau bilang apa?” beber Ruhut  menjawab wartawan di gedung DPR RI, Senayan, Jumat (26/9) siang.

Tapi anehnya, SBY seolah tidak memerintahkan walk out dan mengaku dirinya kecewa dengan keputusan DPR yang memutuskan RUU Pilkada lewat DPRD. Menurut Presiden SBY, UU Pilkada yang baru saja disahkan oleh DPR berkonflik dengan UU lainnya. “Berat bagi saya menandatangani UU Pilkada yang memutuskan Pilkada melalui DPRD kalau masih punya konflik dengan UU lain,” kilah SBY kepada wartawan di Hotel Willard Intercontinental, Washington DC, Kamis (24/9) pukul 09.00 waktu setempat atau Jumat (25/9) pukul 08.00 WIB.

SBY pun berencana menggugat hasil voting RUU Pilkada yang mengesahkan Pilkada lewat DPRD. “Dengan hasil ini, saya sampaikan ke rakyat Indonesia, Partai Demokrat rencanakan untuk ajukan gugatan hukum, dipertimbangkan mana yang tepat, ke Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi,” ucap SBY seolah bersikap demokratis dan pembela aspirasi rakyat.

Sebagaimana diberitakan, SBY sebagai ketua umum PD mengaku kecewa dengan hasil sidang paripurna DPR yang memutuskan Pilkada tidak langsung atau lewat DPRD. SBY juga menegaskan PD akan mengajukan gugatan hukum terhadap UU Pilkada ini.  SBY menyatakan kecewa karena Pilkada tidak langsung ini mengabaikan kedaulatan rakyat. Wah, mana yang benar, ocehan Ruhut atau kicauan SBY. Ini tentu logika yang tidak nyambung. Sebab, dalam logika matematik, tidak ada dua hal berlawanan adalah sama-sama benar, kecuali logika “setan”.

SBY Bikin Dagelan yang Tidak Lucu
Akhirnya, kecaman, hujatan dan ejekan pun banyak dilontarkan kepada SBY dalam media social facebook dan twitter. Pesan BlachBerry Messenger (BBM) yang diterima redaksi, bahkan menilai SBY bikin dagelan politik. “Ini benar-benar lelucon yang tidak lucu. Itulah sejatinya Partai Denmokrat, oportunis, cari pencitraan, mereka itu bukan membela rakyat, melainkan badut-badut politik yang sebenarnya. Mereka hanya menggunakan nama rakyat untuk cari kekuasaan,” duga Sucipto, aktivis PARRINDO (Parlemen Rakyat Indonesia).

BBM lainnya menambahkan, justeru SBY yang harus disalahkan mengapa dia pelesiran ke luar negeri (Amerika) kemarin, di saat dirinya sedang diperlukan untuk hal yang penting bagi negeri ini. “SBY kok melancong keluar negeri saat diperlukan untuk mengawasi alias menjaga gawang agar Fraksi Partai Demokrat di DPR bisa menolak RUU Pilkada. SBY kluyuran melulu pada saat diperlukan. Apa dia gunakan kesempatan di akhir masa jabatannya untuk menghabiskan duit negara dipakai pelesiran?” tanyanya.

Ada pula pesan BBM yang menilai, pengakuan kecewa SBY terhadap RUU Pilkada lewat DPRD itu adalah nonsense. Pasalnya, RUU Pilkada justeru disodorkan ke DPR oleh pemerintah melalui Menteri Dlam Negeri yang notabene tentu sudah disetujui Presiden.  “Jadi, ini sudah diseting. Lha wong RUU Pilkada ajuan pemerintah diawali Depdagri lewat DPR kok. Jadi, SBY sudah tahu. Kalau sekarang dia menolak RUU Pilkada, ini kamulflase seolah-olah aspirasi rakyat,” duganya pula.

Oleh karena itu, sangat beralasan jika PDI Perjuangan (PDIP) menuding SBY selaku Ketua Umum PD tidak serius dalam menggerakkan mesin Partainya dalam mendukung Pilkada langsung. PDIP pun mengaku kecewa dan menuduh SBY dan PD merupakan faktor kekalahan dalam voting RUU Pilkada. “Kita (PDIP) jelas kecewa dengan ketidakseriusan SBY menggerakkan partainya untuk mendukung pilkada langsung. Sebagai Ketua Umum, dia (SBY) membiarkan Fraksi Partai Demokrat walk out saat voting. Tidak mungkin tindakan itu tanpa sepengetahuan dan restu SBY,” sesal Anggota DPR dari PDIP Eva Ksuuma Sundari kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/9).

Kelakukan SBY Aneh
Jika benar yang memerintahkan walk out adalah SBY, Direktur Eksekutif Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta (IEPSH) HM Hatta Taliwang yang juga Aktivis dan deklarator Dewan Penyelamat Negara (DEPAN) menilai, menjelang akhir masa jabatannya sekarang perilaku Presiden SBY aneh.  Terakhir, kasus anggota Fraksi Partai Demokrat jelang voting RUU Pilkada di paripurna DPR, tetapi SBY mengaku kecewa RUU Pilkada lewat DPRD disahkan DPR.

“Kelakuan SBY jelang akhir kekuasaannya memang aneh. Tapi tetap konsisten sebagai pemimipin yang membingungkan. Konsisten tidak ihlas melepas kekuasaannya. Konsisten dengan sikap peragu dan plin plan. Dia dukung Prabowo dengan setengah hati di Pilpres. Dia beri harapan seolah dia akan dukung Koalisi Merah Putih dalam issu Pilkada. Tiba-tiba dia bilang Pilkada langsung jadi pilihan Partai Demokrat,” ungkap Hatta kepada Obsession News, Jumat (26/9).

Awalnya, lanjut Hatta, karena gelagat SBY seolah-olah berpihak pada Pilkada langsung, membuat kelompok Jokowi-JK merasa ada harapan. “Tahu-tahu pada Sidang Paripurna DPR, Partai Demokrat mengolok-olok dengan cara walk out, tapi sekarang SBY bilang mau menuntut/menggugat UU Pilkada. Tentu saja banyak orang kesal. Bisa-bisa SBY dibilang gangguan jiwa jelang berakhir kekuasaan. Saya kira SBY tidak siap mental. Banyak kerisauan: soal Century, Hambalang dan Antasari Azhar mengganggu pikirannya,” beber Koordinator Group Diskusi Angkatan 77/78 dan Mantan Anggota Fraksi Reformasi DPR RI ini.

Secara terpisah, Ketua DPP Partai Gerindra Arief Poyuono menilai, SBY sama dengan layang-layang putus. Ia pun menduga, kecewaan SBY terhadap anggota DPR dari Partai  Demokrat yang melakukan walk out merupakan bentuk pemberontakan terhadap SBY dan bisa berlanjut terjadinya Munaslub partai Demokrat. “Banyak alasan untuk memunaslubkan SBY diantaranya SBY telah gagal membawa partainya untuk memenamgkan pemilu legislatif, ketidakjelasan arah partai dalam berposisi,” tegasnya kepada Obsession News.

Selain itu, lanjutnya, SBY sudah tidak layak jual sebagai tokoh icon Partai yang bisa mendulang suara. “Nah dengan alasan tersebut cukup untuk melengserkan SBY dan keluarga dari partai Demokrat. Saat ini SBY itu bagaikan layang layang putus yang tidak tahu akan mendarat dimana. Tidak punya arah politik yang jelas. Hal ini dikarenakan SBY sudah mulai khawatir akan keluarganya yang mungkin bisa jadi sasaran tembak politik dengan mengungkap kasus-kasus koruosi yang bisa meyeret keluarganya setelah tidak menjabat lagi,” tandasnya.

Ia pun menambahkan, walk-outnya Partai Demokrat dalam paripurna pembahasan RUU Pilkada ini sangat merugikan koalisi pendukung Jokowi-JK. “Inilah yang dinamakan jurus tendangan tanpa bayangan. Koalisi Indonesia Bangkit (Jokowi-JK) terjengkal oleh jurus tendangan tanpa bayangan,” ujarnya sembari ketawa terkekeh.

UU Pilkada Kuburan Bagi Demokrat dan PKB
Inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, Adhie M Massardi menilai, UU Pilkada baru yang disahkan DPR, secara politik akan menjadi kuburan sekaligus batu nisan bagi Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). “Sandiwara konyol yang dipertontonkan anak buah SBY pada sidang paripurna DPR kemarin benar-benar memuakkan, dan insya Allah akan menghancurkan trust publik terhadap Partai Demokrat,” ungkap Adhie dalam pesan BBM-nya kepada redaksi Obsession News, Jumat (26/9).

Sebab, munurut Adhie, seluruh dunia tahu RUU Pilkada yang esensinya mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD itu dirancang dan dikirimkan ke DPR oleh pemerintah yang notabene dipimpin SBY sendiri.  “Lha, ketika mau disahkan DPR, kok SBY dan anak buahnya berlagak mau menolak. Sekarang malah sok mau menginisiasi membawa UU Pilkada itu ke Mahkamah Konstitusi untuk di-judicial review. Benar-benar cara berpolitik yang tidak bermutu,” bebernya.

Dalam hal berpolitik secara konyol, lanjut Adhie, PKB tak kalah memalukannya dari Partai Demokrat. “Sejak bersekongkol dengan Istana untuk menghardik dan mengusir Gus Dur dari PKB, para pengurus partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu 100 persen menghamba kepada penguasa dan mempertuhankan pragmatisme. Puncaknya terjadi dalam paripurna DPR kemarin. Betapa PKB secara terbuka dan tidak bermartabat mendukung politik juragan mereka (SBY) yang seolah-olah pro-pilkada langsung,” paparnya pula.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini,  menilai dalam drama sidang paripurna DPR, Partai Demokrat memakai pendekatan seolah-olah demokratis. “Padahal demokrasi yang ditunjukkan hanya sebatas alat pencitraan belaka,” ungkapnya terkait Fraksi PD memilih netral dan walk out dari sidang paripurna DPR, dengan alasan karena opsi Pilkada langsung dengan 10 syarat tidak diakomodir.

“Demokrasi kita sedang berkabung. Kemenangan itu telah mencederai aspirasi rakyat,” kata Politisi PDIP, Charles Honoris, menilai  sikap Partai Demokrat tersebut adalah cuci tangan. “Apa yang dilakukan Partai Demokrat yang membiarkan terjadinya pembantaian terhadap kedaulatan rakyat. Bak Pontius Pilatus, Partai Demokrat membiarkan peristiwa itu terjadi dan kemudian mencuci tangan,” sesalnya.

Akhirnya, sikap dan pernyataan SBY yang kecewa terhadap RUU Pilkada yang telah disahkan DPR tersebut menjadi blunder, karena di sisi lain Fraksi PD justru walk out. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menantang SBY untuk memberi sanksi tindakan tegas kepada putranya sendiri, Edhie Baskoro Yudhoyono alias  Ibas yang walk out. “Kalau memang SBY kecewa, panggil dan hukum Ibas dan Syarif Hasan. Tanya kenapa Fraksi Demokrat tidak sesuai dengan instruksinya,” desak Ray, Jumat (26/9).

Menurut Ray, jika SBY tidak berani menghukum putranya yang juga duduk sebagai Sekjen DPP PD, maka semakin jelas SBY hanya bermain sandiwara terkait pernyataannya tersebut ini. Menurutnya, sikap Fraksi PD yang walk out dalam paripurna DPR adalah tanggung jawab Ketua Harian PD dan Sekjen Partai, Syarif Hasa dan Ibas. “Kalau tidak berani panggil Ibas, SBY hanya sandiwara, kita sudah tidak percaya lagi sama sandiwara dan (Pencitraan) SBY,” tandas Ray.

Namun, ada versi pandangan lain yang menduga bahwa yang menginstruksikan seluruh anggota Fraksi PD DPR melakukan aksi walk out adalah Ketua Harian PD Syarief Hasan, untuk meninggalkan Sidang Paripurna tersebut. Menurut pengakuan Wartawan Metro TV, dirinya menyaksikan Syarief Hasan memanggil Ketua DPP PD Agus Hermanto keluar dari ruang sidang, untuk menginstruksikan seluruh anggota Fraksi PD agar melakukan aksi walk out.

Usai berbica serius dengan Agus, Syarief mengaku jika partainya membuat keputusan baru terkait RUU Pilkada, dan keputusan tersebut berbeda dengan keputusan DPP PD sebelumnya yang mendukung sistem Pilkada langsung. “Kita ada perubahan baru pada RUU Pilkada,” kata Syarief di Gedung DPR, Jumat (26/9/2014) dini hari.

Agus pun kembali mengkuti Sidang Paripurna kemudian terlihat menghampiri Max Sopacua dan beberapa anggota Fraksi PD lainnya, dan kemudian seluruh anggota Fraksi PD itu meninggalkan Sidang Paripurna. Kabarnya, Syarief Hasan melakukan tindakan tersebut karena dirinya dijanji akan dijadikan Ketua MPR RI.

Benarkah? Ternyata, Syarief Hasan membantah anggapan tersebut. Syarif mengaku, tindakan yang dilakukan oleh anggota Fraksi PD tersebut adalah di luar kuasanya. “Saya sudah menginstruksikan supaya bertahan. Rupanya di (saat) lobi fraksi berkata lain,” sangkal Syarief berkelit menampik anggapan kalau dirinya yang memerintahkan walk out.

Syarief mengaku, PD berada dalam posisi sangat sulit dalam Rapat Paripurna pengesahan RUU Pilkada itu. Sebab, 10 poin yang diajukan oleh mereka tidak mendapat dukungan dalam lobi pimpinan fraksi. “Kami sudah berupaya keras untuk menggolkan itu demi kepentingan rakyat, tapi lobi fraksi tidak ada yang dukung. Ketua Fraksi kami (Nurhayati Ali Assegaf) melihat bahwa karena tidak ada dukungan, ya akhirnya walk out,” kilah Menteri Koperasi UKM itu. (Ars)

 

Related posts