Kamis, 25 April 24

Ancaman Tsunami 20 Meter di Pantai Selatan Jawa

Ancaman Tsunami 20 Meter di Pantai Selatan Jawa
* Dr.Ir.Asmoro Widagdo,ST.,MT.,IPP. (Dosen Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed).

Sejak beberapa tahun yang lalu beberapa peneliti telah melakukan kajian potensi kejadian tsunami di Pantai Selatan Jawa yang dapat mencapai ketinggian 20 meter akibat gempa bumi megahtrust.

Metode, pendekatan, dan asumsi yang dilakukan dalam tiap penelitian tersebut berbeda, namun hasilnya kurang lebih sama, yaitu potensi terjadinya tsunami dengan ketinggian sekitar 20 meter, ungkap Tim Promosi Unsoed Ir.Alief Einstein,M.Hum.

Dosen Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed Dr.Ir.Asmoro Widagdo,ST.,MT.,IPP. memaparkan, isu menarik dan mengkhawatirkan yang banyak dibicarakan di media masa dan media sosial beberapa waktu terakhir adalah adanya ancaman tsunami 20 meter di selatan Jawa.

Pengungkapan isu ini, jelas Dr Asmoro, berdasar pada kajian beberapa penelitian, termasuk penelitian terakhir yang dilakukan tim interdisipliner dari Institut Teknologi Bandung (ITB-Bandung) yang didukung oleh BMKG, KKP, dan BIG dilakukan berdasarkan analisis data-data kegempaan BMKG dan pemodelan tsunami dengan beberapa skenario.

Ahli Geologi Struktur Patahan ini menekankan,  perlu digarisbawahi bahwa hasil penelitian yang disampaikan para ahli tersebut masih berupa potensi kejadian bukan prediksi kejadian.

“Berbicara potensi kejadian terkait dengan posisi Jawa pada tepi benua aktif dimana disini ada zona penunjaman lempeng yang berpotensi menggetarkan zona di atasnya,” bebernya.

Potensi ini, lanjut dia, akan ada sepanjang masa geologi yang dapat mulai dari ratusan juta tahun lalu dan masih akan berpotensi hingga ratusan juta tahun mendatang.

Adapun pada kasus gempa bumi dan tsunami, menurut Dr.Asmoro : “potensi kejadiannya yang dapat terjadi dalam rentang waktu yang sangat pajang sehingga prediksi kejadiannya hampir tidak mungkin mencapai akurasi hari atau jam kejadian.

Jalur kejadian tsunami ini juga panjang, dari Sumatera hingga Nusa Tenggara, sehingga kapan serta dimana titik lokasi yang akan pertama melepaskan energi pemicu tsunami sangat sulit ditentukan.

Dikemukakan, hasil kajian yang mengungkapkan adanya potensi tsunami 20 meter tidak perlu membuat masyarakat menjadi khawatir. Hasil kajian ini sebaiknya tidak terlalu dibesar-besarkan karena sasarannya bukan menciptakan kekawatiran masyarakat awam, namun kewaspadaan sistemik oleh pihak terkait.

Menurut Dr.Asmoro, sampai saat ini belum ada alat yang mampu memprediksi kejadian gempa/tsunami hingga menentukan waktu kejadian. Karena skala kejadiannya yang panjang boleh jadi tsunami ini baru akan terjadi beberapa generasi ke depan.

“Tujuan utama penelitian adalah agar masyarakat mempersiapkan diri untuk menghadapi tsunami, bukan takut dan khawatir berlebihan,” tandasnya.

Yang harus dilakukan, jelas dia, adalah membangun kesiapan bersama menghadapi potensi tsunami. Upaya ini dapat melalui kajian dan pembangunan infrastruktur yang antisipatif.

“Model rumah panggung di Indonesia Timur dapat diadopsi untuk diterapkan di selatan Jawa. Jalan-jalan utama berarah utara-selatan perlu diperlebar dan di perbanyak sehingga proses evakuasi dapat dilakukan dengan lancar,” tegasnya.

“Edukasi kebencanaan perlu dilakukan pada anak sejak dini di sekolah-sekolah guna menanamkan kesadaran dan kesiapsiagaan,” tambahnya.

Dr.Asmoro yang juga .anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia IAGI memaparkan, pada intinya dalam menghadapi potensi bencana tsunami, masyarakat diharapkan untuk tidak panik, kita kenali bahaya di lingkungan sekitar kita dan kita pelajari cara bagaimana menyelamatkan diri.

“Masyarakat yang tinggal di bibir pantai perlu terhubung dengan sumber informasi yang terpercaya, agar tidak mudah termakan isu-isu yang menyesatkan yang banyak di media sosial,” ungkapnya.

Penanaman kesadaran bahwa dimanapun kita hidup bencana ada di sekitar kita perlu ditanamkan, bencana ini dapat berupa tsunami, gempa, longsor, banjir, kebakaran, meteor jatuh, letusan gunung api, dan sebagainya.

“Tsunami hanyalah salah satu dari sekian banyak bencana yang mau atau tidak mau harus kita akrabi di samping bencana yang lainnya,”  tutur dia. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.